Berita Eksklusif Tribun Sumsel
Eddy Yusuf Tolak Menyerah, Kawal Pilkada Lawan Kotak Kosong
Banyak orang pikir usai gagal mendaftar akan pulang dengan mata sembab, tapi itu tidak terjadi. Saya punya tanggung jawab besar untuk daerah ini.
TRIBUNSUMSEL.COM, BATURAJA - Baliho sosialisasi pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Ogan Komering Ulu (OKU), H Eddy Yusuf dan Helman, masih dijumpai sudut Kota Baturaja. Meski akhirnya pasangan itu gagal menjadi bakal calon bupati/wakil bupati karena tidak mengantongi dukungan dari partai politik (parpol) maupun perseorangan.
Tribun mengunjungi kediaman Edy Yusuf di kota Baturaja, di tempat itu mulanya menjadi posko pemenangan pasangan Eddy Yusuf dan Helman. Sekarang dijadikan posko pemenangan kolom kosong.
Sebuah baliho besar pun terlihat di halaman rumah itu, tertulis ajakan untuk mencoblos kolom kosong pada pemilu 9 Desember. Pada baliho itu itu juga tertulis "Hak Berdemokrasi Masyarakat Kita Sudah Dirampas".
"Kasarnyo, sudah kita kebet (ikat), dipotong uwong, yang motong pasti nimpo. Itu yang idak tau kito. Dak usahlah, gek malah jadi masalah," kata Eddy Yusuf di halaman kediaman pribadinya di Baturaja akhir pekan lalu.
Eddy yang mengenakan baju putih ala Presiden Jokowi kala itu tengah memberikan arahan kepada para pendukungnya untuk tidak golput dan mencoblos kolom kosong pada Pilkada 2020 mendatang.
Mantan Wakil Gubernur Sumsel itu seakan menabuh genderang pilkada Ogan Komering Ulu (OKU), sekali pun dirinya tidak menjadi kontestan dalam pesta demokrasi serentak itu.
"Kalau pertanyaan berapo? Berapo itu yang susah dijawab, gek jadi masalah," katanya lagi.
Disinggung politik transaksional tahapan pada pilkada 2020, Edy kembali enggan menjawab. Ia mengatakan transaksional itu berdasarkan kesepakatan dan bermuara pada uang. Hal itu, menurutnya, sudah diketahui banyak orang.
"Pertanyaannya, bagaimana bisa ada puluhan daerah yang akan menggelar pilkada calon tunggal? Itu luar biasa. Itu sudah ada kepala daerah di Jember, itu petahana yang memberikan statmen. Itu saya dengarnya ngeri," katanya.
Mantan Bupati OKU itu menyebut terdapat perubahan partai politik di masa lalu dengan masa kini. Perbedaanya terletak pada kebijakan politik yang kini berada di tangan pimpinan pusat.
Pimpinan partai di daerah tidak bisa memutuskan semua diputuskan dipusat. Padahal pimpinan partai di pusat tidak sepenuhnya mengetahui kondisi di daerah.
"Kalau 2005 lalu, itu pimpinan partai di daerah bisa memutuskan arah dukungan pileg atau pilkada. Sekarang semua di tangan pimpinan pusat," jelasnya
Diakuinya, mulanya tidak memiliki keinginan untuk maju dalam pilkada, tapi masyarakat berbondong-bondong mendatang kediamanya di Kota Palembang.
Usai berkonsultasi dengan para tokoh agama dan politik akhirnya dirinya memutuskan untuk maju tapi rencana itu tak terlaksana karena ia tidak mengantongi dukungan.
"Kalau ditanya kecewa atau tidak? Saya manusia biasa, pasti kecewa, siapa pun itu kalau harapan tidak terkabul pasti kecewa, cuma kekecewaan itu saya alihkan ke hal yang positif," katanya.
Eddy menambahkan kekecewaan itu tidak hanya dialami dirinya tapi juga oleh para banyak orang pendukungnya yang ada seantero kecamatan di wilayah Kabupaten OKU.
Namun kekecewaan itu langsung direspon positif dengan mengajak para pendukungnya untuk tidak melakukan tindakan anarkis dan menjadi golput atau tidak mencoblos dalam pilkada mendatang.
"Tugas saya mengawal demokrasi, jangan ada pendukung yang marah berlebihan atau golput dalam pilkada," tegasnya
Eddy menegaskan tidak akan menyerah, dan telah menyiapkan strategi khusus dalam mengawal kolom kosong. Selain mensosialisasikan, ia mengaku akan merekrut saksi kolom kosong.
Para saksi yang dilengkapi name tag akan berkeliling di setiap TPS untuk mengawal perolehan suara kolom kosong. Tujuannya tentu tidak ada kecurangan.
"Banyak orang pikir usai gagal mendaftar akan pulang dengan mata sembab, tapi itu tidak terjadi. Saya punya tanggung jawab besar untuk daerah ini sampai pemilu berlangsung."
"Kalau masyarakat masih bingung kalau milih kotak kosong nanti bupatinya siapa? Maka akan saya jawab dengan tegas, kalau pilih kotak kosong itu bupatinya, Eddy Yusuf," tutupnya.
Jumlah Kursi Jadi Acuan
Sementara, Politisi asal OKU Selatan, Wahab Nawawi menilai calon tunggal dalam pilkada ada karena aturan pemilu hanya mengatur ambang batas minimal tapi tidak ada ambang batas maksimal dukungan.
"Jadi yang punya kemampuan finansial, karena partai politik tidak terlepas dari finansial. Semua butuh cost, untuk ke jakarta, ngurus partai, semua itu ada cost."
"Celah aturan itu digunakan oleh incumbent, supaya tidak repot kedepan maka borong partai saja, ini demokrasi kita, mudah-mudahan kedepan makin disempurnakan," kata mantan calon Bupati OKU Selatan itu.
Wahab menyebut mahar politik untuk mendapatkan dukungan sangat bergantung pada partai masing- masing. Ada yang tidak menetapkan mahar, tapi terkadang bagi calon kalau tidak ada mahar tidak dapat dukungan.
Mahar untuk partai kerap diartikan sebagai biaya untuk melakukan kunjungan ke daerah dalam rangka sosialiasikan calon. Tapi nyatanya setelah menjadi calon ketika ada kunjungan, calon tetap diminta untuk memfasilitasi.
"Ada yang mengacu jumlah kursi, seandainya satu kursi harganya berapa gitu. Biasanya gitu. Kalau sekarang harga itu saya tidak tahu karena saya tidak mengikuti lagi," jelasnya
Disinggung mahar politik untuk maju dalam pilkada OKUS beberapa tahun yang lalu, Wahab mengaku pergaulannya dengan beberapa petinggi partai membuat mahar tidak begitu besar.
Mereka tidak mematok, tapi calon membantu biaya untuk urus dukungan itu. Jumlahnya tentu tidak begitu besar. Sementara, saat Wahab disinggung alasan tidak maju dalam pilkada 2020 ini.
"Karena saya lihat situasi sekarang pilkada, walau bagaimana pun. Kelihatannya masyarakat sangat transaksional. Kalau kita mau calon tidak ada dana sudah selesailah itu," katanya
"Kalau mau calon dana tanggung-tanggung pening kepala bae, tapi harus dana maksimal, semua harus siap. Karena masyarakat sudah dididik untuk transaksional, sekarang ini pilkades, atau BPD saja sudah pakai uang," katanya
Wahab menilai demokrasi di masa ini dapat dikatakan sangat buruk bahkan hancur. Padahal negara ini sudah ada agama, Pancasila tapi semua tidak dipakai lagi.
Proses pilkada yang transaksional akan membentuk pemimpin seperti apa? Bayangkan saja. Pemilihan kepala desa (Pilkades) saja orang berani membayar Rp 500 ribu untuk satu orang ata satu suara.
Terkait pelaksanaan pilkada di OKU Selatan yang juga bakal melawan kotak kosong, Wahab menilai kinerja Bupati petahana sudah cukup baik terutama dalam membangun sektor pariwisata.
"Kalau khusus di OKUS itu saya pribadi menilai kinerja petahana sudah cukup baik maka partai banyak yang mendukungnya. Banyak program yang dulu saya canangkan sudah dilaksanakan sekarang, jadi sama saja," katanya
Wahab menilai iklim politik di suatu daerah menentukan aksi borong partai yang dilakukan kandidat. Selain itu tidak adanya calon kuat membuat partai berkumpul untuk mendukung.
OKUS sebenarnya membutuhkan orang-orang baru untuk terjun dalam politik, tapi melihat kondisi pilkada saat ini kalau finansial tidak siap lebih baik tidak ikut terjun dalam politik.
Kolom Kosong adalah Pilihan
Dua dari tujuh daerah di Sumsel yang bakal mengadakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 dipastikan hanya diikuti satu pasangan calon (paslon) atau calon tunggal.
Kepastian itu usai perpanjangan pendaftaran bakal calon (balon) yang dibuka sejak Kamis (10/09) hingga Sabtu (12/09) di KPU Ogan Komering Ulu (OKU) dan OKU Selatan tidak ada calon yang mendaftar.
Balon Bupati dan Wakil Bupati OKU, Kuryana Azis-Johan Anuar dan Balon Bupati dan Wakil Bupati OKUS, Popo Ali Martopo dan Sholehan Abuasir dipastikan menjadi calon tunggal.
Kedua kepala daerah petahana yang diusung dan didukung hingga belasan partai politik (parpol) itu dipastikan akan melawan kotak kosong dalam pilkada yang dihelat pada 9 Desember 2020 mendatang.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) OKU, Naning Wijaya menyampaikan sesuai dari pendaftaran balon kepala daerah pada 4-6 di OKU baru satu ada satu calon yang mendaftar. Merujuk pada PKPU, pendaftaran calon pun diperpanjang selama tiga hari.
"Sekali pun pendaftaran balon kepala daerah di OKU sudah tidak dimungkinkan lagi karena satu pasangan yang telah mendaftar diusung oleh seluruh partai yang memiliki kursi di DPRD," katanya.
Ia menegaskan ada calon tunggal di Pilkada OKU, KPU telah menyiapkan strategi untuk tetap mendorong angka pastisipasi pemilih tentu dengan memperhatikan protokol kesehatan di masa pandemi.
Langkah yang dilakukan dengan menggencarkan sosialisasi mulai dari pasangan calon, serta stake holder termasuk sukarelawan kolom kosong. Sosialisasi dilakukan melalui utamanya dilakukan melalui media sosial.
"Pasangan calon dan kolom kosong adalah pilihan yang diatur, mari semua untuk mendatangi TPS dan menggunakan hak pilih, kita targetkan partisipasi pemilih kita mencapai 79 persen" katanya.
Masyarakat tetap memiliki pilihan dengan memilih kotak kosong, jika pasangan calon tunggal yang ada tidak disukai.
"Harus dipahami memilih kotak kosong ini berbeda dengan golput. Kotak kosong itu juga pilihan yang merdeka, yang bebas dan memang telah disiapkan konstitusi," kata Komisioner KPU Sumsel Divisi Hukum dan Pengawasan Hepriyadi
Diterangkan Heppriyadi, dipilihnya kotak kosong ini karena adanya kondisi eksternal di luar pemilihan. Dengan adanya kotak kosong bukan berarti masyarakat tidak ada pilihan. Bahkan dibeberapa Pilkada kotak kosongnya memang seperti di Makasar. Artinya dalam kondisi seperti ini masyarakat bisa menentukan pilihannya.
"Misalnya Pilkada ini jadi evaluasi yang berkuasa bisa saja. Terus seperti apa regulasi mengatur, di PKPU itu juga diatur untuk calon tunggal. Maka untuk yang ada calon tunggal, KPU perlu mensosialisasikan bahwa Pilkada ini ada kotak kosong," ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, seperti apa kampanye kotak kosong ini? Ini juga bisa dilakukan oleh masyarakat. Misal di Prabumulih, pada 2018 lalu, ada barisan pembela kotak kosong yang diakomodir. Artinya kalau pun mereka berkampanye untuk memilih kotak kosong itu beda dengan tidak memilih.
"Maka dibolehkan sapapun dia membentuk komunitas atau institusi dan melaporkan kepada kami, bahwa mereka membentuk barisan atau relawan kotak kosong dan diakomodir maka itu boleh," bebernya.
Sehingga nantinya merekalah yang akan mengkampanyekan kotak kosong. Lalu untuk baliho dan segala macamnya akan diatur bersama. Akan dipasang bersama-sama.
Menurutnya, untuk saat ini karena kondisi Covid-19 maka sekarang PKPU kampanye sedang dibahas di PKPU RI.
"Kenapa kotak kosong bisa terjadi? Faktornya banyak, misal petahana kuat sehingga pesaing tidak berani tampil. Melihat kondisi seperti itu maka wajar saja partai politik banyak ke petahana. Karena partai politik pasti mempertimbangkan mana yang bakal menang," ungkapnya.
Maka ia pun berharap kepada masyarakat agar tidak skeptis melihat adanya kotak kosong ini. Karena bukan berarti masyarakat tidak punya pilihan, meskipun hanya ada calon tunggal masyarakat masih punya pilihan.