Takut Dikebiri, M Aris Pemerkosa Anak Asal Mojokerto Lebih Memilih Dihukum Mati
"Saya keberatan dengan hukuman suntik kebiri mati. Saya menolak karena efek kebiri berlaku sampai seumur hidup. Mending saya dihukum dua puluh tahun p
TRIBUNSUMSEL.COM -- "Saya keberatan dengan hukuman suntik kebiri mati. Saya menolak karena efek kebiri berlaku sampai seumur hidup. Mending saya dihukum dua puluh tahun penjara atau dihukum mati. Setimpal dengan perbuatan saya."
Ucapan itu disampaikan terpidana predator pemerkosa sembilan anak, M (20), di Lapas Mojokerto, Jawa Timur, Senin siang (26/8), menanggapi putusan Pengadilan Tinggi Surabaya perihal hukuman suntik kebiri kimia untuknya.
Kasus predator anak yang menjerat Muhammad Aris bermula saat hakim Pengadilan Negeri Mojokerto pada 2 Mei 2019, menjatuhkan vonis 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan serta hukuman tambahan berupa suntik kebiri.
Aris mengaku menyesal telah melakukan pemerkosaan terhadap anak-anak di bawah umur. Namun, dia memilih tambahan hukuman 20 tahun penjara atau dihukum mati dibadingkan disuntik kebiri kimia. "Tetap saya tolak. Saya tidak mau. Kalau disuruh tanda tangan saya tidak mau tanda tangan," ucapnya.
Humas Pengadilan Tinggi Surabaya Untung mengatakan, hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan kepada terdakwa Muhammad Aris telah sesuai landasan hukum jelas dan undang-undang yang berlaku.
"Itu kebijaksanaan aparaturnya, peraturan pelaksanaannya, bisa dilaksanakan atau tidak. Dalam hal ini kalau pengadilan menjatuhkan putusan, kan itu kan landasan hukumnya ada. Memang ancaman hukumnya adalah kebiri. Persoalan kebiri nanti dengan acara apa, kan dari eksekutor," kata Untung.
Hal senada disampaikan Humas Pengadilan Negeri Mojokerto, Erhammudin. Menurutnya, pidana tambahan berupa kebiri kimia kepada terdakwa kasus pelecehan dan kekerasan anak, Muhammad Aris sesuai dengan ketentuan Pasal 81 ayat 5 dan ayat 7 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Ia menceritakan perkara yang menjerat Aris terdaftar di kabupaten dan kota Mojokerto. “Ada dua perkara atas nama Aris, di Kabupaten terdaftar dalam Nomor 79 Pidsus Tahun 2019, yang kedua Nomor 65 dan 69. Perkara putusan ada pidana tambahan kebiri kimia ada di dalam perkara kabupaten,” ujarnya.
Jadi jaksa dalam hal ini, lanjut Erhammudin, mendakwakan untuk perkara di kabupaten Mojokerto secara subsidiritas primer Pasal 81 76d, Pasal 81 ayat 1 subsider 76e, dan Pasal 81 ayat 1. Menurutnya, PN Mojokertosependapat dengan penuntut umum bahwa, terdakwa dalam perkara 69 telah melanggar ketentuan pasal 76d.
“Itu menurut majelis hakim sependapat. Mengenai pidana tambahan kebiri kimia tersebut, berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2016 dalam ketentuan Pasal 81 ayat 5 dan ayat 7 yang menyatakan bahwa, salah satunya lebih dari satu kali, ketentuan maksimal bisa ditambah dalam UU,” katanya.
Hukuman suntik kebiri kimia diberikan kepada Aris karena korban lebih dari satu orang dan para korban masih duduk di bangku sekolah TK atau SD.
“Korban rata-rata usia anak TK. Terdakwa melakukan kejahatan secara acak, keliling komplek, dan sekolahan ketemu anak kecil langsung dibekap dan pemerkosaan. Visum menyebutkan robek dan berdarah, saya anggap itu suatu kejahatan sangat serius dan harus diberikan efek jera kepada terdakwa dan pelajaran kepada masyarakat,” ungkapnya.
Erhammudin menambahkan, vonis pidana tambahan berupa kebiri kimia dinilai sebagai putusan terbaik dari hakim PN Mojokerto. Hal itu sekaligus untuk memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
Klaim Kerasukan Setan
Dari perjalanan persidangan kasus di pengadilan, pelecehan seksual terhadap anak-anak dilakukan Muhammad Aris sejak 2015 lalu. Ada sembilan anak di bawah umur yang tersebar di wilayah Mojokerto menjadi korbannya. Modusnya, sepulang kerja menjadi tukang las dia mencari mangsa, kemudian membujuk korbannya dengan iming-iming dan membawanya ke tempatnya sepi untuk melancarkan niat asusilanya.