Profil Mus Mulyadi Sang Maestro Musik Keroncong Indonesia, Meninggal Dunia di Usia 73 Tahun
Indonesia kembali berduka pasca Mus Mulyadi sang maestro musik keroncong meninggal dunia..Kabar meninggalnya musisi keroncong ini pertama kali diber
Penulis: Mochamad Krisnariansyah | Editor: Kharisma Tri Saputra
Tiga saudaranya memilih berkecimpung dalam bidang seni tarik suara. Dua kakaknya yakni Sumiati berprofesi sebagai penyanyi keroncong di Belanda dan abangnya Mulyono dikenal di Surabaya sebagai penyanyi keroncong.
Selain itu adiknya Mus Mujiono pun pada akhirnya terjun ke dunia musik dengan memilih musik jazz dan pop sebagai jalur pilihan kariernya.
Perjalanan Karir Hingga Jadi Gelandangan di Singapura
Sebelum terjun sebagai penyanyi, pada masa remajanya di Surabaya Mus Mulyadi telah membentuk sebuah band '''Irama Puspita''' dengan personil tiga belas wanita-wanita perkasa yang telah dipersiapkannya untuk sukses di panggung hiburan.
Mus Mulyadi menjadi pelatih band Irama Puspita selama beberapa tahun.
Band asuhannya ini pernah manggung di acara POI Ganefo di Jakarta dan merajai berbagai lomba festival musik di Surabaya.
Namun 3 di antara anggotanya tanpa sepengetahuannya kemudian memilih hengkang, dan secara diam-diam pindah ke Jakarta. Ketiganya adalah Titiek AR, Lies AR dan Sugien alias Susy Nander. Ketiganya kemudian diketahui bergabung dengan sebuah band wanita di ibukota yang bernama Dara Puspita. Tak lama kemudian Mus Mulyadi pun membubarkan band asuhannya tersebut.

Mus Mulyadi bergabung sebuah grup band '''Arista Birawa''' pada tahun 1964 yang dibentuk oleh Busro Birawa. Personilnya adalah ia sendiri sebagai pemegang bas dan merangkap sebagai vokalis, Jeffry Zaenal (Abidin)' pada drum, M.Yusri pada Rhythm, Oedin Syach pada Lead guitar, bersama Sonata Tanjung. Bersama Arista Birawa, Mus Mulyadi menelurkan satu album Jaka Tarub yang diproduksi PT Dimita Moulding Industries Record pada tahun 1965. Belakangan band itu menghasilkan album rekaman lokal Si Ompong & Masa Depanmu di Serimpi Recording tahun 1972 tanpa keterlibatan Mus Mulyadi. Kemudian dirilis ulang pada tahun 2005 di recording Shadoks-Jerman.
Atas ajakan temannya Jerry Souisa sebagai pemimpin group, mengajak dua anggota Arista Birawa yakni Mus Mulyadi dan Jeffry Zaenal dan seorang rekannya Arkan untuk melakukan tour pertunjukan di Singapura.
Meski pada mulanya ia ragu untuk meninggalkan bandnya yang sudah mempunyai gaung di kalangan arek-arek Surobayo. Apalagi saat itu ayahnya belum lama meninggal dunia.
Namun akhirnya bersama tiga rekannya, ia meninggalkan Surabaya dan nekat mencoba mengadu nasib ke Singapura pada tahun 1967.

Menggunakan kapal kayu selama 2 minggu perjalanan hingga mendarat di Tanjung Pinang. Kemudian mereka mereka menerima show hajatan tanpa dibayar oleh seorang saudagar tauke China sebagai upah untuk menyeberangkan mereka ke Singapura.
Di Singapura mereka menumpang di rumah sebuah keluarga etnis Melayu. Selama 2 tahun di sana mereka tak kunjung mendapatkan tawaran show. Sempat menjadi gelandangan, kelaparan, dan terlunt-lunta tanpa makanan, pekerjaan, dan uang.
Dengan keteguhan dan kesabaran mereka akhirnya mulai mendapatkan kesempatan mengubah nasibnya. Setelah sempat menjadi pengangguran, Mus belajar menciptakan lagu dan muncullah lagu "Sedetik Dibelai Kasih", "Jumpa dan Bahagia", " Kr. Jauh di Mata", hingga terkumpullah 10 lagu.
Mereka membentuk sebuah band yang diberi nama The Exotic dengan personil Jerry Souisa pada lead guitar, Arkan pada Rhythm guitar, Jeffry Zaenal (Abidin) pada drum dan Mus Mulyadi pada bass sekaligus vocalist. Ia kemudian menawarkan karya-karyanya itu kepada Live Recording Jurong tahun 1969. Mereka langsung membuat 2 album Pop dan Keroncong dalam bentuk vinyl / plat yang biasa disebut (EP7 (Extended Play).
