Pencekalan KPK Berlebihan, Sesuai Konstruksi Hukum Azis Syamsuddin Disebut Tak Terlibat Kasus Suap
Pencekalan KPK Berlebihan, Berdasarkan Konstruksi Hukum Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Disebut Tak Terlibat
TRIBUNSUMSEL.COM - Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin (AS) tampaknya dalam masalah.
Hal tersebut tak lepas usai namaya disebut dalam kasus suap.
Bahkan kini, AS dicekal oleh KPK.
Praktisi hukum Ricky Vinando menyebut AS tidak terlibat kasus suap yang terjadi antara penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju (SRP) dengan Walikota Tanjungbalai M Syahrial (MS).
Menurutnya hal itu terbukti dari konstruksi hukum yang disampaikan oleh Ketua KPK Firli Bahuri.
Dimana dijelaskan yang pertama kali menemui AS adalah MS. Dan di ruang AS, MS menyampaikan kepada AS mengenai adanya penyelidikan KPK di Pemerintahan Tanjungbalai.
"Nah lalu kata KPK, AS meminta ajudannya agar menghubungi SRP agar datang ke rumah dinas. Setelah itu AS langsung memperkenalkan MS kepada SRP, peran AS putus sampai disitu saja," ujar Ricky, kepada wartawan, Jumat (30/4/2021).
"Kemudian MS langsung menyampaikan keinginannya kepada SRP agar SRP bisa membantu MS terkait dengan penyelidikan KPK di Tanjungbalai supaya tidak ditindaklanjuti ke tahap penyidikan. Setelah pertemuan di rumah dinas AS, SRP mengenalkan pengacara Maskur Husain (MH) kepada MS melalui sambungan telepon agar MH bisa ikut membantu permasalahan MS di Tanjungbalai," imbuhnya.
Berdasarkan konstruksi hukum itu, Ricky menilai terbukti dan sangat jelas bahwa AS tidak pernah meminta dan atau tidak pernah memerintahkan agar SRP menghentikan penyelidikan KPK di Tanjungbalai. Karena menurutnya AS sangat mengerti bahwa itu kewenangan mutlak pimpinan KPK dan Deputi Penyelidikan KPK dan atau Deputi Penindakan KPK
"AS hanya memperkenalkan saja dan tidak lebih dari itu. Niat hanya membantu. Tak pernah ada pembahasan uang di rumah dinas AS. Namun ternyata setelah pertemuan itu ada 3 orang lain, SRP, MS, dan MH melalui telepon bermufakat jahat korupsi, ya hukumlah 3 orang itu saja, kan dari penjelasan KPK juga sangat jelas, KPK tidak pernah menyampaikan AS berkomunikasi baik dengan SRP, MS dan MH, KPK sudah menyampaikan fakta," kata dia.
Dengan demikian yang terjadi setelah pertemuan di rumah dinas AS, dapat dipastikan AS tentu tidak tahu menahu lagi. Sebab kesepakatan jahat kata Ricky hanya dibuat oleh 3 orang yaitu SRP, MS dan MH.
Karenanya pencekalan ke luar negeri oleh KPK terhadap AS pun dinilai berlebihan oleh Ricky.
Selain itu, dia mengatakan KPK seharusnya jangan terlalu mendengarkan desakan Koordinator MAKI Boyamin Saiman untuk memeriksa AS dengan Pasal 15 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Jelas sudah dan sangat terang dari konstruksi hukum yang disampaikan KPK, AS tidak pernah bicara soal uang, jangankan uang ya, AS saja tidak pernah berkomunikasi dengan SRP, MS dan MH, justru pembicaraan soal uang itu dilakukan secara jahat hanya oleh SRP, MS dan MH by phone. AS hanya berniat membantu, tapi 3 orang itu malah menusuk dari belakang dengan cara bersepakat jahat untuk korupsi hingga membuat AS menjadi terseret dalam perkara ini dan kena cekal padahal dia tak lakukan tindak pidana apapun. Jadi AS tidak ada memfasilitasi suap," kata Ricky.
"Jadi KPK harus lebih berhati-hati jika ingin menerapkan Pasal 15 dalam kasus ini, mengingat sudah ada contoh putusan pengadilan yang bisa menjadi yurisprudensi Pasal 15 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam kasus Mantan Direktur Utama PLN, Sofyan Basir yang divonis bebas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bahkan sampai Mahkamah Agung," imbuhnya.
Baca juga: Polri Akhirnya Buka Suara Soal Munarman Masih Dilarang Ditemui : Kasus Terorisme itu Berbeda
Baca juga: Mabes Polri Jelaskan Bubuk Ditemukan di Eks Markas FPI yang Disebut Pembersih Toiet, Bahan Peledak
Baca juga: Beredar Kabar Oknum Perwira Ditangkap saat Pesta Narkoba di Surabaya, Senpi juga Diamankan