Avigan Adalah, Obat dari Jepang yang Dipesan Jokowi Untuk Penyembuhan Pasien Covid-19

Presiden Joko Widodo mengungkapkan jika pemerintah sudah memesan jutaan obat yang disebut ampuh untuk melawan Virus Corona di beberapa negara

Penulis: Abu Hurairah | Editor: M. Syah Beni
Tribunnews
Obat Covid - 19 

TRIBUNSUMSEL.COM - Avigan Adalah, Obat dari Jepang yang Dipesan Jokowi Untuk Penyembuhan Pasien Covid-19

Presiden Joko Widodo mengungkapkan jika pemerintah sudah memesan jutaan obat yang disebut ampuh untuk melawan Virus Corona di beberapa negara.

Salah satu dari jenis obat tersebut adalah Avigan.

Obat ini merupakan jenis obat generik dengan kandungan favipiravir yang terbukti efektif mengobati pasien Covid-19 dari sejumlah penelitian yang telah dilakukan.

BREAKING NEWS : Jumlah Pasien Positif COVID-19 Bertambah 60, Total 369 Terinfeksi Virus Corona

BREAKING NEWS : Jokowi Segera Bagikan Obat Virus Corona ke Pasien yang Positif, Ini Obatnya

Pemerintah Siapkan Avigan dan Klorokuin untuk Obat Pasien Covid-19, Presiden Jokowi: Kita Tidak Diam

Lantas apa itu Avigan atau Favipiravir?

Avigan atau Favipiravir merupakan obat antivirus yang dikembangkan oleh Fujifilm Toyama Chemical Jepang.

Avigan merupakan merek dagang obat generik dengan kandungan Favipiravir yang telah digunakan sejak tahun 2014.

Melansir Kompas dari Live Science, obat ini secara khusus dibuat untuk mengobati virus RNA seperti SARS-CoV-2.

Penyakit tersebut adalah virus yang materi genetik utamanya adalah RNA, bukan DNA.

Obat ini menghentikan beberapa virus dari replikasi dengan melumpuhkan enzim (zat yang menyebabkan reaksi kimia) yang disebut RNA polimerase, yang membangun RNA.

Tanpa enzim utuh, virus tidak dapat menggandakan materi genetiknya secara efisien sekali di dalam sel inang.

Namun, obat tersebut tampaknya kurang efektif pada pasien dengan gejala berat.

Melansir The Guardian, pasien yang mendapat obat flu di Shenzhen menunjukkan hasil negatif rata-rata empat hari sejak dinyatakan positif.

Dilaporkan NHK, hasil itu kemudian dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapat favipiravir, di mana mereka baru negatif 11 hari setelah didiagnosa tertular.

Hasil Sinar X juga memperlihatkan adanya peningkatan pada kondisi paru-paru sekitar 91 persen. Berbanding 62 persen tanpa favipiravir.

Fujifilm Toyama Chemical, pabrikan pembuat obat flu dengan nama lain Avigan tidak berkomentar soal klaim bahwa obat mereka efektif mengatasi virus corona.

Dokter di Jepang dikabarkan menggunakan obat yang sama dalam uji klinis terhadap pasien Covid-19 dengan gejala ringan hingga sedang.

Melalui konsumsi Avigan, tim medis berharap virus yang pertama kali terdeteksi di Wuhan itu tidak sampai berkembang di tubuh pasien.

Sumber dari kementerian kesehatan Jepang mengungkapkan, Avigan itu tidak efektif jika gejala yang dialami pasien sudah parah.

Pejabat anonim itu mengatakan, mereka juga sempat melakukan studi menggunakan kombinasi obat HIV antiretrovirals lopinavir dan ritonavir.

Pada 2016, Tokyo sempat menyediakan stok Avigan sebagai pengobatan darurat untuk menangkal virus Ebola yang berkembang di Guinea.

Penggunaan favipiravir, yang awalnya hanya diperuntukkan mengobati flu, membutuhkan persetujuan khusus dalam skala besar.

Dalam sebuah laporan yang dimuat dalam jurnal Antiviral Research, favipiravir atau yang awalnya dikenal dengan nama T-075 merupakan obat antivirus yang dapat menghambat enzim RNA-dependent RNA polymerase (RdRP) pada virus influenza.

Seperti obat antivirus eksperimental tertentu lainnya, obat ini merupakan turunan pyrazinecarboxamide.

Dalam percobaan yang dilakukan pada hewan, Avigan menunjukan aktivitas melawan virus influenza, virus West Nile, virus demam kuning, virus penyakit kaki-dan-mulut serta flavivirus lain, arenavirus, bunyavirus , dan alphavirus .

Obat ini ditemukan mampu menghambat semua serotipe dan strain virus influenza A, B, dan C, termasuk pada pasien yang resisten terhadap obat penghambat neuraminidase.

Uji in vitro dan uji pada hewan juga menyebutkan, favipiravir atau Avigan mampu melawan jenis-jenis virus lain, seperti flavivirus.

Setelah diuji di China, favipiravir juga akan mulai diteliti di Hongkong dengan melibatkan 60 pasien yang terinfeksi virus corona SARS-Cov-2.

Pengujian ini akan dilakukan selama 10 hari.

Uji coba

Uji obat tersebut dilakukan di dua kota di China, yakni kota Wuhan yang menjadi asal merebaknya virus corona baru, serta di kota Shenzhen.

Uji favipiravir dilakukan dengan melibatkan 240 pasien di Wuhan dan 80 pasien di Shenzhen, dengan temuan sebagai berikut:

1. Suhu tubuh pasien

Pengujian favipiravir di Wuhan menemukan bahwa obat tersebut membantu mengembalikan suhu pasien menjadi normal dalam rata-rata waktu 2,5 hari.

Sementara itu, suhu tubuh pasien yang tidak diberikan favipiravir membutuhkan 4,2 hari agar kembali normal.

2. Batuk pada pasien

Batuk pada pasien yang diberikan favipiravir bisa reda dalam rata-rata waktu 4,57 hari.

Sementara itu, batuk pada pasien yang tidak diberikan obat ini membutuhkan waktu sekitar 5,98 hari untuk reda.

3. Status positif COVID-19

Dalam uji yang dilakukan di Shenzhen, dilaporkan bahwa status pasien yang positif COVID-19 bisa kembali negatif dengan median 4 hari setelah diberikan favipiravir.

Sedangkan pasien yang tidak diberikan obat ini membutuhkan waktu median 11 hari untuk kembali negatif.

4. Peningkatan kondisi paru-paru

Uji coba favipiravir ini juga menemukan, hasil uji Sinar-X pasien yang diberikan obat ini mengalami peningkatan kondisi paru-paru hingga 91%.

Pasien yang tidak mengonsumsi favipiravir mengalami peningkatan 62%.

Walau sangat berpotensi untuk mengobati infeksi virus corona, favipiravir belum tentu efektif pada pasien yang memiliki gejala dan sakit yang lebih parah, seperti yang dilansir dari Daily Mail.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved