Pemilik Merek 'Ngocok Yuk' yang Ditertibkan Satpol PP Padang Langgar Kesusilaan, Bisa Dijerat Pidana
Pemilik Brand 'Ngocok Yuk' yang Ditertibkan Satpol PP Padang Langgar Kesusilaan, Bisa Dijerat Pidana
TRIBUNSUMSEL.COM - Pemilik Merek 'Ngocok Yuk' yang Ditertibkan Satpol PP Padang Langgar Kesusilaan, Bisa Dijerat Pidana
Brand Ngocok Yuk viral di media sosial.
Ngocok Yuk yang dikonotasikan negatif ini, melalui tangan seorang wanita menjadi merek minuman.
• BREAKING NEWS : Mayat Mengapung di Sungai Musi Adalah Inta Ferin, Mahasiswi PGRI Palembang
• Rumah Calon Besan Dibakar Oleh Keluarga Perempuan, Penyebab Karena si Perempuan Dibawa Lari
Menyusul Satpol PP Kota Padang menertibkan satu mobil usaha minuman bertuliskan; Ngocok Yuk giliran pemilik usaha tersebut kembali angkat bicara.
Pemilik usaha minuman Ngocok Yuk, Winda Varesa saat dikonfirmasi TribunPadang.com, Jumat (1/11/2019) mengatakan bahwa pihaknya merasa dirugikan, karena penertiban tersebut.
Sebelumnya, pemilik usaha Winda Varesa merasa tindakan yang dilakukan petugas tersebut dilakukan secara mendadak dan terkesan dipaksakan.
"Seharusnya kalau mau menindak itu kan ada surat peringatan dulu. Bukan main tangkap saja begitu.
Usahanya itu ramai jadi kemungkinan ada oknum yang iri. Kemudian melaporkan ke petugas dan petugas menindak laporan masyarakat yang sedikit itu saja," kata Winda Varesa saat dikonfirmasi ulang, Jumat (1/11/2019).
Selain itu sebagai pemilik usaha minuman Ngocok Yuk Winda juga menyayangkan atas kejadian tersebut.
Menanggapi hal itu, Kepala Satpoll PP Kota Padang Al Amin mengatakan untuk pedagang kaki lima, termasuk mobil bertuliskan "Ngocok Yuk," tersebut tidak menggunakan surat peringatan (SP).
"Seadainya SP 1, SP 2 dan SP 3 contohnya bangunan liar, mempergunakan jalan, bangunan permanen kita ajukan surat peringatan 1 sampai 3 (SP1, SP2-SP3).
Menurutnya, surat peringatan (SP) hanya diterbitkan lalu diberikan pada pemilik bangun ilegal, termasuk bangunan yang mempergunakan badan jalan untuk bangunan permanen.
"Kalau misalkan gerobak tidak dilakukan SP1, SP2, kalau diberi surat peringatan (SP) nanti bergejolak juga masyarakat ini," kata Al Amin.
Dikatakan, penertiban tersebut dilakukan dikarenakan mobil warung kopi tersebut bermakna negatif dan meresahkan masyarakat.
Winda Varesa mengungkapkan setelah kejadian pengamanan tersebut dilakukan, anggota franchisenya saat ini mengalami trauma.
"Dia (anggota franchise) trauma kasihan kemarin dia nelepon saya, kemarin ga jualan karena saking takutnya," ungkap Winda Varesa.
Dibalik pemberitaan yang beredar tersebut Winda menegaskan bahwa ia siap menjadi tameng bagi anggota franchise nya.
Tentang profil Winda Varesa dirinya merupakan perempuan kelahiran Bandar Buat Kota Padang Sumatera Barat (Sumbar).
Winda Varesa memulai usaha minuman Ngocok Yuk pada Tahun 2018. Hingga saat ini sudah ada lebih kurang 83 anggota franchise yang bergabung di dalam bisnisnya.
Dia berharap dengan adanya pemberitaan yang beredar usaha minuman Ngocok Yuk miliknya serta anggota frenchisenya, senantiasa kuat dalam menghadapi masalah ini.
Penertiban mobil yang bertuliskan "Ngocok Yuk" di kawasan GOR Haji Agus Salim Padang, Rabu (30/10/2019) dilakukan tanpa pemberitahun atau surat peringatan terlebih dahulu.
Kepala Satpoll PP Kota Padang Al Amin mengatakan surat peringatan (SP) hanya diterbitkan lalu diberikan pada pemilik bangunan ilegal.
Selain itu bangunan yang mempergunakan badan jalan untuk bangunan permanen.
Sedangkan untuk pedagang kaki lima, termasuk mobil bertuliskan "Ngocok Yuk," tersebut tidak menggunakan surat peringatan
"Kalau Seandainya sp1, sp2 sp3 contohnya bangunan liar, mempergunakan jalan, bangunan permanen kita ajukan sp1, sp2, sp3.
Tanggapan Pol PP
Kalau misalkan gerobak tidak kami lakukan sp1, sp2, kalau di Sp nanti bergejolak juga masyarakat ini," kata Al Amin.
Dikatakan penertiban tersebut dilakukan dikarenakan mobil warung kopi tersebut bermakna negatif dan meresahkan masyarakat.
Selain itu juga berdasarkan himbauan Majelis Ulama Indonesia (MuI) Kota Padang yang berisikan himbaun dan menfatwakan penggunaan nama produk seperti kata "neraka, setan, iblis," sebagai nama yang haram atau dilarang dalam Islam.
Selain itu, fatwa penggunaan nama produk terkait hal-hal prinsip dalam islam berkait akidah seperti kata "neraka", "setan", "iblis" maka hukumnya haram.
"Kita ini dalam Minangkabau ini prilaku dan tabiat harus sesui dengan adat dan agama
Ketika berbicara ingat kata-kata yang diucapkan orang agar tidak mwenyakiti.
Dengan kata tersebut orang tidak tenang.
Dikocokin atau dingocokin terlalu vulga," kata Al-Amin pada Jumat (1/11/2019).
Kata ngocok tersebut berkonotasi negatif dan dalam bahasa Minangkabau artinya caruik atau bahasa kotor.
Dikatakan pada saat penertiban di Gor Haji Agus Salim pemilik mobil tidak ditemukan.
Namun setelah diangkut Satpoll PP datanglah pemilik mobil bertulis "Ngocok Yuk" tersebut ke kantor Satpoll PP Padang.
Dikatakan pemilik mobil tersebut mentandatangani surat pernyataan berisi tidak akan menggunakan nama tersebut.
Mengenai masyarakat mana yang diresahkan, Al Amin mengatakan masyarakat banyak mendukung tindakan tersebut.
"Ada juga orang bertanya kepada saya, Pak kan tidak kenapa ada orang ngocok itu, seperti ngocok biasa tu Pak. Ada banyak juga orang yang memperbolehkan hal bahasa selerti itu.
Saya rasa lebih banyak yang tidak setuju dengan bahasa tersebut, kemudian ada juga orang bertanyakan kalau di jakarta dibolehkan, saya katakan saya kepala Satpoll PP kota Padang bukan Satpoll PP Jakarta," kata Al Amin.
Dikatakan juga Satpoll PP Padang akan menghubungi pemiliknya.
Lanjutnya, kalau dibawa ke ranah hukum, Satpoll PP Padang siap menghadapinya.
"Kalau dibawa ke ranah hukum kita siap saja yang jelas kita mementingkan kepentingan masyarakat, yangg jelas masyaraka kota Padang tidak suka, kita tertibkan," kata Al Amin.
Ancaman Pidana
Dikutip dari laman hukumonline pemilik brand terancam sanksi administratif dan sanksi pidana.
Pencantuman merek makanan/minuman yang mengandung unsur pornografi di atas juga berpotensi dijerat dengan beberapa sanksi, baik administratif maupun pidana.
Pasal 67 huruf p Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan (“Peraturan BPOM 31/2018”) melarang pelaku usaha untuk mencantumkan pernyataan, keterangan, tulisan, gambar, logo, klaim, dan/atau visualisasi yang menimbulkan gambaran/persepsi yang bertentangan dengan norma kesusilaan, etika, atau ketertiban umum.
Atas pelanggaran ketentuan tersebut, berlaku Pasal 71 ayat (1) Peraturan BPOM 31/2018, yang berbunyi:
Setiap Orang yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Badan ini dikenai sanksi administratif berupa:
a. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;
b. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; dan/atau
c. pencabutan izin.
Di sisi lain, merek yang mengandung unsur pelecehan atas alat kelamin juga berpotensi dijerat dengan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (“UU Pornografi”). Definisi pornografi dalam undang-undang tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 UU Pornografi, yang berbunyi:
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Dengan demikian, menurut hemat kami, merek berbentuk gambar atau tulisan juga berpotensi dikategorikan sebagai sebuah pornografi. Lebih lanjut, Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi mengatur bahwa:
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
kekerasan seksual;
masturbasi atau onani;
ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
alat kelamin; atau
pornografi anak
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat alat kelamin dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar.
Sedangkan apabila tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.[6] Selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, dijatuhkan pula pidana denda terhadap korporasi dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan tiga dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal yang dijatuhkan.
Selain pidana pokok, korporasi juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pembekuan izin usaha, pencabutan izin usaha, perampasan kekayaan hasil tindak pidana, dan pencabutan status badan hukum.