Firli Bahuri Jadi Ketua KPK, Inilah Kisah Hidupnya, Hidup Keras Tak Kenal Kata Menyerah
Firli Bahuri Jadi Ketua KPK, Inilah Kisah Hidupnya, Hidup Keras Tak Kenal Kata Menyerah
Kapolda Sumsel pulang kampung untuk nyekar ke makam orang tuanya Sabtu (29/6/2019).
Untuk mengenang kembali masa-masa kecilnya, lulusan AKPOL 1990 ini memilih berjalan kaki dari jalan raya Desa Tangsilontar Kecamatan Pengandonan menuju rumahnya di Desa Lontar Kecamatan Muarajaya .
Sepanjang perjalanan, ayah dua anak ini dengan semangat menceritakan perjuangannya waktu di bangku Sekolah Dasar (SD) yang sudah menjadi yatim sejak ayah meninggal tahun 1974.
Ibunda Firli membesarkan dan mendidik Firli bersama lima saudaranya bernama Rusibah, Sismiana, Iskandar, Makmulhad, Busri dengan segala keterbatasan.
Kehidupan Firli bersaudara penuh dengan tantangan dan ujian.
Kerasnya kehidupan membuat Firli terlatih dan tanggap serta tidak kenal kata menyerah.
Waktu SD Firli sudah bisa membeli sepeda hasil keringat sendiri dengan menyadap karet setelah pulang sekolah.
Uang hasil penjualan karet ditabung selama 3 bulan untuk membeli sepeda.
Setelah lulus SD di Desa Lontar, tantangan untuk masuk SMP juga lumayan berat karena SMP hanya ada di Kecamatan Pengandonan kata Firli.
Tidak ada pilihan lain, Firli harus berjalan kaki menempuh sejauh 16 KM (PP) untuk menuntut ilmu.
“Saat bejalan kaki saya selalu menundukan kepala menatap tanah yang saya lewati, tahu-tahu sudah nyampai rumah,” kata Irjen Pol Firli seraya menambahkan kalau dia mengangkat kepala maka akan melihat berapa jauh lagi jarak yang harus ditempuh.
Sepulang sekolah saalat dan makan, setelah itu Firli harus pergi lagi ke ladang berjalan kaki sejauh 3 KM dengan medan menadaki dan menurun untuk membantu ibunya.
Setelah lulus SMP Firli hijrah ke Palembang melanjutkan pendidikan SMA.
Dengan modal semangat Firli memulai perjuangan hidup berat di Kota Palembang.
Untuk menyambung hidup dan pendidikannya Firli harus kerja serabutan yang penting halal.
Sepulang sekolah Firli dagang sepidol beli Rp 25 selusin di Pasar Cinde dan dijual kembali seharga Rp 50 selusin di Taman Ria Sriwijaya Palembang.
Dalam semalam Firli bisa menjual 6 lusin sepidol dan bisal membawa uang Rp 150 untung dari dagang spidol.
Selain jualan sepidol, Firli juga ikut berjualan kue hingga upahan mencuci mobil.