Kecewa dengan Rumah Sakit, Keluarga Angkut Jenazah Naik Pikap, Padahal Sudah Bayar Ambulans
Anggota keluarga Benediktus Boli Hayon, Ruth Wungubelen menjelaskan, Benediktus Boli Hayon menghembuskan napas terakhir di RSUD Larantuka, Selasa (25/
TRIBUNSUMSEL.COM - Kecewa dengan pihak rumah sakit, sebuah keluarga bawa jenazah dengan mobil pikap.
Padahal keluarga tersebut sudah membayar jasa untuk ambulans.
Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Keluarga almarhum Benediktus Boli Hayon kecewa teradap pihak RSUD Larantuka, Kabupaten Flores Timur.
Mereka merasa tidak mendapat pelayanan baik.
Jenazah Benediktus Boli Hayon terpaksa dibawa dari rumah sakit memakai mobil pikap ke Pelabuhan Larantuka selanjutnya dibawa ke Dusun Lewobele, Desa Wotan Ulumado, Pulau Adonara.
Anggota keluarga Benediktus Boli Hayon, Ruth Wungubelen menjelaskan, Benediktus Boli Hayon menghembuskan napas terakhir di RSUD Larantuka, Selasa (25/5) sekitar pukul 19.00 Wita.
Setelah menyelesaikan administrasi termasuk membayar jasa pelayanan ambulans, keluarga hendak mengantar jenazah Benediktus Boli Hayon ke Pelabuhan Larantuka.
Baca juga: Kisah Cinta Pria Ditipu Calon Istrinya, Tempuh Jarak 400 Kilometer untuk Melamar, Mahar Dibawa Lari
Baca juga: Kisah Serka Wahadi Mundur dari Prajurit TNI dan Memilih jadi Pak Kades di OKUT, Rekam Jejaknya

Sembari menunggu jenazah diurus petugas kamar jenazah, perwakilan keluarga menemui petugas yang ada di UGD untuk menyiapkan ambulans.
Petugas meminta keluarga bersabar karena masih menghubungi sopir ambulans.
Tak berselang lama, petugas tersebut menyampaikan bahwa ambulans dipakai melayani pasien Covid-19 sehingga masih disterilkan dengan menyemprot cairan disinfektan.
"Salah satu anggota keluarga kami sempat protes. Saya sendiri juga langsung minta ke UGD. Keluarga seolah menjadi pengemis memohon kepada petugas UGD, baik sebelum maupun sesudah jenazah dimandikan agar ambulans bisa ke kamar jenazah," terang Ruth di Larantuka, Kamis (27/5/2021).
Menurut Ruth, keluarga menunggu hingga pukul 23.00 Wita. Karena tidak ada kepastian ambulans sehingga keluarga mencari mobil lain.
Pihak keluarga mendapat pikap, biasa dipakai untuk menjual air minum.
"Mobil itu biasa dipakai untuk menjual air minum ke warga. Kami terpaksa turunkan drum air lalu muat peti jenazah," ujarnya.
Baca juga: Nenek 63 Tahun di Prabumulih Gigit Tangan Tetangga Gegara Dilarang Ambil Air, Kini Berbuntut Panjang
"Saya sebelumnya menolak saran keluarga. Masa kita pakai pikap? Apalagi sudah bayar jasa ambulans. Tapi karena tunggu sampai larut malam, terpaksa kita gunakan pikap," tambah Ruth.
Berdasarkan informasi yang diterima, lanjut Ruth, RSUD Larantuka memiliki ambulans dua unit.
Namun satu dalam kondisi rusak, yang beroperasi hanya satu dan digunakan untuk melayani pasien Covid-19.
Ia menyayangkan RSUD Larantuka hanya memiliki satu ambulans.
"Rumah Sakit Larantuka hanya memiliki satu ambulans? Lalu digunakan oleh pasien umum dan pasien Covid? Pantas saja jenazah yang ditetapkan sebagai pasien Covid selalu menjadi polemik dan dipersoalkan. Inilah nasib rakyat biasa sudah bayar ambulans sekalipun tapi tetap tidak terlayani," ujarnya kesal.
Ia berharap kejadian yang menimpa keluarganya tidak dialami keluarga pasien lainnya.
"Saya berharap kejadian ini yang pertama dan terakhir, apalagi terjadi pada keluarga yang lain khususnya dari pulau. Apalagi peristiwa kematian terjadi di malam hari."
"Direktur RSUD seharusnya sadar bahwa ketersediaan sarana yang memadai harus dikonsolidasikan agar tidak mengorbankan nakes yang menjadi ujung tombak pelayanan," tandasnya.
Direktur RSUD Larantuka, dr. Sanny enggan berkomentar kejadian tersebut.
Ia menyarankan wartawan mewawancarai KTU RSUD.
"Langsung ke KTU. Saya di ruangan Asisten 1," katanya singkat, Kamis kemarin.
(Pos-Kupang.com/Kanis Jehola)