Breaking News

Berita Palembang

Link Twibbon HUT ke 1338 Kota Palembang Tahun 2021, Jadi Foto Profil atau Bagikan ke FB, Ig, WA

Untuk merayakan HUT ke 1.338 Kota Palembang, banyak cara yang bisa dilakukan warganya. Di antaranya dengan kampanye melalui bingkai menarik twibbon

Editor: Wawan Perdana
Twibbonize
Untuk merayakan HUT ke 1.338 Kota Palembang, banyak cara yang bisa dilakukan warganya. Di antaranya dengan kampanye melalui bingkai menarik twibbon 

Pusat pertumbuhan dari sebuah Polity adalah entreport yang menghasilkan tambahan bagi kekayaan dan kontak-kontak kebudayaan.

Hasil-hasil ini diperoleh oleh para pemimpin setempat. (dalam istilah Sriwijaya sebutannya adalah datu).

Dengan hasil ini merupakan basis untuk penggunaan kekuatan ekonomi dan penguasaan politik di Asia Tenggara.

Ada tulisan menarik dari kronik Cina Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau Ju-Kua pada abad ke 14, menceritakan tentang Sriwijaya sebagai berikut :Negara ini terletak di Laut selatan, menguasai lalu lintas perdagangan asing di Selat.

Pada zaman dahulu pelabuhannya menggunakan rantai besi untuk menahan bajak-bajak laut yang bermaksud jahat.

Jika ada perahu-perahu asing datang, rantai itu diturunkan.

Setelah keadaan aman kembali, rantai itu disingkirkan.

Perahu-perahu yang lewat tanpa singgah dipelabuhan dikepung oleh perahu-perahu milik kerajaan dan diserang.

Semua awak-awak perahu tersebut berani mati.

Itulah sebabnya maka negara itu menjadi pusat pelayaran.

Tentunya banyak lagi cerita, legenda bahkan mitos tentang Sriwijaya.

Pelaut-pelaut Cina asing seperti Cina, Arab dan Parsi, mencatat seluruh perisitiwa kapanpun kisah-kisah yang mereka lihat.

Jika pelaut-pelaut Arab dan Parsi, menggambarkan keadaan sungai Musi, dimana Palembang terletak, adalah bagaikan kota di Tiggris.

Kota Palembang digambarkan mereka adalah kota yang sangat besar, dimana jika dimasuki kota tersebut, kokok ayam jantan tidak berhenti bersahut-sahutan (dalam arti kokok sang ayam mengikuti terbitnya matahari).

Pelaut-pelaut Cina mencatat lebih realistis tentang kota Palembang, dimana mereka melihat bagaimana kehiduapan penduduk kota yang hidup diatas rakit-rakit tanpa dipungut pajak.

Sedangkan bagi pemimpin hidup berumah ditanah kering diatas rumah yang bertiang.

Mereka mengeja nama Palembang sesuai dengan lidah dan aksara mereka.

Palembang disebut atau diucapkan mereka sebagai Po-lin-fong atau Ku-kang (berarti pelabuhan lama).

Setelah mengalami kejayaan diabad-abad ke-7 dan 9, maka dikurun abad ke-12 Sriwijaya mengalami keruntuhan secara perlahan-lahan.

Keruntuhan Sriwijaya ini, baik karena persaingan dengan kerajaan di Jawa, pertempuran dengan kerajaan Cola dari India.

Terakhir kejatuhan ini tak terelakkan setelah bangkitnya bangkitnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.

Kerajaan-kerajaan Islam yang tadinya merupakan bagian-bagian kecil dari kerajaan Sriwijaya, berkembang menjadi kerajaan besar seperti yang ada di Aceh dan Semenanjung Malaysia.

Lambang Kota Palembang (Istimewa)

Arti Lambang Kota Palembang

Pernah melihat lambang kota Palembang yang lengkap dengan semboyannya Palembang Djaja?

Lambang ibukota Sumatera Selatan itu memiliki arti masing-masing setiap lukisannya.

Pemerhati Sejarah Kota Palembang, Rd Muhammad Ikhsan menjelaskan secara resmi Pemerintah kota yang dulunya Kotapradja dan Kotamadya menulis motto lambang kota sebagai Palembang Djaja.

Secara normatif dasar hukumnya pada Keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Kota Besar Palembang No. 36/DPRDK/1956.

Motto Pada lambang kota besar merupakan bagian tidak terpisahkan dari konsepsi lambang kota besar.

"Lambang kota Palembang sendiri itu dbagi secara lengkap terdiri dari tiga bagian," kata Ikhsan yang juga menuliskan di bukunya "Palembang dari Waktoe ke Waktu".

Bagian pertama, Ikhsan menjelaskan bangunan sirah yaitu rumah adat dengan warna asli merah tua coklat dengan pinggiran keemasan berikut 18 tanduk lembaran daun teratai.

Di tengah bagian atas terdapat kembang melati yang belum mekar, berikut simbar yang melambangkan kerukunan, kekeluargaan, dan kesejahteraan kota ini di segala zaman.

Bagian kedua, sambung Ikhsan puncak rebung warna kuning keemasan melambangkan kemuliaan dan keagungan.

Jumlahnya delapan buah, melambangkan bulan Agustus yang bersejarah, bulan proklamasi kemerdekaan RI.

Segitiga ialah bukit yang termasyhur dengan nama Bukit Siguntang adalah tempat kesucian dimana di zaman purbakala yaitu abad ke VII sampai XIII terdapat kumpulan candi, kuil, dan sekolah tinggi yang dikunjungi oleh pendeta, pelajar dari seluruh Asia.

Lingkaran memanjang berwarna biru laut adalah sungai-sungai, empat diantaranya sungai besar yang bertemu di kota, yaitu Komering, Ogan, Lematang dan Musi dan lima lainnya bertemu di luar kota. Kesembilannya berkumpul menjadi satu. Induk dan airnya mengalir di kota.

Bunga teratai berwarna putih melambangkan agama yang suci di segala zaman, dulu, kini dan yang akan datang. Lima lembar dari bunga teratai melambangkan rukun lima agama Islam. Sementara bagian ketiga, lanjut Ikhsan di bawah lambang tertulis motto Palembang Djaja. Ini seperti yang ia kutip di buku RM. Akib tahun 1956.

Motto yang ada di lambang kota Palembang yang jika dieja menjadi Palembang Jaya.

Mengapa semboyan itu dituliskan dengan 'Palembang Djaja', bukan 'Palembang Jaya,?'.

"Karena semula lambang kota berikut semboyannya digunakan pertama kali di tahun 1956, ketika bahasa Indonesia dengan ejaan Soewandi masih digunakan. Sedangkan Djaya dengan kombinasi ejaan Soewandi dan ejaan yang disempurnakan, mungkin salah pengetikan saja," terangnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved