LIPUTAN EKSKLUSIF: Ribuan Orang Menggali Emas di Muratara, Datang dari Jawa

Di sini ribuan penambang bertaruh nyawa demi mendapatkan butiran emas dari bongkahan napal hitam yang sering disebut or. Banyak datang dari Jawa

Editor: Prawira Maulana
FARLIN ARDIAN/TRIBUNSUMSEL.COM
Di sinilah warga menambang emas di bekas lokasi tambang PT DNS yang ditnggalkan di Kabupaten Muratara Sumatera Selatan. 

Liputan Eksklusif: Ribuan Orang Menggali Emas di Muratara, Datang dari Jawa

TRIBUNSUMSEL.COM, MURATARA- Bisa jadi perhiasan emas yang anda pakai berasal dari tambang emas di Desa Sukamenang, Kecamatan Karang Jaya, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara).

Di sini ribuan penambang bertaruh nyawa demi mendapatkan butiran emas dari bongkahan napal hitam yang sering disebut 'or'.

Areal pertambangan emas yang dikuasai PT Dwinad Nusa Sejahtera (DNS) ini kondisinya sangat ekstrem. Merupakan tambang dalam, atau underground mining yang memiliki kedalaman hingga lebih dari 100 meter.

Saat ini sudah ratusan jalur, lubang ada di dalam tanah kawasan tambang tersebut.

Penggalian menembus bawah tanah pun dilakukan secara manual. Para penambang hanya membekali diri dengan cangkul, beliung dan alat lain seadanya.

Setiap kali turun ke lubang dan menggali tanah lebih dalam, saat itu pula mereka mempertaruhkan nyawa pada selang blower yang mengalirkan udara.

Daerah ini sudah lama dikenal sebagai kawasan banyak kandungan emas. Sebelum PT DNS secara resmi mengantongi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) pada 2007, warga sudah melakukan aktivitas penambangan.

Begitu PT DNS buka dengan mengantongo izin 1000 hektare lahan, warga semakin bergairah karena itu berarti tanah di sana memang mengandung emas.

Mereka menggali lubang di luar areal perusahaan.

Pernah Lakukan Operasi Plastik, Nita Thalia Bongkar Penyebab Wajahnya Alami Kelumpuhan

Rumah Tangga Diusik, Ge Pamungkas Ngamuk ke Mantan Kekasih, Tak Diduga Begini Reaksi Sang Istri

Pada Agustus 2018, PT DNS menghentikan operasional. Banyak lahan sudah terbuka.

Semakin semangat orang-orang berdatangan, bahkan dari Pulau Jawa bersaing dengan warga setempat yang sebagiannya mantan pegawai PT DNS.

Jumlah penambang saat ini, menurut Kepala Desa Sukamenang Jamil A Yazer, hampir 5000 orang.

Mereka membentuk kelompok-kelompok yang bekerja setiap hari mengeruk lokasi bekas lubang tambang perusahaan.

Sebetulnya PT DNS tak tutup sepenuhnya. Kamp masih berdiri. Untuk masuk kawasan itu mesti melewati pos sekuriti yang dijaga ketat.

Namun warga tak peduli demi mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

"Kami tidak bisa mencegah mereka melakukan aktivitasnya karena mereka tidak ada pekerjaan lain selain menambang emas secara manual atau tradisional," kata Jamil kepada Tribunsumsel.com.

Untuk mencapai lokasi areal tambang PT DNS ini juga tidak mudah.
Perjalanan dari pusat kota akan menelan waktu lama hingga 2 jam lebih, perjalanan selama itu bukan pula ditempuh dengan mulus hingga sampai lokasi melainkan berbagai tantangan jalan rusak, bebatuan dan lumpur.

Tribun Sumsel menerobos rintik-rintik hujan yang menguyur jalanan. Setiap kendaraan penambang ilegal yang melintas sudah dimodifikasi khusus agar bisa menempuh jalan bebatuan dan berlumpur.

Jalanan licin dan rentan pengendara terjatuh.

Cara Olah

Para penambang tanpa izin itu menggali lubang tepat di dinding bekas galian perusahaan untuk mengambil napal hitam atau sering disebut 'or'.

Untuk melindungi lubang galian, mereka membuat pendok kecil menggunakan atap terpal.

Pada kedalamam lubang galian mencapai 100 meter lebih mereka menggunakan blower sebagai bantuan oksigen untuk pernapasan dan lampu listrik untuk penerangan, serta selang penyedot air dari lubang tambang.

Seorang penambang, Maman, mengaku datang dari Bogor sudah 3 bulan lalu bersama tujuh orang temannya.

Maman mengetahui di kawasan ini ada tambang emas setelah ditelepon dua warga lokal dan diajak untuk menggali lubang tambang.

Kelompoknya berjumlah 9 orang yang mempunyai tugas masing-masing, yakni 6 orang berada di dalam lubang tambang untuk mengambil or, 1 orang di atas menarik karung berisi or, dan 1 orang warga lokal mengawasi atau menjaga keamanan sekitar lubang tambangnya. Satu orang lagi juru masak.

"Tugas saya di sini menggali dan masuk lubang bersama lima teman yang lain untuk menggambil pecahan napal hitam," kata dibincangi Tribunsumsel.com di lokasi tambang.

Maman menjelaskan, or yang dia ambil itu akan diolah kembali untuk mengambil serpihan serpihan emas di dalamnya menggunakan alat khusus yakni gelundungan.

"Selama 4 hari ini kami berhasil mengumpulkan 122 karung yang berisi or, dan setelah berhasil diolah menjadi emas. Hasil penjualannya baru dibagikan lagi pada masing anggota," tuturnya.

Jika ditotal selama 3 bulan ini lanjut Maman, rombongannya sudah berhasil mengumpulkan 900 karung berisi or.

Sebelum diambil untuk diolah keberadaan emas di dalam or dicek dulu dan didulang menggunakan piring kecil, jika emasnya ada akan terlihat walaupun sedikit.

"Kalau didulang menggunakan piring butiran emasnya terlihat maka kami ambil untuk diolah. Kalau tidak dicek takutnya or yang kami ambil tidak berisi emas malah rugi biaya saat pengolahan," ujarnya.

Untuk mendapatkan butiran emas tentu tidak mudah bagi penambang. Mereka bertaruh nyawa mengambil or atau napal hitam yang berisi emas dari dalam lubang tambang.

Or yang didapat harus diolah kembali untuk dimasukkan ke dalam gelundung.

Or yang diambil dari lubang tambang harus dihancurkan terlebih dahulu menggunakan godam hingga menjadi pecahan seperti batu kerikil.

Proses penggelundungan ini tidak dilakukan di sekitar areal lubang tambang, melainkan di belakang rumah warga penambang liar itu sendiri.

Makanya tak jarang setiap belakang rumah warga di Desa Sukamenang memiliki mesin gelundung sendiri untuk pengolahan emas.

Biasanya, karena Or yang akan dihancurkan mencapai ratusan karung, penambang harus mengupah orang lain untuk membantu menghancurkannya.
Setelah or berhasil dihancurkan hingga seperti batu kerikil lalu dimasukan kedalam gelundung dan diputar menggunakan tenaga mesin.

Hasil yang didapatkan tidak sepenuhnya butiran emas, tapi masih berupa butiran yang bercampur benda logam lain seperti perak dan lainnya.

Untuk memisahkan antara logam perak dan emas penambang liar menggunakan bahan kimia air raksa pada tahap pembilasan setelah penggelundungan selesai.

Tampak ada kolam penampungan limbah air raksa.

Butiran emas yang dihasilkan belum berwarna kuning karena masih terbungkus air raksa. Emas harus diolah kembali dengan cara dibakar atau yang mereka sebut disepuh supaya berbentuk kuning.

Emas yang dihasilkan kualitasnya beragam. Hasil penjualannya terkadang tidak sesuai dengan harga yang diingin sebab yang menjadi patokan mahalnya harga emas ditentukan dengan kadar yang tinggi.

Untuk menentukan ketinggian kadar emas biasanya bisa dilihat dari kasat mata jika emas selesai di sepuh berwarna kuning kemerahan maka menghasilkan kadar di bawah 10.

tribunsumsel
instagram.com/tribunsumsel

"Kalau kadarnya rendah harganya murah, tapi jika ketinggian kadarnya 60 ke atas mahal," kata Debi seorang penambang emas.

Disampaikannya, harga emas bervariasi karena tergantung kadar. Dia baru menjual emas dengan kadar 40 persen seberat 4 gram mendapat uang Rp 1 juta, tapi jika kadar 60 ke atas 1 gram bisa mendapat Rp 500 ribu.

Emas kadar 60 persen inilah yang diharapkan dapat mengubah nasib mereka menjadi lebih baik.

"Kami menjualnya ke pengepul di dusun inilah, nah yang saya tahu kalo pengepul jualnya ada yang ke toko emas di Lubuklinggau, Curup dan Jambi, tapi ke Jambi jarang karena jauh harganya lebih murah, apalagi emas di sana lebih bagus," jelasnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved