Senior Demokrat Buka Suara Soal Isu KLB hingga Sebut SBY Bukan Pendiri Partai
Pendiri PD Jawa Barat itu menjelaskan beberapa di antara keganjilan dan keanehan saat PD masih diketuai SBY hingga kini.
TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disebut bukan pendiri Partai Demokrat.
Hal tersebut diungkapkan oleh senior Partai Demokrat Yan Rizal Usman di tengah menanggapi isu kongres luar biasa (KLB) yang berembus kencang di internal partai pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu.
Menurutnya, isu KLB muncul karena beberapa hal yang dibuat oleh SBY hingga menurun ke putra sulungnya.
"KLB tidak bisa ditahankan lagi, dan KLB adalah buah dari karma sumpah muhabalah yang mereka buat sendiri," kata Yan lewat keterangan tertulis, Senin (1/3/2021).
Pendiri PD Jawa Barat itu menjelaskan beberapa di antara keganjilan dan keanehan saat PD masih diketuai SBY hingga kini.
"Sesuai fakta dan sejarah SBY bukan pendiri partai, bahkan tidak terlibat sama sekali apalagi berdarah-darah."
"Sampai pada HUT ke-2 PD di Wisma Kinasih Bogor barulah dia bergabung," ungkapnya.
Kemudian, Yan menyebut SBY pernah berjanji menjadi Ketum PD hanya untuk menyelamatkan partai, tetapi pada 2015 justru terpilih lagi secara aklamasi.
"Buruknya lagi, SBY melakukan penarikan upeti berupa iuran tiap bulan dari Fraksi Tk 1 dan 2 oleh DPP sesuai PO No 01 yang ditandatangani SBY."
"Ini sangat memberatkan kader."
"Ada pula setoran Mahar Cakada ke DPP pada Pilkada 2020 yang tidak dibagikan ke DPD dan DPC sesuai janji untuk modal kampanye calon," tambahnya.
Saat kongres 2020 ketika AHY terpilih menjadi Ketum Demokrat, Yan menyebut tak ada suara yang dilibatkan dari DPC
"Memberangus wewenang DPD dan DPC, di mana Musda dan Muscab hanya mengusulkan 3 calon."
"Calon pimpinan DPRD dan fraksi dipilih dan ditetapkan DPP. Semua sangat berpotensi transasksional," tambahnya.
Begitu juga soal kader-kader yang dipecat, yang menurut Yan, tidak prosedural.
Baca juga: Pengakuan Marzuki Alie Dihubungi Sejumlah Orang untuk Bergabung Rancang KLB : Saya Belum Putuskan
"Tidak sah karena masih berlanjut di pengadilan atau belum inkrah."
"Kader yang dipecat atau di Plt melakukan gugatan di pengadilan untuk batalkan pemecatan."
"Gugatan bisa jadi ujungnya batalkan kepengurusan AHY," papar Yan.
Sebelumnya, DPP Partai Demokrat memberikan sanksi pemberhentian tetap dengan tidak hormat, kepada 7 kader yang terlibat dalam gerakan kudeta Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Hal itu berdasarkan desakan para Ketua DPD dan Ketua DPC untuk memecat para pelaku Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD).
"DPP Partai Demokrat memutuskan untuk memberikan sanksi pemberhentian tetap dengan tidak hormat sebagai anggota Partai Demokrat terhadap nama-nama berikut."
"Darmizal, Yus Sudarso, Tri Yulianto, Jhoni Allen Marbun, Syofwatillah Mohzaib, dan Ahmad Yahya," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) Demokrat Herzaky Mahendra Putra, Jumat (26/2/2021).
"Keputusan pemberhentian tetap dengan tidak hormat kepada enam orang anggota Partai Demokrat ini."
"Juga sesuai dengan keputusan dan rekomendasi Dewan Kehormatan Partai Demokrat, yang telah melakukan rapat dan sidangnya selama beberapa kali dalam sebulan terakhir ini," imbuhnya.
Terkait dengan GPK-PD, Dewan Kehormatan Partai Demokrat telah menetapkan keenam orang tersebut terbukti melakukan perbuatan tingkah laku buruk yang merugikan Partai Demokrat.
Tindakan buruk itu dengan cara mendiskreditkan, mengancam, menghasut, mengadu domba, melakukan bujuk rayu dengan imbalan uang dan jabatan.
Juga, menyebarluaskan kabar bohong dan fitnah serta hoaks dengan menyampaikan kepada kader dan pengurus Partai Demokrat di tingkat pusat dan daerah.
Partai Demokrat dinilai gagal dan karenanya kepengurusan Partai Demokrat hasil Kongres V PD 2020 harus diturunkan melalui Kongres Luar Biasa (KLB) secara illegal dan inkonstitutional dengan melibatkan pihak eksternal.
"Padahal, kepemimpinan dan kepengurusan serta AD/ART Partai Demokrat hasil Kongres V PD 2020, telah mendapatkan pengesahan dari pemerintah melalui Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan masuk dalam lembaran negara," tutur Herzaky.
Selain keenam orang di atas, DPP Partai Demokrat juga memberikan sanksi pemberhentian tetap dengan tidak hormat sebagai anggota Partai Demokrat kepada Marzuki Alie.
Marzuki dianggap melakukan pelanggaran etika Partai Demokrat, sebagaimana rekomendasi Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat.
Marzuki Alie terbukti bersalah melakukan tingkah laku buruk dengan tindakan dan ucapannya, yakni menyatakan secara terbuka di media massa dengan maksud agar diketahui publik secara luas tentang kebencian dan permusuhan kepada Partai Demokrat.
Yakni, terkait organisasi, kepemimpinan, dan kepengurusan yang sah.
"Tindakan yang bersangkutan telah mengganggu kehormatan dan integritas, serta kewibawaan Partai Demokrat," beber Herzaky.
Herzaky menyebut, pernyataan dan perbuatan Marzuki Alie merupakan fakta yang terang benderang berdasarkan laporan kesaksian dan bukti-bukti serta data dan fakta yang ada.
Oleh karena itu, menurut Dewan Kehormatan Partai Demokrat, yang bersangkutan tidak perlu dipanggil untuk didengar keterangannya lagi, atau diperiksa secara khusus, sesuai dengan ketentuan pasal 18 Ayat (4) Kode Etik Partai Demokrat.
"Berdasarkan keputusan dan rekomendasi Dewan Kehormatan Partai Demokrat, jelas bahwa Marzuki Alie telah melakukan tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat."
"Pakta Integritas dan Kode Etik Partai Demokrat."
"Tindakan Marzuki Alie sangat melukai perasaan para pimpinan, pengurus dan kader Partai Demokrat, di seluruh Tanah Air."
"Hal ini dibuktikan dengan adanya desakan yang sangat kuat dari para pimpinan dan pengurus serta para kader di tingkat DPP, DPD, DPC dan organisasi sayap."
"Termasuk para senior partai, untuk memecat Marzuki Alie," papar Herzaky. (Reza Deni)