Vaksin Corona Perdana di Sumsel
Efikasi Vaksin Sinovac 65 Persen Bikin Masyarakat Ragu, Ini Kata Ahli Epidemologi Sumsel
Efikasi Vaksin Sinovac 65 Persen kurang dipahami masyarakat. Penjelasan ahli epidemologi Sumsel dr Iche Andriani Liberty, SKM.M.Kes
Penulis: Sri Hidayatun | Editor: Yohanes Tri Nugroho
TRIBUNSUMSEL.COM.PALEMBANG- Masih banyaknya masyarakat yang takut dan ragu untuk divaksin sinovac, menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah saat ini.
Menurut Marketing FE Unsri, M Eko Fitrianto, SE.MSi mengatakan hal ini dikarenakan masih kurangnya informasi dan edukasi dari pemerintah terkait vaksin buatan china ini.
"Upaya yang dilakukan pemerintah "menjual" atau artinya memberikan gratis vaksin ini kurang disambut hangat masyarakat atau biasa-biasa saja," ujarnya, Selasa (12/1/2021).
Ini disebabkan karena masyarakat belum banyak mengetahui informasi terkait vaksin tersebut. Sehingga membuat orang takut dan ragu.
"Seperti soal efikasi 65,3 persen yang kurang dipahami masyarakat yang dinilai rendah dibandingkan dengan yang lain. Informasi seperti ini yang awam bagi masyarakat," jelas dia.
Apalagi, ini adalah produk baru yang masih kurang informasinya kepada masyarakat.
"Saya juga belum melihat pemerintah melakukan pemetaan reaksi pemerintah seperti apa karena masyarakat kita ini beragam," bebernya.
Lanjut dia, bahkan untuk masyarakat yang sering interaksi dengan sosial media yang banyak informasi menyesatkan ini yang perlu di edukasi.
"Jadi edukasi ini memang pekerjaan yang berat bagi pemerintah apa yang menjadi keraguan masyarakat, apa yang menjadi keraguan dari produk tersebut dan apa keinginan masyarakat," beber dia.
Jika masyarakat sudah memiliki persepsi sudah terbentuk maka menjadi sikap. Dan jika sikap sudah kuat tentu menjadi tugas berat untuk merubahnya.
"Bagaimana kita bersedia menerima atau tidak tentu dari diri kita sendiri, sikap kita antipati atau tidak," jelas dia.
Karena itu, jika ada hal yang salah dimasyarakat tentu harus diperbaiki.
"Masyarakat saat ini sangat mudah sekali dapat informasi dari wa grup yang tidak divalidasi dulu," ungkap dia.
Sementara itu, dr Iche Andriani Liberty, SKM.M.Kes ahli epidemologi Sumsel membenarkan kurangnya sosialisasi dan edukasi membuat masyarakat takut untuk divaksin.
"Sejak maret 2020 ditetapkan covid ini pandemi pejabat pemerintah hingga Presiden telah menjadi role mode dan menjadi teladan yang baik dan kementrian kesehatan juga telah mengcounter informasi hoax kepada masyarakat," jelas dia.
Dan lanjut dia informasi yang tidak benar yang beredar juga sebagai salah satu masyarakat menjadi takut untuk divaksin.
"Karena informasi yang beredar di masyarakat ini luar biasa. Padahal dan harusnya informasi ilmiah terus diberikan kepada masyarakat,"jelas dia.
Seperti vaksin sinovac buatan china ini yang masih banyak informasinya kepada masyarakat.
"Vaksin sinovac ini ada efikasinya sebesar 65,3 persen dan masyarakat ini kurang tahu," jelas dia.
dr Iche mengatakan efikasi ini berbeda dengan efektifitas. Jelasnya, efikasi bisa keluar nilainya setelah diuji klinis sedangkan efektifitas bisa keluar nilainya setelah diberikan kepada masyarakat.
"Efikasi ini benar-benar pada populasi penelitian uji klinik kita di Bandung yang melibatkan 1600 umum," jelasnya.
Dari 1600 populasi ini dibagi dua kelomplok, satu kelompok dapat intervensi vaksin dan satu kelompok dapat plasebo.
"Nilai efikasi ini keluar dari hasil perbandingan kedua kelompok ini. Berapa sih kemanjurannya, kemampuannya vaksin dalam mencegah terjadi infeksi antara kelompok yang divaksin dan tidak divaksin," jelas dia.
Lantas mengapa berbeda dengan Turki dan Brazil karena beda populasinya dan subjeknya. Di Turki sampai 91 persen efikasinya dan Brazil sampai 78 persen.
"Memang informasi yang kita peroleh dari komisi penilai obat atau BPOM yang juga akademisi bahwasanya di Turki itu 20 persen tenaga kesehatan dan 80 persen orang yang beresiko tinggi . Sedangkan di Brazil semuanya tenaga kesehatan dan di Indonesia populasi umum jadi memang beda subjeknya," jelas dia.
Sehingga hasil uji klinis di Bandung ini bisa dipakai di Indonesia. Artinya 65,3 persen ini bisa mencegah infeksi.
"Tapi yang masyarakat perlu tahu itu bukan rendah karena WHO, BPOM sudah menetapkan batas ambang diatas 50 persen sedangkan ini sudah melebihi standarnya ," jelas dia.
Kata dr Iche nilai 65,3 persen ini memiliki sampak yang besar kalau ini dilakukan.
"Berapa banyak orang dapat dicegah infeksi, dapat mengurangi pelayanan kesehatan dirumah sakit dan menekan kematian.
Untuk mencapai kekebalan ini harus sekitar 70 hingga 80 persen di vaksinasi dan Indonesia sekitar 65 hingga 70 persen berdasarkan survei yang dilakukan.
"Masyarakat juga sudah menyadari untuk mengatasi pandemi tapi tetap juga dengan harus diterapkan 3M," jelas dia.
Namun, walaupun ada vaksin jangan "didewakan" karena vaksin yang nyata adalah masker, cuci tangan dan jaga jarak yang saat ini.
