Hari Kesehatan Jiwa Dunia, Penanganan Lambat Karena Masih Ada Anggapan Gangguan Jiwa Akibat Santet

Tim dokter yang datang memberikan pemahaman kepada keluarga bahwa memasung atau mengikat orang dengan gangguan jiwa bisa dihukum

Penulis: Melisa Wulandari |
Tribun Sumsel/ Melisa Wulandari
Arif (18), orang dengan gangguan jiwa warga tinggal di 1 Ulu Palembang. Remaja beranjak dewasa ini mengalami gangguan jiwa sedari kecil 

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Melisa Wulandari

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Dalam rangka memeringati hari kesehatan jiwa sedunia yang jatuh pada 10 Oktober mendatang, Puskesmas 1 Ulu bersama tim Dinas Kesehatan Kota Palembang dan Sumsel melakukan penyuluhan penanggulangan pemasungan.

Kepala Puskesmas 1 Ulu Palembang, Lela Harmiyati bersama rombongan melakukan penyuluhan penanggulangan pemasungan kepada warga Kelurahan 1 dan 2 Ulu yang memiliki anak, saudara, yang memiliki penyakit gangguan jiwa atau swring disebut orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Sebelum berangkat ke tempat tujuan, rombongan yang terdiri dari Perawat jiwa dari Balai Pelatihan Kesehatan Sumsel, Basa Tiur Mida Siahaan, dan Pengelola Program Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Sumsel, dr Farah Shafitry Karim, SpKJ serta wartawan Tribun Sumsel berkumpul terlebih dahulu di Puskesmas 1 Ulu.

Baca: Gedung Baru PTC Mall Miliki Fasilitas Entertainment, Wahana Bermain Anak dan Rekreasi Keluarga

Baca: Khabib Nurmagomedov Unggah Foto Pose Begini, Tulis Permintaan Maaf Usai Kalahkan McGregor

Kegiatan dimulai pada pukul 10 lewat, langsung menuju tempat pertama yakni rumah Arif (18) di 1 Ulu.

Remaja beranjak dewasa ini mengalami gangguan jiwa sedari kecil. Arif yang ketika dikunjungi terlihat malu-malu. Kaki kanannya diikat pakai rantai besi.

Di rumah panggung yang sederhana, Arif yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara ini sempat kabur dari rumah selama dua minggu karena ikatannya dilepas. Tetapi Arif akhirnya ditemukan kembali oleh teman ayahnya.

Tim dokter yang datang memberikan suntikan obat kepada pasien dan memberikan pemahaman kepada keluarga bahwa memasung atau mengikat orang dengan gangguan jiwa bisa dihukum.

"Ini menurut UU Kesehatan Jiwa No 48 Tahun 2014 bahwa mereka yang dipasung harus dilepaskan," ujar Tiur kepada Tribun, Senin (8/10/2018).

Baca: Perhiasan Mewah Koruptor Fathanah Kasus Impor Daging Dilelang, Cek Harga Mulai Ratusan Ribu

Baca: Mike Tyson Komentari Pertandingan Khabib Nurmagomedov vs McGregor, Lebih Gila Dari Pertarunganku

Dia juga mengatakan pemahaman masyarakat mengenai pemasungan ini masih sering salah.

"Biasanya dipasung ini karena pengetahuan keluarga tidak tahu tentang masalah gangguan jiwa, trauma karena perilaku orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) ini karena perilaku ODGJ ini sering kali mengamuk marah dengan kekerasan, bisa juga malu dengan tetangga karena ada keluarganya yang mengalami gangguan jiwa," jelasnya.

Selain itu masih ada pikiran kalau ODGJ ini mendapat hukuman dari Tuhan, disantet karena orang-orang yang saki hati sehingga akhirmya penanganannya terhambat.

Untuk penanganannya sendiri menurut Permenkes yang bertanggung jawab adalah Pemerintah Daerah dalam hal ini dinas kesehatan kota/kabupaten yang mempunyai unit pelayanan Puskesmas.

Baca: Hasil Akhir Liga 1 Gojek Indonesia, Borneo FC Kalahkan Persipura Jayapura 2-1, Matias 2 Gol

Baca: Berontak Saat Akan Diperkosa Tetangga, Wanita di Lembak Muaraenim Ini Menderita 12 Luka Tusukan

Sebab Puskesmas menjadi pelayanan primer bagi warga yang menderita gangguan jiwa.

Sementara itu penderita ODGJ di wilayah kerja Puskesmas 1 Ulu ini ada sebanyak 40 pasien. Puskesmas 1 Ulu juga memiliki Posyandu Pelita Harapan khusus ODGJ.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved