Teror Harimau
5 Tewas dan 2 Terluka Diserang Harimau, Ini Upaya Pemprov Sumsel Atasi Konflik Satwa dan Manusia
Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan (Pemprov Sumsel) membentuk tim satuan tugas (satgas) untuk penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Tahun lalu terjadi tujuh kasus konflik harimau dan manusia di Sumsel.
Kasus itu terjadi pada periode November hingga Desember 2019, di Kota Pagaralam, Kabupaten Lahat, dan Kabupaten Muara Enim.
Dari tujuh kasus tersebut, lima orang ditemukan tewas dan dua lainnya luka-luka.
Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan (Pemprov Sumsel) membentuk tim satuan tugas (satgas) untuk penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar di Sumsel.
"Langkah pertama yang dilakukan satgas tersebut meliputi pemulihan atau pengembalian kepercayaan masyarakat akan upaya yang telah dilakukan pemerintah dan pihak terkait untuk menangani konflik tersebut," kata Asisten I Bidang Pemerintah dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Sumsel, Akhmad Najib pada Lokakarya Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwa Liar di Provinsi Sumatera Selatan di Hotel ALTS Palembang, Senin (10/2/2020).
Najib menjelaskan, pembentukan satgas juga berpijak pada dampak yang dirasakan oleh masyarakat seperti dampak sektor pariwisata, umat, keamanan, kenyamanan terhadap warga sendiri.
Di sisi lain, pemerintah juga telah mengimbau lewat surat pihak terkait untuk menyosialisasikan bahwa kondisi saat ini sudah kondusif.
"Namun yang lebih utama adalah supaya (kejadian serupa) tidak terulang. Yang paling pasti adalah sinergitas antara pemerintah dan dan beberapa pihak terkait supaya bisa bersama-sama menjaga habitat asli satwa," ujarnya.
Sebelumnya, pemprov Sumsel bersama para pihak di lapangan telahah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi konflik yang terjadi di antaranya melalui sosialisasi kepada masyarakat terdampak maupun melakukan pemantauan keberadaan harimau di lokasi konflik.
Upaya yang dilakukan akhirnya membuahkan hasil, di mana harimau yang diduga berkonflik tertangkap dalam box trap yang dipasang oleh tim dan sudah dievakuasi.
Kepala BKSDA Sumsel Genman Suhefti Hasibuan menjelaskan semua pihak yang terlibat dalam satgas ini diharapkan dapat dengan sadar turut membantu dalam menjaga satwa liar ini.
Menurut dia, penanganan konflik butuh proses dan butuh waktu, lama atau tidaknya tergantung dari koordinasi.
Jika bersama akan cepat dalam prosesnya.
"Manusia jangan ganggu habitat satwa liar. Bisa cepat jika tidak ada gangguan. Selama habitat masih terganggu akan lama. Semua pihak agar dapat sadar sesadar-sadarnya untuk melakukan pengendalian terhadap konflik ini." jelas Genman.
Terkait lokakarya tersebut, Direktur Proyek KELOLA Sendang – ZSL Indonesia, Damayanti Buchori mengatakan dari lokakarya ini dapat digali masukan-masukan untuk memperkuat kemitraan dalam penanggulangan konflik manusia dan satwa liar pada masa yang akan datang.
"Harapannya, akan ada rumusan untuk membangun pola koordinasi, komunikasi dan kerjasama antar pihak dalam rangka penanggulangan konflik manusia dan satwa liar."
"Sumsel akan menjadi laboratorium sosial dan percontohan bagi Indonesia, yang memiliki pengalaman dalam kemitraan dalam pengelolaan bentang alam, termasuk pengelolaan konflik manusia dan satwa liar,” terangnya.(Sp/ Jati Purwanti)