Pasutri Sahir dan Enam Anak Tinggal di Gubuk Reot, Pilu Lihat Mereka Cari Makan

Jeratan kemiskinan membuat Sairin Agus Salim (61) dan Yusmara (55) terpaksa hidup dalam sebuah gubuk reot

Penulis: Eko Hepronis | Editor: Prawira Maulana
EKO HEPRONIS/TRIBUNSUMSEL.COM
Yusmara dan anaknya saat berdiri di gubuk mereka di Kelurahan Kali Serayu, Kecamatan Lubuklinggau Utara II, Selasa (18/12). 

Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Yusmara dan suaminya harus menyekolahkan tiga anaknya.

Bahkan karena tidak punya biaya untuk melanjutkan pendidikan Anis Putri mereka harus berhenti di kelas 5 Sekolah Dasar (SD).

Sedangkan anak tertuanya Aan dan Zul harus bekerja serabutan.

Jika tak ada uang sama sekali untuk membeli makanan, Yusmara mengaku terpaksa mengambil sisa-sia sayuran di pasar untuk dijadikan sayur makan.

"Kadang daun singkong yang ditanam di samping rumah ini,
Jadilah masak daun singkong, kadang direbus, kalau ada minyak kadang ditumis," ucapnya.

Yusmara mengaku ingin menghabiskan masa tua hidup di rumah yang layak seperti orang-orang pada kebanyakan, karena setiap hujan turun mereka selalu kebasahan.

Maklum saja gubuk reot mereka setiap hujan turun bocor dimana-mana. Ditambah belakangan hujan turun disertai angin kencang kerap melanda Kota Lubuklinggau.

"Kadang kalau hujan deras kami sekeluarga keluar. Takut sewaktu-waktu bisa mengangkat atap dan kami celaka kena timpa pohon," ujarnya.

Ia mengaku sudah mendapat bantuan dari pemerintah.

Walaupun bantuan itu diterimanya dua bulan sekali.

"Ada dapat dapat bantuan, ada juga warga yang suka memberi bahan makanan, walaupun sisa-sisa," ucapnya.

Terpisah Ketua RT 02 Kelurahan Kali Serayu, Herman Jaya mengatakan Sairin dan keluarganya itu merupakan pendatang yang pindah dari kelurahan Jogo Boyo.

"Aslinya bukan warga sini, dari kelurahan sebelah (Jogoboyo). Mereka numpang disana baru setahun terakhir," kata Herman.

Herman mengaku jika keluarga Sairin juga sudah mendapat perhatian dari pemerintah, melaui Program Keluarga Harapan (PKH) yang di salurkan setiap bulan.

"Memang tidak bisa saya memberikan bantuan. Karena masih terdaftar di wilayah Joyoboyo, saya sudah beberapa kali mendatanginya untuk meminta pindah domisili," katanya.

Namun sampai sekarang belum juga diurus oleh Sairin. Ia tidak tahu mengapa Sairin malas mengurusnya padahal, menurutnya dengan pindah domisili membuat mereka mudah mendapat bantuan.

"Kedepan kita minta Sairan bersama istrinya bagusnya ditempatkan di Panti Jompo usianya sudah tua, sementara anak-anaknya kita ingin dipindahkan ke panti asuhan supaya bisa bersekolah," terangnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved