Ali Kalora Diburu Pasukan Khusus TNI, Menguasai Jalur di Hutan karena Bekas Penebang Kayu
Pasukan khusus TNI yang dikerahkan terdiri dari Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad), Marinir dan Pleton Pengintai Keamanan (Tontaikam)
TRIBUNSUMSEL.COM, PALU-Kelompok Mujahidin Indonesia Timur ( MIT) yang dipimpin Ali Kalora terus diburu pasukan gabungan TNI-Polri.
Bahkan pasukan khusus TNI dilibatkan untuk memburu kelompok yang membunuh empat warga di Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, beberapa waktu lalu.
Pasukan khusus TNI yang dikerahkan terdiri dari Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad), Marinir dan Pleton Pengintai Keamanan (Tontaikam).
Pasukan khusus ini dikerahkan ke Sulawesi Tengah khusus memburu kelompok yang dipimpin Ali Kalora.
Danrem 132 Tadulako Brigjen TNI Farid Makruf mengatakan, pasukan khusus yang diturunkan ini akan membantu memperkuat pasukan Satuan Tugas Tinombala yang ada selama ini.
"Dengan penambahan pasukan ini kita berharap pengejaran kelompok Ali Kalora semakin efektif," kata Danrem Farid, Selasa (1/12/2020).
Menurutnya, selama ini sinergitas TNI dan Polri dalam memburu kelompok teroris cukup efektif mendesak pergerakan Kelompok Ali Kalora.
Hal ini terlihat dari pergerakan kelompok ini yang terus berpindah, dari Kabupaten Parigi Moutong hingga ke Kabupaten Sigi.
"Selama ini kan dia seolah-olah menguasai Poso. Sebenarnya tidak ada kehebatan mereka kecuali mereka sangat menguasai medan. Karena Ali Kalora itu dulunya bekas penebang kayu, sehingga dia menguasai jalur-jalur di dalam hutan," jelas Farid.
Sebagai informasi, setelah pembunuhan satu keluarga di Desa Lembantongoa, Satuan Tugas Tinombala dikerahkan untuk memburu pelaku.
Menurut Kapolres Sigi AKBP Yoga Priyahutama, pelaku pembunuhan berjumlah enam orang dan diduga dari kelompok MIT.
"Terindikasi seperti itu ada kemiripan dari saksi-saksi yang melihat langsung saat kejadian yang kami konfirmasi dengan foto-foto (DPO MIT Poso) ada kemiripan. Terindikasi," terangnya, Sabtu (28/11/2020).
Mengarah ke Gerombolan Kriminal
Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Yana Syafrie, Senin (30/11/2020) menyatakan, telah terjadi pergeseran perilaku teror kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) setelah dipimpin Ali Kalora.
Mengingat tindakan teror juga disertai perampokan, dimana para pelaku mengambil stok beras dan barang-barang milik warga.
"Setelah ditinggal Santoso dan Basri, nampaknya kelompok ini lebih mengarah menjadi gerombolan kriminal ketimbang kelompok teroris," ujar Yana kepada wartawan, Senin (30/11/2020).
Menurut Yana, eksisnya kelompok Ali Kalora yang diperkirakan berjumlah 11-13 orang ini dikarenakan mereka mendiami wilayah pegunungan dan hutan di wilayah Poso hingga Parigi, Sulawesi Tengah.
Hal ini pula, kata Yana, menyebabkan terhambatnya upaya penangkapan kelompok ini, akibat sulitnya medan dan kelihaian kelompok ini menghindari aparat.
"Bahkan operasi Tinombala yang sudah berlangsung hampir lima tahun gagal menangkap Ali Kalora yang memang dimaksudkan untuk mengikis habis kelompok teror Poso yang awalnya dibangun Santoso dan kini dipimpin Ali Kalora," tutur dosen ilmu politik UMM tersebut.
Yana juga mempertanyakan kepemimpinan Komjen Boy Rafli Amar di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Setelah dilantik Presiden Jokowi pada awal Mei 2020 menggantikan Suhardi Aliyus, Boy berjanji menjadikan penanganan sisa kelompok teror Santoso sebagai prioritas utama agenda BNPT," tegas Yana.
Justru Yana heran, pada awal Agustus 2020, seperti mendahului kunjungan Boy Rafli ke wilayah operasi kelompok teroris ini, Ali Kalora dan kelompoknya melakukan penyanderaan dua orang petani dan merampok rombongan pegawai Pemda Poso di jalan Trans Sulawesi.
"Mungkin keberadaan Ali Kalora sempat diremehkan, karena dibandingkan Santoso yang memiliki kemampuan tempur dan perekrutan anggota, kapasitas Ali Kalora diragukan bisa membuat kelompok teror ini bertahan, apalagi ditengah kepungan intensif Operasi Tinombala," paparnya.
Yana berujar, MIT pimpinan Santoso sempat memiliki lebih dari 50 anggota yang terus berkurang akibat tertangkap aparat.
Namun kehilangan dua pimpinan kunci ditambah penangkapan, menurut Yana, sempat membuat BNPT meyakini kelompok teror ini menyisakan beberapa orang saja.