Negara Harus Kucurkan Dana Lebih untuk Tambal Defisit, Buntut Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik
Padahal tahun lalu, pemerintah telah mengucurkan anggaran sebesar Rp 13,5 triliun untuk menalangi kenaikan tarif iuran untuk peserta penerima bantuan
TRIBUNSUMSEL.COM - Pemerintah terpaksa tambah kucuran dana untuk tambal defisit, buntut panjang batalnya kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Mahkamah Agung resmi mengetuk palu yang mengesahkan batalnya kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Senin (9/3/2020),
Dirasa tidak sesuai dengan peraturan yang ditetapkan di Indonesia kenaikan iuran BPJS Kesehatan batal dilaksanakan.
Padahal tahun lalu, pemerintah telah mengucurkan anggaran sebesar Rp 13,5 triliun untuk menalangi kenaikan tarif iuran untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) serta pemerintah daerah hingga akhir 2019.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pihaknya masih membahas lebih lanjut mengenai dampak keputusan tersebut terhadap kucuran dana yang telah disalurkan pemerintah untuk menambal defisit BPJS Kesehatan.
"Jadi sebenarnya, kenaikan itu adalah untuk bisa menambal defisitnya BPJS Kesehatan.

Nah dengan adanya putusan tadi, kami pelajari dan diskusikan implikasinya," ujar Suahasil di Jakarta, Senin (9/3/2020).
"(Untuk kucuruan dana yang telah disalurkan), itu nanti konsekuensinya seperti apa setelah kita dalami keputusan tersebut, dan konsekuensinya. Tentu kita ini kan harus bicara dengan kementerian lain," jelas dia,
Sebagai catatan sebelumnya, per akhir Januari lalu, Kemenkeu merealisasikan pembayaran PBI senilai Rp 4,03 triliun.
Jika diakumulasikan dengan kucuran anggaran tahun sebelumnya, pemerintah sudah mengeluarkan Rp 16,03 triliun dari total alokasi anggaran untuk PBI Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). S
ementara itu, anggaran yang ditetapkan pemerintah dalam APBN 2020 untuk menambal BPJS Kesehatan mencapai Rp 48,8 triliun.
Angka tersebut naik signifikan dari tahun lalu yang sebesar Rp 26,7 triliun.
Suahasil pun menjelaskan, keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif iuran dengan pertimbangan defisit BPJS Kesehatan yang diproyeksi mencapai Rp 15,5 triliun hingga akhir 2019.
Nilai tersebut sudah membaik dibandingkan proyeksi sebelumnya, di mana BPJS Kesehatan diprediksi defisit sampai Rp 32 triliun pada akhir tahun lalu.
Dengan keputusan MA tersebut, Kemenkeu harus kembali memutar otak untuk menambal defisit BPJS Kesehatan.