Pemilu 2019

Caleg Datangi Tempat-tempat Keramat, Gunung Ibul Petilasan Patih Gajah Mada Juga Ramai Dikunjungi

Petilasan Gunung Ibul, salah satu tempat di Kecamatan Prabumulih Timur, menjadi tempat favorit para calon legislatif (caleg)

Tribun Sumsel/ Weny Ramdiastuti
Suparman, seorang penunggu tempat keramat Petilasan Gunung Ibul di Prabumulih. Tempat ini ramai dikunjungi calon legislatif (caleg) 

Laporan Wartawan Tribunsumsel.Com, Weny Ramdiastuti

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Petilasan Gunung Ibul, salah satu tempat di Kecamatan Prabumulih Timur, menjadi tempat favorit para calon legislatif (caleg).

Menurut Suparman, salah satu penunggu tempat tersebut yang ditemui wartawan TribunSumsel.com, Rabu (7/11/2018) sore, tempat itu ramai dikunjungi masyarakat dari beragam kalangan. Termasuk di antaranya caleg-caleg.

"Banyak,"kata Suparman (63), yang dalam struktur organisasi pengurus puyang Gunung Ibul periode 2017-2018, berfungsi sebagai dupa.

Dupa diartikan sebagai pembaca doa.

Ditambahkan, beberapa calon kepala daerah juga ramai berkunjung pada setiap pilkada.

Asal-usul kata Gunung Ibul menurut Suparman berasal dari kata timbul.

Baca: Lagi Hits, Teeth Trainer Alat Cara Merapikan Gigi Cocok Dipakai Anak-anak Bukan Orang Dewasa

Baca: Gedung Golden Sriwijaya, Convention Center Baru di Palembang Beri Harga Promo Paket Wedding

Suparman, yang sudah 20 tahun bertugas di petilasan tersebut, dengan fasih menceritakan asal kata Ibul.

Dulu ada kakak beradik masuk ke dalam gentong besar. Mereka terapung-apung.

Kemudian mereka mendengar suara burung cakcirah. Burung itu biasa hinggap di padi. Burung itu kecil tapi tua.

Sang kakak pun berkata kepada adiknya.

"Dek coba kamu lihat. Kalau ada bunyi burung cakcirah biasanya timbul. Saat mereka membuka tutup gentong benar saja mereka pun bisa timbul."

"Jadi, asal-usul Gunung Ibul itu dari kata timbul. Dari banjir ke timbul,"kata Suparman.

Kisah yang ia maksud agaknya situasi banjir pada masa lalu. Ia menambahkan, di Gunung Ibul terbit sore. Bukit Siguntang terbit pagi.

"Tempat ini lebih tua dari Bukit Siguntang. Di Bukit Siguntang ada Putri Kembang Dadar.

Kisah yang diungkapkan Suparman mengawali pertemuan dengan TribunSumsel.com pada suasana sore yang agak mendung itu. Saat itu ada beberapa pemuda datang.

Seorang pemuda tampak membawa nasi kuning dan panggang ayam. Ia duduk di teras makam Ratu Paseh.

Tribun Sumsel sempat "menguping" maksud kedatangan anak muda itu.

Baca: Kahiyang Ayu Unggah Potret Suami Gendong sang Putri dengan Caption Begini, Ini Harapannya

Baca: Chord Kunci Gitar dan Lirik Lagu Krisdayanti Ost.Hanum & Rangga

Ia sengaja datang ke situ untuk berdoa agar usahanya lancar. Perihal nasi kuning dan ayam panggang itu rupanya sebagai nazar.

Kisah Suparman, petilasan Gunung Ibul yang menurut sejarah menjadi tempat persinggahan Patih Gajah Mada, Ratu Pasha dan Raden Kuning, ramai dikunjungi masyarakat.

Tamu yang datang bahkan dari luar negeri. Ia pernah kedatangan tamu dari negara Kuwait.

Tamunya itu mengaku ingin napak tilas. Khususnya napak tilas Kerajaan Majapahit.

Menurut Wikipedia, petilasan adalah istilah yang diambil dari bahasa Jawa (kata dasar "tilas" atau bekas) yang menunjuk pada suatu tempat yang pernah disinggahi atau didiami oleh seseorang (yang penting).

Tempat yang layak disebut petilasan biasanya adalah tempat tinggal, tempat beristirahat (dalam pengembaraan) yang relatif lama, tempat pertapaan, tempat terjadinya peristiwa penting, atau—terkait dengan legenda—tempat moksa.

Dalam bahasa Arab, petilasan disebut maqam (berarti "kedudukan" atau "tempat").

Istilah 'makam' dalam bahasa Indonesia dengan demikian tidak berarti sama dengan 'maqam'.

Jalan menuju Gunung Ibul saat ini sudah bagus. Hanya 15 menit bisa diakses dari jalan raya. Situasi ini jauh berbeda dibanding tahun 1990-an.

Baca: Jadi Ayah Ahok, Denny Sumargo Rela Tinggal di Belitung Selama Sebulan Untuk Dalami Peran

Baca: APLSI Protes Larangan Angkutan Truk Batubara Lewat Jalan Umum, Sumsel Bisa Rugi Rp 18,3 Triliun

Menurut Zainal, salah satu pengunjung yang pernah ke Gunung Ibul pada tahun 1974, perlu waktu lama seharian dari Palembang untuk bisa sampai.

Jalan yang berlumpur memerlukan mobil double gardan untuk melalui jalan berlumpur tersebut.

Namun kondisi jalan mulai dapat perhatian saat kepemimpinan Walikota Prabumulih Rahman Djalili.

Jalan berlumpur mulai diaspal. Hal itu diakui Suparman.

Sementara pada masa Walikota Ridho Yahya kawasan petilasan tidak lagi sunyi karena perumahan di sekitar dibangun.

Bahkan berdiri rumah sakit megah yang posisinya di belakang Gunung Ibul.

Dari berbagai referensi yang didapat Tribun Sumsel, khususnya dari blog Hendra Djailani, di Gunung Ibul terdapat komplek makam tua yang dikeramatkan dan dikenal dengan nama Keramat Puyang Gunung Ibul.

Sebenarnya tidak ada gunung di kota Prabumulih. Sebutan gunung bagi gunung Ibul itu kemungkinan karena komplek makam keramat itu memang berada di lokasi yang lebih tinggi dibandingkan wilayah sekitarnya.

Memang saat Tribun Sumsel.com ke situ jalannya menanjak.

Petilasan berada di kawasan hutan rimbun yang menurut Suparman seluas 10 hektare. Kawasan Gunung Ibul kemudian ditetapkan sebagai taman cagar budaya.

Di komplek petilasan terdapat tiga bangunan makam. Makam Ratu Paseh, makam Raden Kuning yang berada di belakang makam Ratu Paseh.

Dan pada bagian lain ada satu bangunan dengan tulisan Keramat Tuan Patih Gajah Mada.

Ada satu bangunan lagi yang berada persis di tengah petilasan. Bangunan itu berbeda dari tiga bangunan lain. Fisiknya seperti bangunan masa kolonialisme.

Menurut Suparman, bangunan itu sudah ada sejak jaman Belanda. Dikunci rapat. "Tidak boleh dimasuki. Rumah orang Belanda yang ada di sini dulu,"kata Suparman singkat.

Lalu siapakah yang dimaksud Ratu Paseh? Benarkah dia perempuan?  Ada yang menghubungkan Ratu Paseh itu adalah Fatahilah.

Alias Falatehan. Atau Fadilah Khan alias Ratu Bagus Pasai.

Siapa pula Raden Kuning? Tokoh satu ini sama halnya dengan Ratu Paseh yang legenda dan hikayatnya bertebaran dengan berbagai versi.

Dari beragam referensi yang didapat, ditarik garis merah yang sama.

Raden Kuning adalah penyebar Islam yang berasal dari tanah Jawa.

Makam di gunung Ibul bukanlah kuburannya. Ia dimakamkan di pemakaman Bagus Kuning di Palembang.

Baik Ratu Paseh maupun Raden Kuning berasal dari Kesultanan Cirebon. Samudera Pasai dan Palembang sama sama kesultanan meski di era yang berbeda.

Saat Fatahillah kembali ke tanah Sumatera dari perantauan dan menemukan tanah kelahirannya sudah dibumihanguskan oleh Portugis.

Ia pun meneruskan perjalanan laut ke tanah Jawa. Ia kemudian singgah di Palembang yang merupakan kota tertua.

Lalu menetap beberapa waktu sambil berkelana menyebarkan Islam. Lalu ia mengajar mengaji kepada umat hingga paseh (fasih) sampai ke Gunung Ibul di Prabumulih.

Kata Ibul, masih merujuk pada blog Hendra Djailani, berasal dari kata Sahibul atau Sohibul dari Bahasa Arab yang bermakma ‘pemilik’.

Ini biasa digunakan untuk menyebut pemilik tempat atau pemilik rumah dengan sebutan “sahibul bait”, atau pemilik hajat alias “sahibul hajat”.

Akan halnya makam Patih Gajah Mada di petilasan itu tidak ada yang tahu secara akurat.

Namun kemungkinan ini adalah salah satu orang kepercayaan Moyang Ibul dan Moyang Raden Mas Banding.

Kalaupun ia bernama Gajah Mada kemungkinan besar hanya kemiripan nama saja.

Sebab Gajah Mada hidup di era Majapahit sedangkan Moyang Ibul dan Raden Mas Banding hidup di masa Kerajaan Demak dan Kesultanan Palembang.

Jarak antara masa Ratu Sahibul dengan Gajah Mada sangatlah berjauhan sekitar kurang lebih 100 tahun.

Apapun cerita tentang 3 tokoh penting pada sejarah Indonesia itu, kompleks keramat Gunung Ibul sampai saat ini masih menjadi magnet bagi masyarakat.

Suparman memastikan, tidak ada kejadian mistis di tempat itu.

"Di sini tempat mencari berkah. Saya dan beberapa orang yang dipercaya di sini bantu doa saja,"kata Suparman yang ternyata penyandang gelar Sarjana Muda Tekstil dari Universitas Islam Negeri Yogyakarta itu.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved