Jenderal Min Aung Hlaing Sosok di Balik Kudeta Myanmar, Pimpin Penindasan Rohingya

Min Aung Hlaing sempat dikecam dunia, karena memimpin penindasan terhadap populasi Rohingya tanpa kewarganegaraan Myanmar pada 2017

Editor: Wawan Perdana
irrawaddy.com
Jenderal Min Aung Hlaing menjadi sosok penting di balik kudeta militer terhadap pemerintahan Myanmar, Senin (1/2/2021) 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Jenderal Min Aung Hlaing menjadi sosok penting di balik kudeta militer terhadap pemerintahan Myanmar, Senin (1/2/2021).

Gerakannya telah menangkap Suu Kyi dan dan sejumlah tokoh senior dari Partai National League for Democracy ( NLD) dalam sebuah penggerebekan pada Senin (1/2/2021) dini hari.

Jenderal Min Aung Hlaing adalah panglima tertinggi Myanmar yang memiliki banyak kontroversi.

Min Aung Hlaing sempat dikecam dunia, karena memimpin penindasan terhadap populasi Rohingya tanpa kewarganegaraan Myanmar pada 2017.

Jenderal ini juga diblokir dari Facebook, akibat memicu ujaran kebencian terhadap kelompok minoritas yang dianiaya tersebut.

Penyelidik PBB pun meminta sang jenderal dan para pemimpin militer lainnya untuk dituntut atas alasan genosida.

Namun, selama bertahun-tahun Jenderal Min Aung Hlaing dengan tegas membantah hampir semua tuduhan pelanggaran HAM.

Ia juga mengatakan, operasi militer yang membuat sekitar 750.000 etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, benar dilakukan untuk membasmi pemberontak.

AFP pada Senin (2/1/2021) mewartakan, pria berusia 64 tahun itu ditunjuk memimpin militer Myanmar pada 2011, tepat ketika generasi pemimpin militer sebelumnya sedang mentansisikan sistem parlementer, setelah hampir 50 tahun terbelenggu kediktatoran militer.

Jenderal Aung Hlaing kemudian menginisiasi program ambisius berbiaya mahal, untuk melengkapi tentara dengan peralatan modern, membekalinya dengan senjata-senjata dari China, Rusia, Israel, serta negara produsen besar lainnya.

Akan tetapi Min Aung Hlaing pernah mengisyaratkan terjun ke dunia politik setelah usia 65 tahun, umur ketika dia harus pensiun.

"Dia tergoda mencalonkan diri sebagai warga sipil," ungkap analis Myanmar, Herve Lemahieu, dari Institut Lowy Australia.

Lemahieu memaparkan, sang jenderal mungkin berharap mendapat bantuan partai politik yang didukung militer, meski pada pemilu Myamnar tahun lalu kalah.

"Dia mungkin sudah berhitung sekarang bahwa... tidak ada sarana pemilu yang bisa membuatnya tetap berkuasa," lanjut Lemahieu.

Pemilu Myanmar 2020 dimenangkan dengan telak oleh Aung San Suu Kyi dan partainya, National League for Democracy (NLD), tetapi hasil itu digugat oleh pihak militer.

Halaman
12
Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved