Hari Kartini

Kutipan R.A Kartini dari Buku Habis Gelap Terbitlah Terang Bisa Dijadikan Status di Media Sosial

Setelah Kartini tiada, surat-surat itu akhirnya dikumpulkan dan dijadikan sebuah buku oleh Mr. JH Abendanon, dan diberi judul Door Duisternis tot Lich

Editor: M. Syah Beni
Buku Habis Gelap Terbitlah Terang
Kutipan R.A Kartini dari Buku Habis Gelap Terbitlah Terang Bisa Dijadikan Status di Media Sosial 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kutipan R.A Kartini dari Buku Habis Gelap Terbitlah Terang Bisa Dijadikan Status di Media Sosial.

R.A Kartini merupakan salah satu tokoh nasional bangsa Indonesia ini meninggal di Rembang, Hindia Belanda, pada tanggal 17 September 1904. 

Ia termasuk seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia karena dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.

Raden Ajeng Kartini atau R. A. Kartini dikenal sebagai tokoh utama emansipasi wanita di Indonesia.

Mengalami banyak rintangan tidak membuat Kartini berhenti berjuang untuk kesetaraan antara perempuan dan laki-laki kala itu.

Kartini membuktikan peran perempuan Indonesia tidak kalah penting dari kaum lelaki.

Kartini secara aktif menulis surat-surat kepada beberapa sahabat penanya.

Setelah Kartini tiada, surat-surat itu akhirnya dikumpulkan dan dijadikan sebuah buku oleh Mr. JH Abendanon, dan diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya".

Baca juga: Puisi Hari Kartini 2021 Modern dan Mengharukan Terbaru, Cocok Dijadikan Status di Medsos

Buku itu akhirnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Berikut kutipan dalam buku Habis Gelap Terbilah Terang

  • "yang tidak berani, tidak menang" itu semboyan saya! Maju terus! Menerjang tanpa gentar dan dengan berani menangani semuanya! Orang-orang yang berani menguasai tiga perempat dunia (hal. 19)
  • Aduhai Tuhan! Alangkah penuhnya kejagatan di dunia ini, di dunia ini penuh hal-hal yang menimbulkan rasa benci dan ngeri (Hal. 47)
  • Agama yang harusnya menjauhkan kita dari berbuat dosa, justru menjadi alasan yang sah kita berbuat dosa. Coba berapa banyaknya dosa yang diperbuat atas nama agama itu? (Hal. 24)
  • Anak perempuan yang pikirannya telah dicerdaskan serta pandangannya telah diperluas tidak akan sanggup lagi hidup dalam dunia nenek moyangny a (hal. 93)
  • Bagi saya hanya ada dua macam kebangsawanan: bangsawan jiwa dan bangsawan budi. (Hal. 10-11)
  • Bagiku, tidak ada sesuatu yang lebih menyenangkan daripada membuat orang lain tersenyum; terutama orang yang kami sayangi. Tidak ada sesuatu yang lebih membahagiakan daripada membuat sepasang mata orang yang kita cintai memandang kita dengan penuh kasih dan bahagia.
  • Dan kita merasa kitalah yang menyebabkan kebahagiaan itu. ( Hal. 30)
  • Bermimpilah terus, bermimpilah terus, bermimpilah selama kamu dapat bermimpi! Apa artinya bila hidup tanpa mimpi? (Hal. 233)
  • Bermimpilah, bermimpilah. Kalau hal itu membuat kamu bahagia, mengapa tidak? (Hal. 136)
  • Bila orang hendak bersungguh-sungguh memajukan peradaban, maka kecerdasan pikiran dan pertumbuham budi harus sama-sama dimajukan (hal. 52)
  • Celakalah manusia yang terkubur oleh kemauan raksasanya sendiri yang keras bagaikan besi! Hanya ada satu kemauan yang boleh dan harus ada pada kita, yaitu kemauan mengabdi pada kebajikan (hal. 111)
  • Cinta menimbulkan cinta kembali. Tetapi pandangan yang merendahkan tidak akan menumbuhkan rasa cinta. (Hal. 89)
  • Dalam perjalanan, berbagai hal yang saya lihat dan dengar semakin menguatkan saya bahwa kecerdasan otak bukanlah segalanya. Kita harus memiliki kecerdasan lain yang lebih tinggi, yang saling mendukung untuk mengantarkan orang kearah yang dituju. Disamping otak, hati juga harus dibimbing. (Hal. 178)
  • Dalam setiap hidup tak dapat dihindari, perpisahan adalah tanda pengenalnya, sepanjang hidup terus-menerus. (Hal. 247)
  • Dan bagaimanakah ibu-ibu bumiputera dapat mendidik anak-anaknya, kalau mereka sendiri tidak berpendidikan (hal. 124)
  • Dan janganlah akal semata yang dipertajam dengan pendidikan, tetapi budi pun harus dipertinggi. (Hal. 222)
  • Dimana orang akan lebih baik belajat mengenal dan mengerti suatu bangsa kalau tidak dalam pengakuan bangsa itu sendiri ... (Hal. 288)
  • Hanya orang-orang yang tabah dan memegang teguh pemikirannya yang dapat melawan kekejaman dan kekerasan kekuasaan dunia. (Hal. 199)
  • Jangan bersusah hati bila permohonan tidak dikabulkan. Bukankah dengan demikian hidup saya tidak sia-sia. Dan, siapa yang mencari kebaikan akan menemukan sendiri kebahagiaan (Hal. 125)
  • Karya Terjemahan, betapapun baiknya, belum tentu sebagus aslinya. Yang asli tentu lebih baik, lebih bagus. Kami suka sekali bacaan; membaca karya-karya bagus adalah kenikmatan kami yang utama (hal. 8-9)
  • Kepercayaan meletakkan kewajiban besar dan tugas semacam itu membawa serta tanggungjawab besar (Hal. 185)
  • Marilah wahai perempuan, gadis. Bangkitlah, marilah kita berjabatan tangan dan bersama-sama mengubah keadaan yang membuat derita ini. (Hal. 86)
  • Peradaban, kecerdasan pikiran, belumlah merupakan jaminan bagi kesusilaan. Sebab dalam kebanyakan hal, kesalahan tidak terletak pada mereka sendiri, melainkan pada pendidikan mereka (Hal. 123)
  • Pernah saya membaca, harta yang paling suci di dunia ini adalah hati laki-laki yang luhur. Kami setuju sekali dengan kata-kata itu. Sungguh hati laki-laki yang luhur itu harta yang palinh berharga di dunia, yang jarang sekali ada. Berbahagialah mereka yang dalam hidupnya berjumpa dengan mutiara semacam itu. (Hal. 225)
  • Sampai kapanpun, kemajuan perempuan itu ternyata menjadi faktor pentinh dalam peradaban bangsa. (Hal. 192)
    Sebab barangsiapa tidak dapat menerima sakit, dia juga kebal terhadap rasa gembira. Barangsiapa tidak menderita, tidak dapat juga merasakan nikmat yang sesungguhnya. (Hal.224)
  • Seperti apapun jalan yang harus ditempuh, jangan pernah lelah berusaha gigih membela semua yang baik (Hal. 263)
  • Setia, kata yang sederhana. Tetapi maknanya sedemikian besar dan dalam! Melebihi cinta. (Hal. 154)
  • Tak ada yang mustahil di dunia ini! Sesuatu hal yang hari ini kita teriakkan mustahil, esok akan menjadi kenyataan yang tak dapat disangkal. (Hal. 164)
  • Untuk dapat menghargai, orang harus dapat mengerti dulu. Dan untuk dapat mengerti, aduh, itu kepandaian yang sukar sekali dicapai! Tidak dapat dipelajari dalam satu hari, bahkan dalam satu tahun! ( Hal. 140)
  • Ya Tuhan, kadang-kadang saya berharap, alangkah baiknya, jika tidak pernah ada agama. Sebab agama yang seharusnya mempersatukan umat manusia, sejak berabad-abad lalu menjadi pangkal perselisihan dan perpecahan, pangkal pertumpahan darah. (Hal. 23)

Baca juga: Emansipasi Wanita Adalah Apa? Sering Disebut Saat Peringatan Hari Kartini Tanggal 21 April

Baca juga: Template Hari Kartini 2021 dan Ucapan Selamat Hari Kartini Paling Berkesan dan Bermakna

Itulah Kutipan R.A Kartini dari Buku Habis Gelap Terbitlah Terang Bisa Dijadikan Status di Media Sosial.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved