Penanganan Corona

Kisah Jurnalis Penyintas Covid di Palembang: Masih Parno, Sampai Duit pun Dicuci

Saya masih parno (paranoid, Red), iya juga. Sampai duit kembalian sisa belanja pun saya cuci pakai sabun, sangking takut kembali tertular Covid

Penulis: Vanda Rosetiati | Editor: Vanda Rosetiati
tribunsumsel.com/khoiril
Ilustrasi Penyintas Covid 

BEKERJA sebagai jurnalis di masa pandemi memang cukup berisiko. Mobilitas yang tinggi, berinteraksi dengan banyak orang menuntut kondisi fisik seorang jurnalis harus senantiasa fit juga bugar.

Namun, kadangkala malang tidak dapat ditolak. Sakit pun sudah menjadi sunatullah ketentuan dari Allah. Termasuk menderita sakit akibat terpapar corona virus disease (Covid)-19.

Kenyataan inilah yang terjadi pada seorang jurnalis media lokal di Sumatera Selatan bernama Rika. Sang jurnalis yang berusia 38 tahun ini terpapar virus dari ibu kandungnya yang memang lebih dulu terpapar virus corona dan dinyatakan positif Covid-19.

Dibincangi Tribun, Kamis (29/10/2020), Rika yang sekarang menjadi penyintas Covid menceritakan kisahnya.

"Kejadiannya Mei lalu. Saat itu memang Ibu yang lebih dulu dinyatakan positif Covid saat beliau menjalani perawatan penyakit stroke," kata Rika.

Menurut Rika, waktu itu dirinya sama sekali tidak menunjukkan gejala. Tetapi atas kesadaran pribadi, mereka satu keluarga langsung mengisolasi diri secara mandiri sembari menunggu hasil tes swab keluar.

Setelah menunggu 12 hari, hasil tes swab keluar. Rika dinyatakan positif Covid.

"Saya ingat betul, waktu itu hari ketiga lebaran Idul Fitri. Malam harinya saya dijemput tim medis dan langsung dikarantina di gedung Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Center di Tower 8 Wisma Atlet Jakabaring Sport City (JSC) Palembang," katanya.

Selama menjalani masa karantina di Wisma Atlet, kata Rika mereka para pasien yang terpapar Covid mendapatkan perlakuan yang lebih dari layak. Mulai dari kamar juga menu makanan semua lebih dari cukup dan tentunya sudah sesuai dengan ketentuan dari petugas kesehatan.

"Namun, yang namanya sakit itu tidak ada yang enak. Mau semewah apapun tempat tinggal atau makanan jika kita sakit sudah pasti tidak enak," kata Rika mengenang kejadian Mei tersebut.

Apalagi kata Rika, dirinya mempunyai putra yang masih berusia bawah lima tahun (balita). Selama 14 hari menjalani masa karantina, otomatis dia sama sekali tidak bisa bertemu dengan buah hatinya tersebut. Untuk komunikasi dilakukan melalui telepon ataupun video call.

"Waktu itu sedih sekali rasanya. Tiap habis video call dengan anak rasanya ingin menangis," kata wanita berhijab ini.

Empat kali melakukan tes swab, Rika pun dinyatakan sembuh dan diperkenankan pulang berkumpul kembali bersama keluarga.

Mendapat dukungan penuh dari keluarga juga kerabat dekat, ternyata permasalahan timbul dalam pekerjaan. Bukan dari tempatnya bekerja melainkan dari narasumber.

Si narasumber yang juga seorang pejabat di salah satu perusahaan milik daerah di Kota Palembang cerita Rika beberapa kali menyinggung statusnya yang pernah positif Covid. Bahkan, si pejabat tersebut secara terang-terangan melontarkan hal tersebut di tengah keramaian saat Rika melakukan tugas peliputan.

"Alhamdulillah, persoalan dengan narasumber selesai. Beliau menjelaskan mengatakan bahwa itu hanya candaannya saja. Saya pun memaafkan," kata Rika.

Seraya menjelaskan hubungan kerjanya dengan si narasumber kembali membaik. "Tidak ada lagi istilah awas, ada orang Covid," kata Rika sembari tersenyum mengingat kejadian awal Juni 2020 lalu.

Lebih dari lima bulan menjadi penyintas Covid, kata Rika dirinya sampai saat ini terkadang masih merasakan kekhawatiran terpapar kembali virus corona. Misalnya, hingga saat  ini dirinya masih sedikit ragu saat harus berobat ke rumah sakit. 

"Mungkin kalau orang pikir saya masih parno (paranoid, Red), iya juga. Sampai duit kembalian sisa belanja pun saya cuci pakai sabun, sangking takut kembali tertular Covid," kata Rika.

Pandemi ini kata Rika lebih lanjut juga membawa perubahan sikap dan laku terutama terkait higiene atau ilmu kesehatan.

"Hal sederhana kalau sebelum Covid ini kita pulang ke rumah belum cuci tangan bisa langsung saja cium anak, sekarang tidak lagi. Cuci tangan dulu kalau perlu mandi, baru main dengan anak," kata Rika mencontohkan.

Sebagai penyintas Covid, Rika tetap optimis bahwa pandemi Covid-19 ini pasti akan berakhir.

"Pesan saya tetap semangat, jangan lengah dan tetap patuhi protokol kesehatan," kata Rika di akhir wawancara.

Sehat itu Kebutuhan

Lain cerita Rika, lain juga cerita Fly. Editor di salah satu portal lokal berjaringan nasional di Sumsel ini sampai saat ini masih bingung darimana dirinya terpapar Covid.

Diwawancara Rabu (28/10/2020) lalu, Fly menuturkan dirinya terkonfirmasi positif Covid-19 pada awal Juni 2020 lalu. Sebelumnya di kantor tempatnya bekerja diadakan rapid test massal.

"Saat itu berdasarkan hasil rapid test ada tujuh orang yang reaktif, termasuk saya salah satunya," kata Fly.

Pria berusia 30-an tersebut menuturkan, sebelum menjalani rapid test dirinya memang sudah lebih dulu menerapkan work form home (WFH) lebih kurang dua bulan. Semua pekerjaan mengedit naskah dilakukan jarak jauh dari rumah.

Saat hasil rapid test menunjukkan reaktif, Fly bersama enam rekannya melakukan swab test. Hasil swab test itu memperlihatkan positif

"Karena itu saya sampai sekarang masih bingung darimana saya bisa terpapar. Karena sehari-hari waktu itu saya lebih banyak di rumah, sedangkan di rumah juga cuma ada saya istri dan anak," kata ayah satu orang anak ini.

Apalagi memang tidak ada gejala sama sekali yang dirasakan. Fly merasa dirinya sehat-sehat saja. Tidak batuk, batuk atau lelah seperti gejala awal Covid yang sering diinformasikan.  

Beruntung saat swab kali kedua, hasil spesimen Fly menunjukkan negatif. Dirinya pun saat itu tidak harus menjalani isolasi Wisma Atlet Jakabaring melainkan hanya dilakukan mandiri di rumah.

"Saat isolasi mandiri di rumah itu juga berat. Saya terpaksa tidur di ruang tamu karena takut istri juga anak saya tertular," katanya.

Padahal kata Fly, anaknya yang masih balita itu cukup dekat dengannya. ''Bayangkan tidak boleh menggendong anak, tidak boleh cium. Dengan istri juga begitu, tidak boleh dekat-dekatan selama isolasi itu," kata Fly.

Beruntung kata Fly lebih lanjut, hasil swab istri dan anaknya negatif. "Bahagianya bukan main saat diberitahu pemeriksaan kali kedua itu swab saya sudah negatif dan masa isolasi berakhir," kata pria berambut sebahu ini mengingat.

Sebagai penyintas Covid, diakuinya memang masih timbul kekhawatiran. Apalagi hingga saat ini penyakit ini belum ada obatnya.

Namun, pastinya kata Fly, wabah covid ini memang mengingatkan tentang pentingnya kesehatan.

"Saya sekarang makin rajin cuci tangan, apalagi kalau dari luar rumah. Juga rutin pakai masker, termasuk di kantor karena memang kita semua diwajibkan mengenakan masker," katanya.

Aktivitas untuk keluar rumah pun katanya relatif dikurangi, selain ke kantor yang memang sekarang sudah tidak lagi memberlakukan WFH.

"Kalaupun harus ke luar rumah tetap patuhi protokol kesehatan. Bukan karena kita takut terjaring razia tetapi karena kita sadar bahwa menjadi sehat itu kebutuhan," kata Fly menutup perbincangan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved