Bupati Muaraenim Ditangkap KPK

BREAKING NEWS : KPK Geledah Rumah Pribadi Bupati Muaraenim Ahmad Yani di Pakjo Palembang

BREAKING NEWS : KPK Geledeh Rumah Pribadi Bupati Muaraenim Ahmad Yani di Pakjo Palembang

Sripoku.com/Harris
Sejumlah personil Brimob bersenjata lengkap geledah kediaman Ahmad Yani di Jalan Inspektur Marzuki kelurahan Siring Agung Kecmatan Ilir Barat 1, Rabu (4/9/2019) 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah pribadi Bupati Muaraenim Ahmad Yani yang tersandung kasus suap fee proyek

Pantauanan Tribunsumsel.com, Rabu (4/9/2019) malam, suasana gelap terlihat di depan rumah kediaman bupati Muara Enim Ahmad Yani, di Jalan Inspektur Marzuki kelurahan Siring Agung Kecmatan Ilir Barat 1.

Di halaman rumah tamak ada sejumlah anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang menggeledah

Dengan memakai rompi dan seragam kemeja, anggota KPK didampingi oleh Brimob bersenjata lengkap.

"Ia benar dari KPK,"ujar salah satu Brimob yang bertugas.

"lebih dari satu, (orang KPK), "katanya.

Sementara itu menurut Syahraudin tetangga Ahmad Yani mengatakan bahwasannya lembaga pemberantasan korupsi ini telah dari tadi datang

"Habis magrib tadi datang lebih dari 3 mobil yang masuk ke rumah Ahmad Yani,"kata Syahrudin

Dari pantauan 3 orang anggota KPK telah duduk diruangan tamu sambil melihat TV yang ada.

Hingga berita ini diturunkan sejumlah anggota KPK belum mau di mintai keterangan.

Gubernur Tunjuk Plh

Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru telah menandatangani surat keputusan penunjukan Wakil Bupati Muaraenim, Juarsah sebagai Pelaksana Harian (PLH) Bupati Muaraenim menggantikan Ahmad Yani.

Ahmad Yani saat ini ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tersangkut kasus suap proyek jalan di Muaraenim.

Deru menegaskan, Wakil Bupati akan menjalankan tugas pemerintahan namun bukan laiknya tugas Bupati Definitif.

PLH Tidak boleh membuat kebijakan strategis, misal, soal anggaran, membuat kebijakan tentang kepegawaian, tidak boleh mutasi, apalagi memberhentikan orang.

 Kronologi Lengkap Korupsi Bupati Muaraenim Ahmad Yani, Dari Kode Uang sampai OTT

"Saya sudah perintahkan Wabup, untuk menjalankan tugas-tugas kepemimpinan saja kesehariannya. 1x24 jam sudah saya tanda tangani, Wabup sudah saya panggil, sekarang beliau lagi paripurna."

"Dia akan ke palembang, dan akan saya serahkan itu, tidak bisa teleg-teleg saja, meskipun dia tidak pelantikan," tegasnya, Rabu (4/9/2019).

Penunjukkan ini sejalan jika sudah ada penegasan dari pihak KPk terkait status Bupati AY.

"Jika ditetapkan tersangka dan ditahan maka sesuai perintah uU harus ada pengganti sementara," jelasnya.

Lama penunggasan PLH sendiri, kata Deru akan menunggu adanya keputusan tetap dari pengadilan.

Kemudian KPK akan memberitahukan ke Menteri Dalam Negeri terkait status kepala daerah yang tersandung kasus hukum tersebut.

 BREAKING NEWS: KPK Kembali Datangi Kantor PT Enra Sari, Inilah Kantor Perusahaan Pemberi Suap Itu

"Ketika sudah ada pemintaan dari Mendagri untuk menunjuk PLT baru 
ada mekanisme lain pengangkatan definitf, kalau itu cukup syarat jadi Bupati," jelasnya.

Gubernur mengungkapkan KPK tidak mungkin serta merta menetapkan atau mengamankan Bupati sebagai tersangka jika tidak ada alat bukti kuat. 
"Artinya KPK sudah ada alat bukti, bukti petunjuk atau jejak digital. Saya tidak tahu," ujarnya.

Namun, ia menegaskan sebagai Kepala Daerah harusnya paling cantik itu tidak usah bersentuhan dengan kontraktor atau pihak ketiga, cukup tupoksinya pada kebijakan-kebijakan saja.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya merilis kasus korupsi yang melibatkan Bupati Muaraenim Ahmad Yani. 

Malam ini KPK sudah menetapkan Ahmad Yani dan dua orang lainnya sebagai tersangka.

Nilai total korupsi yang disangkakan pada Ahmad Yani mencapai Rp 13,4 miliar. Sementara barang bukti yang diamankan memang hanya 35 ribu USD atau Rp 500 Juta.

Ahmad Yani dijerat KPK dalam kasus dugaan suap terkait dengan 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

"Dalam perkara ini AYN kami jerat sebagai penerima suap," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (3/9/2019).

Pimpinan KPK memberikan keterangan pers soal operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Muara Enim Ahmad Yani (AYN).

Selain Ahmad Yani, KPK menetapkan dua tersangka lainnya yakni sebagai penerima suap lainnya, Kepala Bidang pembangunan jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar (EM).

Sedangkan sebagai pemberi suap, KPK menjerat pemilik PT Enra Sari bernama Robi Okta Fahlefi (ROF).

Untuk konstruksi perkaranya, Basaria menjelaskan, pada awal tahun 2019 Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan pengadaan pekerjaan fisik berupa pembangunan jalan untuk Tahun Anggaran 2019.

Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga terdapat syarat pemberian commitment fee sebesar 10% sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan.

"Diduga terdapat permintaan dari AYN selaku Bupati Muara Enim dengan para calon pelaksana pekerjaan fisik di Dinas PUPR Muara Enim," jelas Basaria.

Lanjut Basaria, Ahmad Yani juga diduga meminta kegiatan terkait pengadaan dilakukan satu pintu melalui Elfin Muhtar.

Selanjutnya, Robi Okta Fahlefi yang merupakan pemilik PT Enra Sari, perusahaan kontraktor yang bersedia memberikan commitment fee 10% dan pada akhirnya mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai total sekitar Rp130 miliar.

"Pada tanggal 31 agustus 2019 EM meminta kepada ROF agar menyiapkan uang pada hari senin dalam pecahan dolar sejumlah 'LIMA KOSONG KOSONG'," ungkap Basaria.

Pada tanggal 1 September 2019, imbuh Basaria, Elfin berkomunikasi dengan Robi membicarakan mengenai kesiapan uang sejumlah Rp500 juta dalam bentuk dolar.

"Uang Rp500 juta tersebut ditukar menjadi USD35.000," katanya.

Selain penyerahan uang USD35.000 ini, ujar Basaria, KPK juga mengidentifikasi dugaan penerimaan sudah terjadi sebelumnya dengan total Rp13,4 miliar sebagai fee yang diterima Ahmad Yani dari berbagai paket pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Muara Enim.

"Sehingga, dalam OTT ini KPK mengamankan uang USD35.000 yang diduga sebagai bagian dari fee 10% yang diterima Bupati AYN dari ROF," ujarnya.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Robi Okta Fahlefi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara sebagai pihak yang diduga penerima, Ahmad Yani dan Elfin Muhtar disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


"jangan bersentuhan dengan teknis atau kontraktor. Tidak usah main proyek, main kebijakan saja. Seperti anggaran, tadi sudah saya sampaikan, bahwa pemerintah daerah membuat kebijakan. Kalau masalah tehnis, sudah masalah lembaga yang terpercayalah,"jelasnya. (Sp/ Rahmaliyah)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved