Mencari Solusi Elpiji Subsidi

Belajar dari Terobosan Jambi Urus Elpiji

Kota Jambi mulanya mendapatkan kuota berdasarkan APBN sebesar 16.205 metrik ton setahun, atau jika dikonversikan per bulan berarti sebanyak 450 ribu t

Penulis: Prawira Maulana | Editor: Weni Wahyuny
Tribun Sumsel/ Eko Hepronis
Ilustrasi. 

Mulai dari operasi pasar sampai penambahan kuota sudah dilakukan. Solusi jamak itu sudah berkali-kali diusung namun dahaga elpiji subsidi tak usai-usai jua.

TAK mau terus dirundung masalah kekurangan subsidi elpiji, Kota Jambi membuat terobosan. Jauh sebelum kartu pelanggan elpiji subsidi  diberlakukan, Pemerintah Kota Jambi mulai dengan penyelesaian di akar masalahnya dulu; basis data yang valid.

“Percuma saja operasi pasar atau penambahan kuota kalau semuanya itu bukan by data. Pasti selalu kurang,” kata Doni Triadi, Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Jambi saat diwawancarai, Senin (14/9).  Setelah angka pasti sudah ditemukan maka pengendalian bisa dijalankan.

Doni bercerita, Kota Jambi mulanya mendapatkan kuota berdasarkan APBN sebesar 16.205 metrik ton setahun, atau jika dikonversikan per bulan berarti sebanyak 450 ribu tabung tiap bulan. Menurutnya selain kuota itu, kadang-kadang juga dilakukan operasi pasar dan penambahan tabung, tapi ternyata tak cukup-cukup juga.

“Alhasil kami breakdown masalahnya. Ternyata ada di data penerima tepat sasaran dan ada praktik pengoplosan,” katanya. Kalau tidak dilakukan gebrakan maka masalah pun bakal berputar di situ-situ saja.

Pemerintah Kota Jambi lalu mulai melakukan validasi data ulang.  Mulai dari tingkat RT sampai kelurahan dan kecamatan. Setelah didapat angka rill, barulah angka tersebut dijadikan basis pengajuan kuota. “Setelah kita totalkan jumlah seluruhnya, lalu kita breakdown lagi per kecamatan sampai kelurahan. Setelah kita lihat ternyata berlebih,” katanya.

Data tadi saja belum cukup. Selanjutnya dari sana pemerintah lalu berkoordinasi dengan Pertamina untuk melakukan mapping pangkalan berdasarkan sebaran penerima subsidi. Ini berguna untuk menetapkan jumlah per pangkalan untuk melayani para penerima subsidi. Setelah semua urutan dari data yang valid sampai mapping dan penetapan jumlah sebaran tiap pangkalan barulah kartu pelanggan diterbitkan.

Semua pangkalan lalu mendapatkan basis data penerima yang kemudian disebut dengan istilah log book. Log book ini yang dijadikan rujukan pada pangkalan untuk medistribusikan elpiji subsidi pada penerima.

“Tapi setiap pangkalan kita beri spare sekitar 50 tabung, untuk mengakomodir mungkin ada penerima yang tak ada di log book,” katanya.

Dari itu semua, Kota Jambi menerapkan pola ideal dalam menyelesaikan perkara ini. Utamanya pada payung hukum yang melegitimasi program. “Kita siapkan payung hukumnya dulu agar program bisa berjalan,” katanya.

Proses awal penerbitan kartu pelanggan elpiji 3 kilogram ini sudah dimulai sejak tahun 2019 lalu. Update terbaru kartu pelanggan sudah dibagikan ke 10 kecamatan yang ada di Kota Jambi. “Kita targetkan pada Oktober ini semua kecamatan di Kota Jambi selesai, tinggal 1 kecamatan lagi,” katanya.

Kebijakan ini bukan tanpa resistensi dari masyarakat. Doni menyebutnya dengan istilah lokal merutuk atau mengeluh. “Paling adaptasi selama satu bulan. Ibaratnya orang merutuk, selama ini dapat kini tidak dapat,” katanya.

Menurutnya mindset atau cara pandang masyarakat pun mulai berubah dari yang semula merasa berhak atas subsidi itu kemudian menjadi sadar bahwa subsidi itu memang untuk warga miskin seperti yang tertera di tabung.

Pelan-pelan perkara kelangkaan pun berkurang. Proses stimulus untuk mendegradasi kelangkaan elpiji dengan memperbanyak pasokan gas elpiji non subsidi di setiap pangkalan. “Baik yang lima kilo maupun yang 12 kilogram. Jadi tidak ada lagi kelangkaan,” katanya.

Distribusi Tertutup

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved