TERBARU, Hasil Investigasi Komnas HAM Terkait Tewasnya 6 Laskar FPI Diserahkan ke Presiden Jokowi
Dalam keterangannya, Mahfud MD menegaskan sejak awal pemerintah tidak membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) sendiri, melainkan menyerahkan kepad
TRIBUNSUMSEL.COM - Kasus tewasnya 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) terus berlanjut.
Terbaru, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyerahkan berkas laporan penyelidikan tewasnya laskar kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kamis (14/1/2021).
"Kehadiran Komnas HAM menyampaikan kepada Presiden terkait tewasnya enam laskar yang mengawal Muhammad Rizieq Shihab pada tanggal 7 Desember 2020," ungkap Menko Polhukam Mahfud MD dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis.
Dalam keterangannya, Mahfud MD menegaskan sejak awal pemerintah tidak membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) sendiri, melainkan menyerahkan kepada Komnas HAM, sesuai dengan undang-undang yang mengatur.
"Sejak awal kita katakan silahkan Komnas HAM selidiki, kita tidak akan ikut campur."
"Komnas HAM sudah bekerja dengan sepenuhnya dan hasilnya sudah diumumkan hari Jumat kemarin kepada masyarakat."
"Dan tadi Presiden menerima secara langsung naskah laporan hasil investigasi itu dengan semua rekomendasinya," ungkap Mahfud MD.
Sementara itu Komisioner Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menyebut pihaknya menyerahkan laporan penyelidikan pagi tadi pada pukul 10.00 WIB.
"Alhamdulillah jam 10 pagi kami bertujuh, seluruh komisioner, diterima Bapak Presiden untuk menyampaikan laporan lengkap 106 halaman lebih dengan dokumen-dokumen tambahan, termasuk barang-barang bukri yang melengkapi laporan kami," ungkap Damanik.
Nyatakan Adanya Pelanggaran HAM
Sebelumnya diketahui Komnas HAM menyatakan ada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh petugas Kepolisian dalam tewasnya empat laskar Front Pembela Islam (FPI).
Sedangkan atas tewasnya dua laskar FPI lainnya, Komnas HAM tidak menyebut sebagai pelanggaran HAM.
Hal itu diungkapkan Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam, dalam konferensi pers, Jumat (8/1/2021).
Anam menjelaskan, enam anggota laskar FPI yang meninggal dunia merupakan dua konteks peristiwa yang berbeda.
"Yang pertama, insiden sepanjang Jalan Internasional Karawang Barat sampai diduga mencapai KM 49 Tol Cikampek, yang menewaskan dua orang laskar FPI, substansi konteksnya merupakan peristiwa saling serempet antarmobil dan saling serang antar petugas dan laskar FPI, bahkan dengan menggunakan senjata api," jelas Anam dikutip dari tayangan Kompas TV.
"Berikutnya, sedangkan terkait peristiwa KM 50 sampai ke atas, terdapat empat orang yang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara."
"Yang kemudian ditemukan tewas, maka peristiwa tersebut merupakan bentuk dari peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia," ungkap Anam.
Anam dalam menyebut, penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain untuk menghindari semakin banyak jatuhnya korban jiwa, mengindikasikan tindakan unlawful killing terhadap empat orang anggota laskar FPI.
"Jadi ini ada perbedaan dua konteks, karena ada ketegangan, ada srempet-srempet, benturan antarmobil, sampai tembak menembak dan berujung pada dua orang meninggal."
"Kalau yang empat di dalam penguasaan petugas resmi negara yang pada akhirnya meninggal, yang empat ini kita sebut peristiwa pelanggaran HAM," ungkapnya.
4 Rekomendasi Komnas HAM
Maka dari itu, Anam menyebut Komnas HAM merekomendasikan empat poin terhadap lanjutan kasus ini.
Pertama, Komnas HAM menyatakan peristiwa tewasnya empat orang anggota laskar FPI merupakan kategori pelanggaran HAM.
"Oleh karenanya Komnas HAM merekomendasikan kasus ini harus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana, guna mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan," ungkap Anam.
Anam menyebut kasus ini tidak boleh dilakukan dengan internal, tapi harus dengan penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana.
"Kedua, mendalami dan melakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang terdapat dalam dua mobil Avanza Hitam B 1759 PWQ dan Avanza Silver B 1278 KGD," ungkap Anam.
"Ketiga, mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh laskar FPI."
"Keempat, meminta proses penegakan hukum akuntabel, obyektif, transparan, sesuai dengan standar HAM," ujarnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)