Cerita Khas Palembang

Kisah Suami Istri di Palembang Berbarengan Raih Profesor, Waktu SD Pernah Jual Pisang Goreng

Adalah pasangan Muhajirin dan istrinya Maya Panorama memberikan contoh perjuangan itu tak mengenal waktu

Editor: Wawan Perdana
Istimewa
Pasangan Muhajirin dan istrinya Maya Panorama akan mendapat pengukuhan sebagai guru besar di UIN Raden Fatah Palembang, Jumat (24/1/2020). 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Satu kisah inspiratif datang dari Palembang.

Adalah pasangan Muhajirin dan istrinya Maya Panorama memberikan contoh perjuangan itu tak mengenal waktu.

Keduanya dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang yang akan dikukuhkan sebagai profesor, Jumat (24/1/2020) esok.

Pada pengukuhan yang rencananya akan dihadiri oleh berbagai tokoh akademisi dan praktisi Sumsel dan Nasional tersebut, Muhajirin akan membawakan orasi ilmiah dengan judul Memaknai Teori Tuhan sebagai Hukum Absolut.

Sedangkan sang istri, Maya, dengan orasi ilmiah berjudul Pengembangan Rural Micro Finance di Indonesia.

Jadi Lulusan Terbaik FKIP Universitas PGRI, Mona Ingin Mengabdi di Kampung Halaman

Keduanya tak hanya terlihat cocok sebagai sepasang suami istri, namun juga kompak di bidang pendidikan dengan bersamaan.

"Bidang keilmuan kami berbeda, saya dari tafsir hadis dan istri dari ekonomi pembangunan. Alhamdulillah bisa dikukuhkan bersama," katanya dijumpai di Moba Latansa, Rabu (23/1/2020) petang.

Muhajirin menempuh pendidikan S1 di UIN Raden Fatah dan untuk S2 serta S3 di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Sementara, Maya menjalani pendidikan S1 dan S2 di Universitas Sriwijaya dan S3 di Universitas Malaya, Malaysia.

Jauh menarik ke belakang, Muhajirin mengisahkan masa-masa sulitnya menjalani pendidikan sejak sekolah dasar (SD).

Dua dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Muhajirin dan Maya Panorama
Dua dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Muhajirin dan Maya Panorama (Koleksi pribadi Muhajirin)

Saat itu pada tahun 80-an sebelum menempuh pendidikan di pesantren Gontor, untuk membantu biaya pendidikannya, dia pun berjualan pisang goreng.

Ada juga rokok dan kantong plastik, dimana ia berjualan dengan berkeliling Pasar 16 Ilir Palembang.

Tepat pada kelas 6 SD, di pagi hari sebelum sekolah Muhajirin juga berjualan celimpungan.

Menjalani pendidikan sejak tingkat dasar hingga strata tiga pun dibiayai Muhajirin secara mandiri tanpa beasiswa dari pihak manapun.

"Saya delapan bersaudara sehingga memang untuk meringankan beban orang tua harus bantu jualan. Sewaktu S1 saya pun berjualan jilbab, bahkan saat S2 juga nyambi menulis kolom di media nasional," ujarnya.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved