Cerita 3 Perempuan di Palembang Menikah di Bawah Umur, Ada Hamil Anak ke 3 di Usia 18 Tahun
Bahkan awalnya sebelum diberikan edukasi dari Puskesmas 7 Ulu, ia tak mengetahui bahwa hamil diusia muda berisiko anaknya stunting.
Penulis: Linda Trisnawati | Editor: Weni Wahyuny
Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Linda Trisnawati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Lina, Leni dan Lani (semua bukan nama sebenarnya) adalah 3 perempuan yang menikah muda.
Ketiganya merupakan warga di Kelurahan 7 Ulu.
Usianya yang masih muda, bahkan menikah saat di bawah umur tak mengetahui bahwa pernikahan diusia muda tentu banyak risiko yang harus dihadapi.
Selain psikologi yang belum matang, juga disinyalir menjadi pemicu terjadinya anak-anak yang kurang gizi (stunting).
Untuk melihat kondisi Lina, Leni dan Lani, Tribun Sumsel mendatangi satu persatu rumah masing-masing.
Rumah pertama yang didatangi adalah Lina.
Ia menikah saat usianya masih 13 tahun, kini usianya sudah 18 tahun dan sedang hamil anak ketiga.
Diantara mereka kondisi Lina yang paling memprihatinkan.
Bagaimana tidak, dengan tubuh mungilnya dan usia kandungan 7 bulan membuatnya harus hati-hati dalam melangkah.
"Kondisi kandungan saya saat ini 7 bulan, dan saya hamil anak ketiga. Saat hamil ini saya merasa sering sakit-sakitan, terutama pada bagian perut," kata Lina sambil mengelus-elus rambut anak pertamanya.
Lina menceritakan, bahwa anak pertamanya sudah berusia 3 tahunan dan usia anak keduanya kisaran satu setengah tahun.
Anak pertamanya ikut Lina dan suaminya, sedangkan anak keduanya diasuh oleh keluarganya.
Lina tinggal di rumah panggung dengan kondisi yang cukup memprihatinkan.
Bagaimana tidak, di rumahnya tersebut tidak ada kompor, maupun gas untuk memasak.
Bahkan kursi tempat dudukpun tidak ada.
Di rumah panggung tersebut hanya ada tempat tidur dan dua lemari.
"Suami saya bekerja sebagai buruh dengan penghasilan tidak menentu. Sedangkan saya tidak bekerja. Untuk makan biasanya kami beli yang siap dimakan," kata LIna dengan suara yang lembut.
Dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan tersebut tentunya asupan makanan sehari-hari sangat kurang dari kata bergizi.
Apalagi wanita hamil seharusnya butuh asupan gizi yang cukup.
Menurut Lina biasanya ia hanya makan nasi dan sayur tanpa lauk.
"Alhamdulillah sejak adanya bantuan dari Rotary dan Forum Kader Posyandu Indonesia (FKPI) Sumatera Selatan (Sumsel) berupa makanan setiap harinya saya jadi bisa makan makanan yang bergizi," kata Lina sembari tersenyum.
Kalau sebelumnya Lina hanya makan nasi dengan sayur, kini Lina makan nasi, sayur dan lauk.
Terkadang lauknya ikan, ayam, daging dan lain-lain.
Bahkan juga diberikan asupan susu dan camilan serta buah.
Lina sangat minim pengetahuan, sebab ia tak menyelesaikan sekolah dasarnya.
Bahkan ia tidak bisa membaca.
Untuk itu ketika ditanya apakah tahu risiko menikah diusia mudah, ia pun mengatakan tak mengetahui.
Bahkan awalnya sebelum diberikan edukasi dari Puskesmas 7 Ulu, ia tak mengetahui bahwa hamil diusia muda berisiko anaknya stunting.
"Saya tidak suka ke Puskesmas. Untuk itu saat hamil saya tidak ke Puskesmas. Selama hamil anak ketiga ini saya baru sekali ke Puskesmas, kata dokternya sih tidak ada masalah dengan kandungan saya," katanya.
Tak hanya Lina yang tak suka ke Puskesmas untuk periksa kehamilan.
Anak pertama Lina pun tidak ia bawa ke Puskesmas untuk imunisasi maupun pemeriksa rutin tumbuh kembang.
"Anak saya kalau dibawa ke Puskesmas takut, makanya saya tidak bawa ke Puskesmas. Jadi saya tidak tahu diusianya yang sudah tiga tahun ini berapa tinggi dan berat badannya," cetusnya.
Sementara itu Leni yang kini sudah berusia 20 tahun juga sedang hamil anak ketiga.
Leni menikah diusia 16 tahun dan kini sudah memiliki dua orang putra.
Kondisi Leni tak jauh berbeda dengan Lina. Leni juga memiliki postur tubuh kecil, dengan perutnya yang dalam kondisi hamil 7 bulan.
Leni juga tinggal di rumah berbentuk panggung.
"Saya hamil anak ketiga dengan usia kandungan 7 bulan. Sebelumnya saya sudah periksa ke Puskesmas bahwa kandungan saya baik-baik saja," kata Leni sambil bermain dengan kedua anaknya.
Leni pun mengatakan, bahwa kondisi kehamilannya tidak ada masalah. Namun untuk asupan makanan ia terkadang susa makan, terkadang makan sayur, terkadang tidak suka.
"Namun saya bersyukur ada bantuan dari Rotary yang bekerjasama dengan FKPI serta Kelurahan 7 Ulu memberikan asupan makanan setiap harinya untuk saya. Sehingga kebutuhan gizi saya tercukupi," ungkapnya.
Ketika ditanya apakah tahu tentang stunting, ia mengatakan tahu.
Leni tahu akan bahayanya stunting, perasaan cemas akan stunting tentu ada.
"Rasa cemas pasti ada, cuma ya dijalani saja. Anak-anak kan masih masa pertumbuhan, semoga nanti tumbuh kembangnya akan berkembang dengan baik," kata Leni yang juga sebagai ibu rumah tangga.
Menurut Leni, sebelum adanya Covid-19 ia rajin membawa anak-anaknya ke Puskesmas untuk diimunisasi dan diperiksa tumbuh kembangnya.
Sejauh ini tidak ada masalah dengan kondisi anak-anaknya.
Sedangkan Lani, warga 7 Ulu yang menikah diusia 15 tahun mengatakan, bahwa ia menikah usia ramaja dikarenakan pesan dari mendiang ibunya yang menginginkan ia segera menikah.
"Sebelum meninggal ibu bilang menikahlah, supaya ada yang menjaganya. Akhirnya saya pun menikah diusia 15 tahun dan kini sedang hamil 7 bulan," katanya.
Lani yang masih terlihat muda mengatakan, bahwa ia tak mengetahui apa akibatnya jika menikah muda.
Sejauh ini kehidupannya bersama suami baik-baik saja.
Apalagi mendengar kata stunting ia juga belum tahu.
"Dikeluarga saya hanya saya yang menikah muda. Jadi saya juga banyak bertanya-tanya ke kakak-kakak saya. Alhamdulillah diusia kandungan 7 bulan, sudah periksa kedokter anak saya sehat-sehat saja," katanya.
Sedangkan Lurah 7 Ulu Palembang Herryanto mengatakan, bahwa warga di 7 Ulu ini kebanyakan tidak mampu.
Kalau dipresentasikan 60 persennya miskin dan 40 persennya menengah ke atas.
"Jumlah penduduk di Kelurahan 7 Ulu ini ada 17.234 dan untuk KK nya ada 4.486. Mata pencaharian warga di sini kebanyakan buruh, pedagang dan lain-lain. Kalau yang sudah mampu biasanya pada pindah dari sini," katanya.
Terpantau di lapangan di Kelurahan 7 Ulu memang terlihat padat penduduk dan kebanyakan rumahnya rumah panggung yang terbuat dari kayu.
Terkait ada warga di 7 Ulu yang masih muda namun sudah menikah menurut Herry, edukasi kepada warga yang akan menikah tentu sudah lakukan.
Apalagi peraturan pemerintah syarat menikah di umur 19 tahun ke atas.
Jadi kalau umurnya 19 tahun kebawah tentu tidak akan berikan surat rekomendasinya.
Untuk itu yang menikah dibawah usia 19 tahun ini kebanyakan menikah di bawah tangan.
"Meskipun begitu kita tetap memberikan perhatian kepada mereka. Seperti saat ini bekerjasama dengan Puskemas, FKPI Sumsel dan Rotary ada bantuan untuk ibu-ibu hamil dan anak-anak yang kurang mampu," katanya.
Menurutnya, memang di 7 Ulu ini tingkat kemiskinannya cukup tinggi, ditambah lagi adanya pandemi Covid-19 sehingga mencari nafkah semakin sulit.