Ini Alasan di Balik Pidato Soeharto Tak Pakai Kalimat 'Mengundurkan Diri' saat Lengser, Ternyata

Soeharto sangat berhati-hati dalam mencari kata yang tepat untuk menyusun pidato pengunduran dirinya sebagai presiden

Akhirnya selesai bapak berucap. Setelah ada pembetulan beberapa kalimat, bapak membaca nya dan mengatakan : “Wis cukup.” Lalu bapak kantongin kertasnya.

Dan sebagian besar yang bapak ucapkan, sesuai dengan pidato berhentinya beliau.

“Bapak … kami bangga pada bapak, disaat masyarakat menghujat bapak dengan sangat kejamnya, bapak tetap mempertahankan semua tindakan bapak berdasarkan undang-undang yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan perlakuan apapun yang bapak terima, bapak tetap mencintai bangsa, Negara dan masyarakat Indonesia sampai akhir hayat bapak.”

***

Dengan pidato pengunduran diri ini, Soeharto menyerahkan kekuasaan kepresidenan kepada Wakil Presiden BJ Habibie.

"Sesuai dengan Pasal 8 UUD ’45, maka Wakil Presiden Republik Indonesia Prof H BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden Mandataris MPR 1998-2003," ucap Soeharto.

Gerakan reformasi merupakan penyebab utama yang menjatuhkan Soeharto dari kekuasaannya.

Aksi demonstrasi ini mulai terjadi sejak Soeharto menyatakan bersedia untuk dipilih kembali sebagai presiden setelah Golkar memenangkan Pemilu 1997.

Timbul serangkaian peristiwa hilangnya aktivis demokrasi dan mahasiswa yang dianggap melawan pemerintahan Soeharto.

Sejak saat itu, perlawanan terhadap Soeharto semakin terlihat.

Aksi mahasiswa yang semula dilakukan di dalam kampus, kemudian dilakukan di luar kampus pada Maret 1998.

Mahasiswa semakin berani berdemonstrasi setelah Soeharto terpilih sebagai presiden untuk periode ketujuh dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998.

Jika awalnya mahasiswa menuntut perbaikan ekonomi, setelah Soeharto terpilih tuntutan pun berubah menjadi pergantian kepemimpinan nasional.

Sayangnya, kekerasan yang dilakukan aparat keamanan dalam mengatasi aksi mahasiswa mengubah aksi damai menjadi tragedi.

Dilansir dari dokumentasi Kompas, aksi mahasiswa di Yogyakarta yang ditangani secara represif oleh aparat keamanan pada 8 Mei 1998 menyebabkan tewasnya Moses Gatutkaca.

Mahasiswa Universitas Sanata Dharma itu meninggal akibat pukulan benda tumpul.

Tragedi kembali terjadi saat aparat mengatasi demonstrasi mahasiswa dengan kekerasan pada 12 Mei 1998.

Empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas akibat ditembak peluru tajam milik aparat keamanan.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved