Hari Kartini 2021
Foto Gambar dan Kutipan RA Kartini, Peringatan Hari Kartini 2021, Share di Media Sosial
Bagi yang membutuhkan foto gamba RA Kartini, berikut disediakan beberapa pilihan untuk dijadikan status atau dibagikan di media sosial
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Hari Kartini diperingati setiap 21 April. Kartini merupakan pahlawan dan sosok penting dalam memperjuangkan emansipasi wanita.
Raden Ajeng (RA) Kartini ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No108 Tahun 1964.
Banyak cara yang dilakukan masyarakat untuk mengenang dan memeringati Hari Kartini.
Biasanya sebelum pandemi Covid-19, akan ada peragaan busana anak-anak, lomba membaca puisi, hingga menulis.
Bagi yang membutuhkan foto gamba RA Kartini, berikut disediakan beberapa pilihan untuk dijadikan status atau dibagikan di media sosial.
Kutipan RA Kartini
R.A Kartini atau yang bernama lengkap Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, Hindia Belanda, 21 April 1879.
Salah satu tokoh nasional bangsa Indonesia ini meninggal di Rembang, Hindia Belanda, pada tanggal 17 September 1904.
Ia termasuk seorang tokoh Jawa dan Pahlupakan salah satu dari sederet pahlawan perempuan nasional yang meninggalkan jasa besar untuk Negeri.
Ia dikenal sebagai tokoh utama emansipasi wanita di Indonesia.
Mengalami banyak rintangan tidak membuat Kartini berhenti berjuang untuk kesetaraan antara perempuan dan laki-laki kala itu.
Kartini membuktikan peran perempuan Indonesia tidak kalah penting dari kaum lelaki.
Kartini secara aktif menulis surat-surat kepada beberapa sahabat penanya.
Setelah Kartini tiada, surat-surat itu akhirnya dikumpulkan dan dijadikan sebuah buku oleh Mr. JH Abendanon, dan diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya".
Buku itu akhirnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Baca juga: 25+ Ucapan Selamat Hari Kartini 2021, Inspiratif dan Penuh Motivasi
Dikutip dari Tribunbali.com berikut kutipan dalam buku Habis Gelap Terbilah Terang.
1. Karya Terjemahan, betapapun baiknya, belum tentu sebagus aslinya. Yang asli tentu lebih baik, lebih bagus. Kami suka sekali bacaan; membaca karya-karya bagus adalah kenikmatan kami yang utama (hal. 8-9)
2. Bagi saya hanya ada dua macam kebangsawanan: bangsawan jiwa dan bangsawan budi. (Hal. 10-11)
3. "yang tidak berani, tidak menang" itu semboyan saya! Maju terus! Menerjang tanpa gentar dan dengan berani menangani semuanya! Orang-orang yang berani menguasai tiga perempat dunia (hal. 19)
4. Ya Tuhan, kadang-kadang saya berharap, alangkah baiknya, jika tidak pernah ada agama. Sebab agama yang seharusnya mempersatukan umat manusia, sejak berabad-abad lalu menjadi pangkal perselisihan dan perpecahan, pangkal pertumpahan darah. (Hal. 23)
5. Agama yang harusnya menjauhkan kita dari berbuat dosa, justru menjadi alasan yang sah kita berbuat dosa. Coba berapa banyaknya dosa yang diperbuat atas nama agama itu? (Hal. 24)
6. Bagiku, tidak ada sesuatu yang lebih menyenangkan daripada membuat orang lain tersenyum; terutama orang yang kami sayangi. Tidak ada sesuatu yang lebih membahagiakan daripada membuat sepasang mata orang yang kita cintai memandang kita dengan penuh kasih dan bahagia. Dan kita merasa kitalah yang menyebabkan kebahagiaan itu. ( Hal. 30)
7. Aduhai Tuhan! Alangkah penuhnya kejagatan di dunia ini, di dunia ini penuh hal-hal yang menimbulkan rasa benci dan ngeri (Hal. 47)
8. Bila orang hendak bersungguh-sungguh memajukan peradaban, maka kecerdasan pikiran dan pertumbuham budi harus sama-sama dimajukan (hal. 52)
9. Marilah wahai perempuan, gadis. Bangkitlah, marilah kita berjabatan tangan dan bersama-sama mengubah keadaan yang membuat derita ini. (Hal. 86)
10. Cinta menimbulkan cinta kembali. Tetapi pandangan yang merendahkan tidak akan menumbuhkan rasa cinta. (Hal. 89)
11. Anak perempuan yang pikirannya telah dicerdaskan serta pandangannya telah diperluas tidak akan sanggup lagi hidup dalam dunia nenek moyangny a (hal. 93)
12. Celakalah manusia yang terkubur oleh kemauan raksasanya sendiri yang keras bagaikan besi! Hanya ada satu kemauan yang boleh dan harus ada pada kita, yaitu kemauan mengabdi pada kebajikan (hal. 111)
13. Peradaban, kecerdasan pikiran, belumlah merupakan jaminan bagi kesusilaan. Sebab dalam kebanyakan hal, kesalahan tidak terletak pada mereka sendiri, melainkan pada pendidikan mereka (Hal. 123)
14. Dan bagaimanakah ibu-ibu bumiputera dapat mendidik anak-anaknya, kalau mereka sendiri tidak berpendidikan (hal. 124)
15. Jangan bersusah hati bila permohonan tidak dikabulkan. Bukankah dengan demikian hidup saya tidak sia-sia. Dan, siapa yang mencari kebaikan akan menemukan sendiri kebahagiaan (Hal. 125)
16. Bermimpilah, bermimpilah. Kalau hal itu membuat kamu bahagia, mengapa tidak? (Hal. 136)
17. Untuk dapat menghargai, orang harus dapat mengerti dulu. Dan untuk dapat mengerti, aduh, itu kepandaian yang sukar sekali dicapai! Tidak dapat dipelajari dalam satu hari, bahkan dalam satu tahun! ( Hal. 140)
18. Setia, kata yang sederhana. Tetapi maknanya sedemikian besar dan dalam! Melebihi cinta. (Hal. 154)
19. Tak ada yang mustahil di dunia ini! Sesuatu hal yang hari ini kita teriakkan mustahil, esok akan menjadi kenyataan yang tak dapat disangkal. (Hal. 164)
20. Dalam perjalanan, berbagai hal yang saya lihat dan dengar semakin menguatkan saya bahwa kecerdasan otak bukanlah segalanya. Kita harus memiliki kecerdasan lain yang lebih tinggi, yang saling mendukung untuk mengantarkan orang kearah yang dituju. Disamping otak, hati juga harus dibimbing. (Hal. 178)
21. Kepercayaan meletakkan kewajiban besar dan tugas semacam itu membawa serta tanggungjawab besar (Hal. 185)
22. Sampai kapanpun, kemajuan perempuan itu ternyata menjadi faktor pentinh dalam peradaban bangsa. (Hal. 192)
23. Hanya orang-orang yang tabah dan memegang teguh pemikirannya yang dapat melawan kekejaman dan kekerasan kekuasaan dunia. (Hal. 199)
24. Dan janganlah akal semata yang dipertajam dengan pendidikan, tetapi budi pun harus dipertinggi. (Hal. 222)
25. Sebab barangsiapa tidak dapat menerima sakit, dia juga kebal terhadap rasa gembira. Barangsiapa tidak menderita, tidak dapat juga merasakan nikmat yang sesungguhnya. (Hal.224)
26. Pernah saya membaca, harta yang paling suci di dunia ini adalah hati laki-laki yang luhur. Kami setuju sekali dengan kata-kata itu. Sungguh hati laki-laki yang luhur itu harta yang palinh berharga di dunia, yang jarang sekali ada. Berbahagialah mereka yang dalam hidupnya berjumpa dengan mutiara semacam itu. (Hal. 225)
27. Bermimpilah terus, bermimpilah terus, bermimpilah selama kamu dapat bermimpi! Apa artinya bila hidup tanpa mimpi? (Hal. 233)
28. Dalam setiap hidup tak dapat dihindari, perpisahan adalah tanda pengenalnya, sepanjang hidup terus-menerus. (Hal. 247)
29. Seperti apapun jalan yang harus ditempuh, jangan pernah lelah berusaha gigih membela semua yang baik (Hal. 263)
30. Dimana orang akan lebih baik belajat mengenal dan mengerti suatu bangsa kalau tidak dalam pengakuan bangsa itu sendiri ... (Hal. 288)
