Apa Itu Catcalling, Bentuk Pelecehan yang Sering Terjadi Pada Perempuan, Ini Artinya
Istilah kata catcalling belakangan ini sering kali viral di media sosial. Lantas apa itu catcalling ? Mengapa istilah catcalling sering dibahas netize
TRIBUNSUMSEL.COM - Istilah kata catcalling belakangan ini sering kali viral di media sosial.
Biasanya diikuti dengan unggahan pengguna media sosial yang menjadi korban catcalling. Perempuan paling sering menjadi korban.
Lantas apa itu catcalling ?
Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat menjelaskan, catcalling merupakan salah satu bentuk pelecehan seksual dalam bentuk kekerasan verbal atau kekerasan psikis.
"Terdapat nuansa seksual dalam ucapan, komentar, siulan, atau pujian, kadang-kadang disertai kedipan mata. Korban merasa dilecehkan, tak nyaman, terganggu, bahkan terteror," katanya dikutip dari Kompas.com
Pujian atau sapaan bernuansa seksual, selama ini dianggap biasa saja. Padahal, perilaku semacam ini merupakan salah satu bentuk pelecehan.
Baca juga: Apa Itu SNMPTN dan UTBK-SBMPTN 2021, Ini Jadwal dan Persyaratan Pendaftaran
Catcalling merupakan bentuk pelecehan seksual di ruang publik, biasanya dilakukan di jalanan atau fasilitas umum lainnya.
Menurut Rainy, ada pengaruh relasi kuasa pada perilaku catcalling.
"Pelaku merasa berada pada posisi superior sehingga berhak melakukan sesukanya tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain,"kata Rainy.
Pelakunya bisa siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan, sendiri atau beramai-ramai. Catcalling juga dapat dialami siapa saja tanpa pandang jenis kelamin. Akan tetapi, kata Rainy, korban terbanyak adalah perempuan.
"Walau laki-laki bisa jadi korban catcalling, namun korban terbanyak perempuan," kata dia.
Baca juga: Apa Itu Aquascape? Adalah Seni yang Mulai Digandrungi, Ini Tips Cara Membuat Sederhana Bagi Pemula
Dalam beberapa kasus pelecehan verbal, pakaian atau penampilan korban, kerap dijadikan alasan.
Rainy menegaskan, pandangan semacam ini adalah hal yang salah. Pada kasus catcalling yang dialami korban, yang mayoritas perempuan, dipandang sebagai objek seksual.
"Tubuh perempuan dipandang sebagai tubuh seksual yang membuat laki-laki tergoda," kata Rainy.
Rainy mencontohkan, kasus catcalling yang terjadi pada malam hari terhadap perempuan yang sendirian menunggu bus di halte. Ketika terjadi catcalling, korban justru disalahkan.
Baca juga: Apa itu Valentine Day? Ini Sejarah Valentine yang Sebenarnya
"Jadi (yang disalahkan) bukan pelaku yang mengenakan lensa patriarkis dalam memandang perempuan," ujar Rainy.
Rainy menegaskan, pelecehan tejadi bukan karena penampilan atau apa yang dipakai korban, tetapi memang kultur si pelaku pelecehan.
Ia juga menekankan, tindakan seperti ini tak bisa dibenarkan. Pada tingkatan tertentu, Rainy mengungkapkan, dampak catcalling dapat menimbulkan trauma berkepanjangan terhadap korbannya.
Korban jadi membatasi mobilitasnya jika tidak ditemani saat keluar rumah, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup dan menghambat perkembangan pribadinya.
Baca juga: Apa Itu Sekolah Penggerak? Ini Syarat Lengkap, Kriteria Seleksi, Link Pendaftaran Kepala Sekolah
"Segala bentuk pelecehan seksual tak boleh dibiarkan, apalagi atas nama perbuatan iseng, bila kita ingin membangun masyarakat tanpa kekerasan," kata Rainy.