RS Siloam Palembang Luruskan Informasi Pengusiran 6 Perawat

Direktur medik dan pelayanan RS Siloam Palembang, dr Anton membenarkan adanya permintaan maaf tersebut

Tribunsumsel.com
RS Siloam Sriwijaya Palembang 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Rumah Sakit (RS) Siloam memberikan tanggapan atas permintaan maaf yang disampaikan pemerintah kota Palembang melalui Camat IT 1 atas pengusiran yang telah dialami 6 perawat mereka.

Seperti diketahui sebelumnya, pengusiran itu dilakukan oleh oknum RT bersama beberapa warga di sebuah tempat kost di Jalan Dwikora II RT 33 Kecamatan Ilir Timur 1 Palembang beberapa waktu lalu.

Direktur medik dan pelayanan RS Siloam Palembang, dr Anton membenarkan adanya permintaan maaf tersebut.

Namun ada beberapa hal yang menurutnya harus diluruskan ke masyarakat.

"Pertama dari surat klarifikasi yang disampaikan oknum RT tersebut dijelaskan secara lengkap nama korban (perawat) yang diusir.

Kemudian dikatakan bahwa yang bersangkutan itu keluar masuk bersama pacarnya, dan perlu kami sampaikan bahwa hal Itu tidak benar.

Laki-laki itu hanya bermaksud mengantar makanan. Para perawat itu merasa kelelahan, jadi minta diantarkan makanan sama seorang laki-laki yang juga merupakan petugas di Siloam. Jadi mereka itu adalah rekan kerja," ujarnya, Senin (20/4/2020).

Lebih lanjut dikatakan, atas pengusiran yang dialami perawatnya, pihak RS Siloam sangat merasa kecewa dengan perlakuan tersebut.

Sebab menurutnya, hal itu bisa menimbulkan dampak sosial yang tak hanya dialami oleh seluruh tenaga medis di Siloam, termasuk bagi keluarga mereka.

"Tapi intinya, tadi pak camat bersama lurah sudah datang meminta maaf. Mereka juga bilang akan memperbaiki kesalahan yang ada," ujarnya.

Dikatakan dr Anton, kekhawatiran di tengah masa Pandemi seperti saat ini adalah suatu hal yang wajar.

Namun hal tersebut juga harus barengi dengan sikap yang bijak dalam bertindak maupun saat mengambil suatu keputusan.

"Seperti saat kejadian (pengusiran) itu terjadi. Kalau memang ingin menegur, sampaikanlah dengan cara yang baik.

Berdasarkan laporan dari perawat yang bersangkutan, saat itu pihak RT datang bukan bersama Babinsa atau pihak puskesmas setempat.

Melainkan bersama 5 orang warga. Dengan keadaan seperti itu, siapa yang tidak takut. Jadi memang sempat korban tidak mau buka pintu karena takut dengan situasi saat itu.

Ditambah lagi dengan intonasi kata-kata yang disampaikan ke mereka," ujarnya.

Untuk itu kesadaran masyarakat dalam menghadapi situasi saat ini benar-benar sangat dibutuhkan.

Khususnya dalam menghapus stigma negatif yang saat ini melekat pada pasien Corona dan tenaga medis.

Diperlukan peran semua orang termasuk pemerintah dalam melakukan hal tersebut.

Untuk itu dalam pertemuan itu, disampaikan juga permintaan kepada aparat kecamatan maupun lurah agar dapat memberikan edukasi dan pemahaman ke masyarakat.

Agar kepanikan dan kesalahpahaman tidak lagi terjadi di kemudian hari.

"Kami juga minta agar camat maupun lurah agar mengajak masyarakatnya jangan mengucilkan orang yang sedang menjalani isolasi mandiri. Justru seharusnya kita membantu mereka.

Kalau ada yang sedang isolasi mandiri, artinya mereka tidak mungkin keluar.

Aparat dan warga setempat bisa melakukan tindakan positif dengan membantu mendukung kebutuhan dari orang tersebut. Tentunya dengan menerapkan prosedur yang tepat pada saat memberikannya," ujarnya.

"Intinya tadi permasalahan kemarin sudah selesai. Meskipun tidak ada hitam diatas putih ataupun ditandai dengan salaman karena situasi seperti ini, tapi bukan berarti masalah ini akan berlanjut,"imbuhnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved