Cerita dari Penjara: Dari Rindu Anak Sampai Makin Himpit-himpitan Saat Ada yang Diisolasi
Para ibu di penjara wanita benar-benar menantikan dibukanya lagi pintu bagi pembesuk. Ditambah lagi mereka berdesak-desakan di penjara saat pandemi.
Penulis: Prawira Maulana | Editor: Prawira Maulana
Ruangan Iwartelsus berada di pinggir lapangan tengah blok penjara dekat dengan kantor petugas. Selasa siang itu, beberapa warga binaan sedang menelepon dan beberapa menggunakan panggilan video. Panggilan video menggunakan perangkat tablet.
Rindu Anak
Rina (45) meminta putrinya mengelilingi seluruh penjuru rumah. Dari ruang depan sampai dapur dan kamar mandi. Ia ingin melihat rumahnya tertata rapi atau tidak. Sambil agak malas, anak remajanya itu mengikuti perintah. Wajahnya tampak sebel.
Sudah delapan bulan Rina tak bertemu langsung putrinya. Siang itu dia harus tiga kali mencoba sebelum berhasil terhubung dengan putrinya. “Kangen ingin peluk anak-anak. Tapi mau bagaimana lagi,” kata Rina.
Panggilan video itu bukan tanpa biaya. Biaya panggilan itu dibebankan ke warga binaan. Selain itu waktunya pun dibatasi paling lama lima menit saja. Rina mengaku uangnya tak banyak untuk setiap hari bisa mengaksesnya.
Menurut Rina, meski tak bisa bertemu langsung, lewat panggilan video ini ada keunggulan lain. “Kalau pakai video call saya bisa melihat isi rumah. Membayangkan rumah jadi lebih mudah,” katanya.
Sementara itu warga binaan lainnya, Ririn (36) mengingat-ingat saat dua anaknya menjenguk saban Sabtu atau Minggu. Biasanya kedua anak perempuannya yang masih sekolah itu datang menjenguknya berjam-jam. “Mereka bawa PR-nya dan sambil belajar di sini. Hampir setiap minggu,” katanya.
Diwawancarai Ririn siang itu menangis. Menurutnya sekarang hidupnya benar-benar terasa berat. Dipenjara sudah berat, kini ia tak bisa bertemu langsung putri-putrinya.
Ririn divonis 5 tahun 2 bulan penjara. Tahun 2017 lalu ia kedapatan jadi kaki tangan bandar narkoba mengantar sabu-sabu. Ia tak tahu pembelinya adalah polisi yang menyamar. Di Kawasan Lemabang Palembang, Ririn membawa pemilik narkoba bertemu dengan pembeli. “Setelah ditangkap saya sempat dituduh jadi cepu (informan, red) polisi,” katanya.
Sebagai ibu dan anak Ririn mengaku benar-benar merasa bersalah dan kini tak bisa berbuat banyak. Kedua putrinya yang masih berusia 16 dan 10 tahun kini dirawat neneknya. Biasanya ia memberi uang namun kini malah membebani.
Ririn sebenarnya kini lebih leluasa ketimbang warga binaan lainnya. Tiga tahun menjalani hukuman dan berkelakuan baik kini ia jadi warga binaan pendamping. Ia bisa lebih leluasa di sana. Perannya mendamping warga binaan lain dan jadi penghubung antara sipir dan warga binaan.
Kini waktu di di penjara lebih banyak dihabiskan dengan memberikan pelatihan. Utamanya sebagai instruktur senam. Sebelum dibui ia dulunya memang instruktur amatir dan bekerja di salon kecantikan. “Saat keluar nanti saya mau buat salon,” katanya.
Warga binaan mengharapkan pintu penjara kembali dibuka bagi pengunjung. Berharap Kota Palembang jadi zona hijau.
Namun, saat berita ini dirilis Kota Palembang kembali masuk zona merah Covid-19. Terjadi lonjakan pasien terkonfirmasi dalam sepekan. Dalam sehari 9-10 Desember 2020 saja terjadi penambahan 48 kasus. Total terakhir di tanggal 10 Desember tercatat 4521 terkonfirmasi, 3541 sembuh sementara 251 meninggal dunia.