Penanganan Corona
Virus Corona Varian Baru dari Inggris Kemungkinan Sudah Masuk Indonesia, Ini Kata Peneliti
Kebijakan pemerintah menutup pintu masuk ke Indonesia bagi seluruh WNA sejak 1 hingga 14 Januari dinilai tak cukup mencegah masuknya mutasi virus
TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA-Terdapat jedah waktu 3-4 bulan dari pertama kali kasus Virus Corona varian baru diumumkan di Inggris dan kebijakan menutup pintu masuk ke Indonesia bagi seluruh WNA.
Mutasi virus corona yang dinamakan B.1.17 itu muncul lewat pemberitaan pada September 2020.
Sedangkan larangan masuk warga negara asing (WNA) ke Indonesia baru diterapkan pada 1 Januari.
Dengan adanya jeda waktu itu memungkinkan adanya sejumlah orang yang bepergian dari Inggris lalu masuk ke Indonesia.
Peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics dan anggota konsorsium Covid-19 Genomics UK, Riza Arief Putranto, memprediksi bahwa mutasi virus SARS-CoV-2 yang berasal dari Inggris sudah masuk ke Indonesia.
Ia menilai kebijakan pemerintah menutup pintu masuk ke Indonesia bagi seluruh WNA sejak 1 hingga 14 Januari dinilai tak cukup untuk mencegah masuknya mutasi virus corona tersebut.
”Saat ini penting untuk memikirkan mitigasinya, bukan hanya pencegahannya,” kata Riza dikutip dari Kompas.com.
Adapun untuk menemukan varian baru ini diperlukan surveilans genomik.
Sejauh ini surveilans genomik di Indonesia masih sangat kurang sehingga bisa jadi virus ini sudah ada di Indonesia, tetapi belum terdeteksi.
Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Herawati Supolo Sudoyo mengatakan, untuk mendeteksi keberadaan varian baru B.1.1.7 ini harus dilakukan analisis pengurutan total genomnya.
Menurut Herawati, varian baru ini memiliki 17 mutasi dan 6 di antaranya di protein spike (paku).
”Kalau analisis PCR biasa hasilnya bisa tidak konklusif, jadi tidak ada jalan lain selain WGS (whole genome sequencing),” katanya.
Sementara itu untuk menganalisis sekunes genom, membutuhkan biaya tidak murah. Menurut Herawati, untuk 20 spesimen saja butuh biaya sekitar Rp 300 juta atau sekitar Rp 15 juta per spesimen.
”Sejauh ini Eijkman telah melakukan analisis WGS 40 genom, dan menargetkan melakukan analisis terhadap 1.000 spesimen,” katanya.
Herawati mengatakan, Kementerian Kesehatan berencana meningkatkan kapasitas surveilans genomik ini dengan menggandeng sejumlah laboratorium di bawah Litbang Kementerian Kesehatan.