Pernah Dikepung Preman, Kisah Unik Sulistiani Satu-satunya Perempuan di Komisioner KPU OKU Timur

Padahal saksi lain sudah tanda tangan setuju, calon itu saksinya tidak mau. Bahkan kami Sudah dikepung preman, sempat keder juga.

Editor: Vanda Rosetiati
SRIPO/RESHA AKASIA
Komisioner KPU OKU Timur Divisi Perencanaan Program, Data dan Informasi, Sulistiani. 

TRIBUNSUMSEL.COM, MARTAPURA - Dari lima orang anggota komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) OKU Timur, Sulistiani menjadi satu-satunya anggota perempuan.

Namun, soal pengalamannya dalam Pemilu tidak perlu diragukan.

Perempuan kelahiran Tulungagung tahun 1980 ini mulai menapaki karir sebagai Penyelenggara Pemilu pada 2004 lalu sebagai anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

Berstatus ASN, Sulistiani rela meninggalkan sementara waktu pekerjaannya itu untuk berkecimpung di dunia Kepemiluan.

"Sekarang masih ASN, namun cuti di luar tanggungan negara. Pernah menjabat Kasi Perencanaan dan Penyusunan Program di Dinas Sosial, terakhir di Sekretaris Lurah," ujarnya saat dibincangi di ruang kerjanya, Senin (19/10/2020).

Ia menambahkan, menjadi penyelenggara Pemilu berasal dari panggilan hatinya. Ia merasa sedih karena masyarakat terutama di daerah pelosok, masih belum sadar akan pentingnya menggunakan hak pilihnya saat penyelenggaraan Pemilu.

"Alhamdulillah seiring berjalannya waktu, masyarakat sudah mulai tumbuh kesadarannya dalam menyalurkan hak pilih," ungkap lulusan STIE Satya Negara Jurusan Ekonomi Manajemen tahun 2008 silam itu.

Sulis, sapaan akrabnya, terus menapaki karir di PPK hingga 2019, tahun pertamanya menjadi komisioner. Menjadi penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan, banyak hajatan yang sudah ia jalani.

"Tahun 2012 menjadi Sekretaris PPK, dilanjutkan 2013 menghadapi Pilgub. Kemudian Pilgub, dan sebelum jadi Komisioner Perencanaan Program, Data dan Informasi, saya jadi staff dulu," terangnya.

Meski perempuan, ia tak sungkan untuk turun ke lapangan langsung.  Hal ini pula yang membuatnya sering bertemu pengalaman-pengalaman unik yang belum tentu ditemukan saat ia berseragam ASN.

"Pernah dulu ada satu kecamatan, saat Pemilu kita mengumpulkan data untuk DPT. Petugas PPK itu tidak mau kasih laporan ke kita, alasannya belum sempurna. Padahal hari itu kita harus kumpul semua, jadi benar-benar tarik menarik dengan Ketua PPK tadi kayak berebut mainan," ungkapnya.

Ada pula pengalaman yang membuatnya terkejut, saat mereka baru saja melakukan penghitungan di salah satu penyelenggaraan Pemilu, yang enggan ia sebutkan di Pemilu tahun berapa.

Saat itu saksi salah satu calon, enggan menandatangani hasil rekap penghitungan dengan alasan data itu tidak valid.

"Padahal saksi lain sudah tanda tangan setuju, calon itu saksinya tidak mau. Bahkan kami Sudah dikepung preman, sempat keder juga," tuturnya.

Namun ia percaya jika mereka telah berlaku profesional. Ia menjelaskan rupanya saksi dari calon itu memang di beberapa titik tidak hadir. Sehingga, data yang dipegang oleh saksi calon itu tidak sama.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved