PSBB Palembang

PSBB Palembang Hingga 2 Juni, Sanksi Tegas Diberikan Kepada Orang Melawan Petugas

Kapolrestabes Palembang, Kombes Pol Anom Setyadji mengatakan sanksi berupa denda atau hukuman penjara merupakan upaya terakhir yang diberikan

Penulis: Shinta Dwi Anggraini | Editor: Wawan Perdana
Tribun Sumsel/ Pahmi
Kapolrestabes Palembang Kombes Pol Anom Setyadji menjelaskan sanksi pelanggar PSBB 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan berlangsung selama 14 hari.

PSBB mulai diberlakukan pada 20 Mei hingga 2 Juni 2020.

Terkait sanksi yang diberikan kepada pelanggar, akan lebih menekankan pada persuasif dan edukasi.

Kapolrestabes Palembang, Kombes Pol Anom Setyadji mengatakan sanksi berupa denda atau hukuman penjara merupakan upaya terakhir yang diberikan bagi para pelanggar.

"Akan ada tahapan terhadap sanksi yang diberikan kepada pelanggar. Pertama berupa teguran, surat tertulis atau pencabutan izin. Sedangkan tindakan pemberian sanksi berupa denda, pemenjaraan dan kurungan badan adalah upaya terakhir yang dilakukan," ujarnya, Rabu (20/5/2020).

Hal senada juga disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Palembang, Asmadi yang mengatakan sanksi bagi pelanggar PSBB lebih mengedepankan sisi humanis, persuasif dan edukasi.

"Tapi tindakan berbeda akan kita lakukan bila ada pelanggar yang bersikap melebihi batas. Seperti melawan atau menyerang petugas yang memberikan teguran atau peringatan," ujarnya.

PSBB Palembang : Langgar Aturan Berkendara Terancam Denda Maksimal Rp 1 Juta

Diungkapkan Asmadi, pihaknya masih dalam tahap pembahasan untuk menerapkan penjatuhan hukuman bagi pelanggar PSBB sebagaimana pelanggar Tindak Pidana Ringan (Tipiring).

Yakni dengan membawa pelanggar ke satu posko khusus dengan menghadirkan jaksa maupun hakim untuk dilakukan penetapan sanksi di tempat.

"Tapi nanti akan dibahas lagi untuk kepastiannya. Sebab keterbatasan jaksa menjadikan kami tidak mungkin untuk mengikuti setiap pergerakan pengaman gugus tugas," ujarnya.

Terkait mekanisme sanksi yang diberikan, Asmadi mengatakan bahwa hal tersebut telah sesuai dengan tujuan dari gugus tugas percepatan penanganan covid-19.

"Karena tujuan kita adalah untuk menghindari dan mengurangi adanya penyebaran virus corona. Jadi hanya bersifat membatasi bukan menghentikan. Itu kenapa lebih ditekankan pada tindakan persuasif dan edukasi," ujarnya.

Kesiapan Sarana

Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Febrian mengatakan, Peraturan Walikota (Perwali) terkait penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Palembang, diharapkan lebih pada persuasif atau pendekatan dan tidak mengarah sanksi pidana.

"Penegakan hukumnya harus dalam persuasif, sehingga tidak perlu pidanalah," kata Febrian, Rabu (20/5/2020).

Menurut Febrian, mengingat PSBB ini diatur dalam perwali, maka kalau bentuk sanksi yang diberikan bagi pelanggar PSBB, lebih pada bentuk administrasi atau sosial.

"Jadi, lebih banyak sanksi- sanksi yang non pidana, karena kalau dikenakan pidana, maka hal itu harus diatur dalam Perda (Peraturan Daerah)," capnya.

Dekan Fakultas Hukum Unsri ini menyikapi, sanksi bagi kerumunan orang- orang, sebaiknya penindakannya dengan sanksi- sanksi sosial, seperti membersihkan jalan dan sebagainya.

Meski begitu, yang jadi persoalan nantinya apakah itu efektif atau tidak?

Ini yang harus diuji terlebih dahulu menurut Febrian.

Mengingat, jika dilihat dari segi kepatuhan masyarakat dalam PSBB, ternyata dibeberapa tempat banyak yang tidak patuh, sehingga perlu sosialisasi secara menyeluruh terhadap kepatuhan masyarakat, karena untuk bisa efektif dilihat banyak faktor, salah satu faktornya sarana.

"Artinya, sarana dan fasilitas masyarakat itu sendiri selama ini belum terpenuhi. Contoh dalam hal kesejahteraan, kalau dia memerlukan harus keluar rumah dan tidak pakai masker, maka pemerintah kota wajib menyediakannya," tutur Febrian.

Diungkapkan Febrian, hal itu sebagai contoh langkah persuasif yang dilakukan pemerintah, sehingga lebih banyak pendekatan atau himbauan dibanding penindakan.

"Bentuk persuasif termasuk himbauan yang berdampak ke diri pribadi, keluarga dan sebagainya serta masyarakat umum. Tetapi jika didekatkan ke pidana kurungan, nantinya itu menjadi kerumunan masalah baru dan bertentangan dengan langkah pemerintah yang memberikan asimilasi ke para nara pidana, sehingga perku dilihat dilapangan. Penegakan hukumnya harus dalam persuasif sehingga tidak perlu pidanalah," pungkasnya. (Shinta/ Arief)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved