Refly Harun Buka Celah Buruk Era Jokowi: Pengkritik Bisa Dikriminalisasi, Ungkit Revisi UU KPK
Akhir-akhir ini sering memberikan kritiknya terhadap kebijakan buruk pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pakar Hukum Tata Negara kawakan asal
TRIBUNSUMSEL.COM - Akhir-akhir ini sering memberikan kritiknya terhadap kebijakan buruk pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pakar Hukum Tata Negara kawakan asal Indonesia, Refly Harun
Padahal Refly Harun pernah menjabat Komisaris Utama (Komut) di BUMN Pelindo 1 juga menjadi bagian dari timses Jokowi-Jusuf Kalla pada Pilpres 2014.
Posisi Refly Harun dari Komisaris Utama diberhentikan oleh Menteri BUMN, Erick Thohir, per 21 April 2020 lalu.
Setelah mulai rajin melempar kritik terhadap pemerintahan Jokowi semisal kinerja KPU pada proses Pilpres 2019, revisi UU KPK dan RKUHP, Refly Harun memang semakin tajam dalam mengutarakan suara kritis terhadap pelbagai kebijakan pemerintahan Indonesia yang juga berkaitan dengan penanggulangan Covid-19 akhir-akhir ini.

Setelah mengorek soal kesimpangsiuran penerapan aturan hukum dan koordinasi berantakan lintas sektor pemerintah dalam menanggulangi pandemi Corona, Refly Harun kembali bersuara kritis terhadap pemerintah, kali ini berkaitan dengan revisi Undang-Undang KPK dan pembungkaman suara kritis.
Dalam pemaparan Youtube Refly Harun via artikel Tribunwow berjudul Blak-blakan Beberkan Kebijakan Buruk Era Jokowi, Refly Harun: Yang Mengkritik akan Dihantam Balik, ia kembali mengungkit revisi undang-undang KPK yang kontroversial.
Menurut Refly Harun, banyak kritik dari masyarakat yang justru dibungkam melalui banyak hal.
Bahkan, ia menyebut banyak pengkritik yang diserang balik oleh pemerintah.
Hal itu disampaikannya melalui channel YouTube Refly Harun, hari Minggu (10/5/2020).
"Yang menjadi persoalan itu adalah kalau kebijakan itu adalah kebijakan yang koruptif, kebijakan yang ditunggangi oleh free riders, kebijakan yang ditunggangi oleh penumpang gelap," ucap Refly.
Refly mengatakan, para pengkritik kini bahkan terancam akan dikriminalisasi jika terus nekat meyampaikan kritikan mereka.
"Ini biasanya tidak hanya kebijakannya itu buruk, tapi siapa yang mengiritik kebijakan tersebut, malah akan dihantam balik," terang Refly.
"Bahkan bisa dikriminalisasi."
Terkait hal tersebut, Refly lantas kembali mengungkit revisi undang-undang KPK pada 2019 lalu.
Menurut dia, tak ada satupun pakar hukum yang setuju dengan kebijakan yang disebutnya buruk itu.
"Saya contohkan kebijakan yang buruk itu misalnya kebijakan revisi undang-undang KPK," ujar Refly.
"Tidak ada pakar hukum yang mengatakan revisi undang-undang KPK itu tidak memerlemah KPK dan pemberantasan korupsi."
Lebih lanjut, Refly membeberkan sejumlah risiko yang menghadang para aktivis saat menyampaikan kritikannya terhadap pemerintahan Presiden Jokowi saat ini.
Secara blak-blakan, ia menyebut banyak aktivis yang kini beralih menjadi bagian dari pemerintahan.
"Tapi kita tahu semakin kita menyerang maka semakin kita akan diserang," ucap Refly.
"Bahkan kadang-kadang yang menyedihkan menurut saya adalah aktivis-aktivis society, aktivis-aktivis pro demokrasi dan anti-korupsi yang dulu sangat keras meneriakkan perjuangan anti-korupsi."
"Justru menjadi bagian dari mereka yang justru ingin membungkam pengkritik," sambungnya.
Lantas, Refly mengungkap persoalan besar yang melanda demokrasi di Indonesia.
Ia menilai, banyak penguasa di negeri ini yang justru melawan akal sehat rakyat saat mengkritik pemerintah.
"Coba bayangkan, saya pernah nge-Tweet 'Kekuasaan kadang-kadang membunuh rasionalitas orang, membunuh akal sehat seseorang."
"Justru akal sehat yang dia bunuh adalah yang dia perjuangkan ketika dia tidak berkuasa'."
"Nah ini yang menjadi persoalan yang menurut saya luar biasa di dalam demokrasi di Indonesia."
Diserang oleh netizen
Refly Harun mengaku banyak memperoleh serangan yang sangat kasar dari warganet yang tak terima dengan kritiknya yang disampaikannya untuk pemerintah.
Meskipun begitu, Refly Harun mengaku tidak mau menggubris hujatan itu.
Melalui tayangan YouTube Refly Harun, Minggu (10/5/2020), Refly Harun mulanya menyinggung soal aturan yang bisa saja menjeratnya jika terus menerus mengkritik pemerintah.
Namun, menurut dia risiko bagi pengkritik pemerintah bukan hanya di bidang hukum, tetapi juga harus siap menerima hujatan dari para warganet yang menjadi pendukung fanatik pemerintahan saat ini,
"Kita tahu bahwa ada ancaman aturan yang masih diterapkan sehingga kita sebenarnya dalam setiap waktu, dalam setiap saat terancam untuk dituntut," ucap Refly.
"Di sisi lain, tidak hanya diancam dituntut, tapi juga terancam untuk di-bully, bahkan dihina."

Terkait hal itu, Refly pun mengungkap banyaknya hujatan yang diterimanya lewat akun Twitter hingga YouTube.
Ia mengaku enggan menggubris hujatan itu karena bisa menimbulkan sakit hati.
"Saya kalau membaca komentar atas tweet saya atau komentar atas YouTube saya misalnya," ujar Refly.
"Kalau kita enggak kuat kita bisa sakit hati."
Tak lupa, Refly menyinggung soal perseteruan Said Didu dan Kemenko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan.
Diketahui, sebelumnya Said Didu dilaporkan ke polisi karena dinilai mencemarkan nama baik dan menyebarkan berita bohong soal Menko maritim dan investasi itu.
"Karena tidak hanya mengatakan 'Si X ini pikirannya cuma uang dan uang'," jelas Refly.
"Seperti kita tahu dalam kasus Said Didu melawan LBP."
Ia mengaku sampai disebut warganet mengritik pemerintah karena merasa sakit hati.
Tak hanya itu, menurut Refly ada sejumlah makian kasar yang diterimanya dari warganet.
"Tapi pernyataan yang kita baca lebih dari itu, mulai dari yang sedikit ringan 'Ini barisan sakit hati' sampai dibilang pelcur politik, dibilang monyet."
"Sampai makian-makian yang sangat kasar," sambungnya.
Karena itu, Refly mengaku tak mau menggubris makian itu.
Menurut dia, menyampaikan kritik terhadap pemerintah menjadi tujuan utamanya kini.
"Cuekin saja, saya tidak gubris. Yang penting adalah kita sudah menyampaikan kritik kita," tandasnya.
(Tribunnewswiki.com/Ris)