Ini 3 Alasan Utama Mengapa Virus Nipah Bisa Jadi Ancaman Pandemi Berikutnya

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan Virus Nipah sebagai patogen yang berpotensi menimbulkan situasi darurat kesehatan masyarakat

Editor: Wawan Perdana
Istimewa/ Kompas.com
Supaporn Wacharapluesadee, pemburu virus kelas wahid asal Thailand menyebut, tingkat kematian untuk virus Nipah mencapai 75 persen dan belum ada vaksin 

TRIBUNSUMSEL.COM-Badan Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan Virus Nipah sebagai patogen yang berpotensi menimbulkan situasi darurat kesehatan masyarakat.

WHO juga memasukaan prioritas anggaran riset dan pengembangan penelian Virus Nipah.

Ada 10 patogen yang masuk daftar paling mengancam kesehatan manusia, yang berpotensi menjadi pandemi, dan yang belum ada vaksinnya.

Virus Nipah masuk dalam 10 daftar itu sebab sejumlah wabah sudah terjadi di Asia.

Ada beberapa alasan yang membuat virus Nipah begitu mengancam :

1. Periode inkubasinya yang lama (dilaporkan hingga 45 hari, dalam satu kasus) berarti ada banyak kesempatan bagi inang yang terinfeksi, tidak menyadari bahwa mereka sakit, untuk menyebarkannya.

2. Dapat menginfeksi banyak jenis hewan, menambah kemungkinan penyebarannya.

3. Dapat menular baik melalui kontak langsung maupun konsumsi makanan yang terkontaminasi.

Seseorang yang terinfeksi virus Nipah dapat mengalami gejala-gejala pernapasan termasuk batuk, sakit tenggorokan, meriang dan lesu, dan ensefalitis, pembengkakan otak yang dapat menyebabkan kejang-kejang dan kematian.

Manusia dapat terpapar virus Nipah melalui kontak dengan kelelawar.

"Setiap interaksi manusia dengan kelelawar dapat dianggap sebagai interaksi berisiko tinggi," menurut Veasna Duong, kepala unit virologi di laboratorium penelitian Institut Pasteur di Phnom Penh dan kolega Wacharapluesadee.

"Paparan seperti ini dapat menyebabkan virus bermutasi, yang dapat menyebabkan pandemi," kata Duong.

Misalnya di pasar Battambang, kota di Sungai Sangkae di barat laut Kamboja. Ribuan kelelawar buah hinggap di pepohonan sekitar pasar, berak, dan kencing pada apapun yang lewat di bawahnya. Bila diamati dari dekat, atap kios-kios di pasar penuh dengan tahi kelelawar.

Berkerabat dengan Virus Corona

Supaporn Wacharapluesadee, pemburu virus kelas wahid asal Thailand menyebut, tingkat kematian untuk virus Nipah mencapai 75 persen dan belum ada vaksin.

Pada Januari 2020, Supaporn Wacharapluesadee dan timnya berhasil mendeteksi kasus pertama Covid-19 di luar China.

Sekarang, Wacharapluesadee memantau ancaman yang berpotensi menjadi pandemi berikutnya yakni Virus Nipah.

Ia memimpin Thai Red Cross Emerging Infectious Disease-Health Science Centre, lembaga penelitian yang meneliti penyakit-penyakit infeksi baru (emerging), di Bangkok.

Selama 10 tahun terakhir, ia menjadi bagian dari Predict, ikhtiar global untuk mendeteksi dan menghentikan penyakit yang dapat melompat dari hewan ke manusia.

Ketika mendeteksi Covid-19, Wacharapluesadee dan timnya mendapati bahwa - selain merupakan virus baru yang tidak berasal dari manusia - virus tersebut berkerabat dekat dengan jenis virus corona yang telah ditemukan pada kelelawar.

Sepanjang kariernya, Wacharapluesadee dan para koleganya telah meneliti ribuan sampel kelelawar dan menemukan banyak virus baru.

Sebagian besarnya adalah virus corona, tapi juga ada banyak penyakit mematikan lain yang dapat menular ke manusia.

Salah satunya adalah virus Nipah. Virus ini dibawa oleh kelelawar buah, yang merupakan inang alaminya.

"Ini sangat mengkhawatirkan karena belum ada obatnya... dan tingkat kematian yang disebabkan virus ini tinggi," kata Wacharapluesadee.

Dia menemukan, tingkat kematian virus Nipah berkisar antara 40 hingga 75 persen, tergantung lokasi terjadinya wabah.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Virus Nipah, Ancaman Pandemi Berikutnya di Asia"

Sumber: Kompas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved