Lika-liku Perjalanan Hidup Susi Pudjiastuti, Berhenti Sekolah hingga 2 Tahun Bermusuhan dengan Ayah

Kesederhanaannya membuat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini begitu dekat dengan masyarakat.

Editor: Weni Wahyuny
kompasiana.com
Susi Pudjiastuti 

Empat tahun berlalu, tepatnya pada 2005, Susi akhirnya bisa membeli pesawat.

Saat punya pesawat itulah, ia baru mengetahui bahwa di tengah laut banyak beroperasi kapal besar yang menangkap ikan.

Itu yang menurutnya menyebabkan hilangnya hasil perikanan bagi para nelayan yang juga turut berdampak padanya sebagai eksportir komoditas satu ini.

Namun saat itu, kata dia, kehadiran kapal-kapal besar milik asing itu memang telah memiliki izin dari pemerintah.

"Tapi belakangan, setelah saya punya pesawat tahun 2005, saya baru menyadari banyak kapal besar di tengah laut sana yang operasi menangkap ikan. Nah kapal besar itu mulai banyak di tahun 2001, Kementerian Kelautan dan Perikanan membuka izin kapal-kapal asing bisa menangkap ikan di Indonesia dengan memberi izin konsesi," jelas Susi.

Susi pun menilai para pemiliki kapal ini maupun awaknya, cukup cerdas dalam mensiasati upaya mereka dalam mengambil hasil perikanan di laut Indonesia.

"Nah mereka pintar, kapalnya mungkin 10, mungkin 20, catnya warnanya sama," kata Susi.

Ceritanya pun berlanjut saat dirinya tiba-tiba ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada masa Kabinet Kerja.

Saat menjabat sebagai Menteri di bidang yang memang menjadi fokusnya sejak merintis usaha itu, ia akhirnya mengetahui bahwa jumlah rumah tangga nelayan berkurang cukup drastis, mencapai separuh dari total jumlah selama periode 2003 hingga 2013.

Perlu diketahui, rumah tangga nelayan yang hilang pada kurun waktu tersebut mencapai 800.000, dari angka sebelumnya yang mencapai 1.600.000.

Data itupun ia ketahui saat menduduki kursi menteri di KKP.

Rumah tangga nelayan adalah rumah tangga, baik itu kepala keluarga maupun anggota keluarga yang melakukan aktivitas pekerjaan seperti memancing atau menjaring ikan dan hasil laut lainnya.

"Anyway dari sensus 2003 sampai 2013, itu ada 800 ribu jumlah rumah tangga nelayan yang hilang. Artinya jumlah rumah tangga nelayan itu 1.600.000, tapi turun menjadi 800 ribu saja, itu data KKP, saya tahu setelah di KKP, sebelumnya tidak tahu," tegas Susi.

Ia menekankan bahwa langkanya hasil perikanan yang biasa menjadi komoditas ekspor itu tidak hanya membuat hilangnya 800.000 rumah tangga nelayan saja, namun juga menjadi pukulan bagi para eksportir.

Saat itu ada lebih dari 100 eksportir termasuk dirinya yang harus menghentikan kegiatan ekspor karena keterbatasan hasil perikanan.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved