Tahun Baru Islam
10 Muharram: Inilah Amalan Hari Asyura atau 10 Muharram yang Mendatangkan Banyak Pahala Allah SWT
Keutamaan 10 Muharram, Inilah Amalan Hari Asyura, Keutamaan 10 Muharram, Inilah Amalan PUASA Asyura 10 muharram
Puasa sepuluh hari di bulan Muharram terutama pada tanggal 10 Muharram dikenal denga istilah Yaumu Asyura, yang artinya hari pada tanggal kesepuluh bulan Muharram.
Kata Asyura berasal dari kata ‘asyarah’ yang dalam bahasa Arab berarti sepuluh.
Pada tanggal 10 Muharram atau hari Asyura inilah terdapat sebuah sunnah Rasulullah yang mengajarkan umatnya untuk berpuasa atau dikenal dengan shaum Asyura.
Meski hukum melakukan puasa Muharam ini sunnah, tapi ternyata banyak keutamaan yang didapatkan dari melakukan puasa muharram ini.
Keutamaan puasa muharram:
1. Sikap meneladani Nabi Harun dan Nabi Musa Alaihissalam juga Nabi Muhammad SAW yang sudah melakukan puasa di hari Asyura.
2. Menjadi latihan untuk kita semua menjadi sosok yang lebih baik salah satunya menahan godaan dan menahan hawa nafsu.
3. Bisa menghapus semua dosa kecil 1 tahun, selain dosa besar dan Syirik kepada Allah.
Jadi jangan sampai menyia-nyiakan keistimewaan puasa muharram ini, ya.
Dikutip dari nu.or.id inilah niat puasa Tasu‘a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharam)
Niat merupakan salah satu rukun puasa dan ibadah lain pada umumnya. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa segala sesuatu itu bergantung pada niat. Saat niat di dalam hati seseorang menyatakan maksudnya, dalam hal ini berpuasa (qashad).
Di samping qashad, seseorang juga menyebutkan hukum wajib atau sunah perihal ibadah yang akan dilakukan. Hal ini disebut ta’arrudh. Sedangkan hal lain yang mesti diingat saat niat adalah penyebutan nama ibadahnya (ta’yin).
Dalam konteks puasa sunah Tasu‘a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram), ulama berbeda pendapat perihal ta‘yin. Sebagian ulama menyatakan bahwa seseorang harus mengingat ‘puasa sunah Asyura’ saat niat di dalam batinnya. Sedangkan sebagian ulama lain menyatakan bahwa tidak wajib ta’yin. Hal ini dijelaskan oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami sebagai berikut.
وْلُهُ نَعَمْ بَحَثَ إلَخْ ) عِبَارَةُ الْمُغْنِي وَالنِّهَايَةِ وَالْأَسْنَى فَإِنْ قِيلَ قَالَ فِي الْمَجْمُوعِ هَكَذَا أَطْلَقَهُ الْأَصْحَابُ وَيَنْبَغِي اشْتِرَاطُ التَّعْيِينِ فِي الصَّوْمِ الرَّاتِبِ كَعَرَفَةَ وَعَاشُورَاءَ وَأَيَّامِ الْبِيضِ وَسِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ كَرَوَاتِبِ الصَّلَاةِ أُجِيبُ بِأَنَّ الصَّوْمَ فِي الْأَيَّامِ الْمَذْكُورَةِ مُنْصَرِفٌ إلَيْهَا بَلْ لَوْ نَوَى بِهِ غَيْرَهَا حَصَلَ أَيْضًا كَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ ؛ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ وُجُودُ صَوْمٍ فِيهَا ا هـ زَادَ شَيْخُنَا وَبِهَذَا فَارَقَتْ رَوَاتِبَ الصَّلَوَاتِ ا ه
Artinya, “Perkataan ‘Tetapi mencari…’ merupakan ungkapan yang digunakan di Mughni, Nihayah, dan Asna. Bila ditanya, Imam An-Nawawi berkata di Al-Majmu‘, ‘Ini yang disebutkan secara mutlak oleh ulama Syafi’iyyah. Semestinya disyaratkan ta’yin (penyebutan nama puasa di niat) dalam puasa rawatib seperti puasa ‘Arafah, puasa Asyura, puasa bidh (13,14, 15 setiap bulan Hijriyah), dan puasa enam hari Syawwal seperti ta’yin dalam shalat rawatib’. Jawabnya, puasa pada hari-hari tersebut sudah diatur berdasarkan waktunya.
Tetapi kalau seseorang berniat puasa lain di waktu-waktu tersebut, maka ia telah mendapat keutamaan sunah puasa rawatib tersebut. Hal ini serupa dengan sembahyang tahiyyatul masjid. Karena tujuan dari perintah puasa rawatib itu adalah pelaksanaan puasanya itu sendiri terlepas apapun niat puasanya. Guru kami menambahkan, di sinilah bedanya puasa rawatib dan sembahyang rawatib,” (Lihat Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj)
Untuk memantapkan hati, ulama menganjurkan seseorang untuk melafalkan niatnya. Berikut ini contoh lafal niat puasa Tasu‘a.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَا سُوعَاء لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatit Tasû‘â lillâhi ta‘âlâ.
Artinya, “Aku berniat puasa sunah Tasu‘a esok hari karena Allah SWT.”
Sedangkan contoh lafal niat puasa sunah Asyura sebagai berikut.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ ِعَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatil âsyûrâ lillâhi ta‘âlâ.
Artinya, “Aku berniat puasa sunah Asyura esok hari karena Allah SWT.”
Orang yang mendadak di pagi hari ingin mengamalkan sunah puasa Tasu’a atau Asyura diperbolehkan berniat sejak ia berkehendak puasa sunah. Karena kewajiban niat di malam hari hanya berlaku untuk puasa wajib (menurut madzhab Syafi’i). Untuk puasa sunah, niat boleh dilakukan di siang hari sejauh yang bersangkutan belum makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak subuh.
Ia juga dianjurkan untuk melafalkan niat puasa Tasu’a atau Asyura di siang hari. Berikut ini lafalnya.
نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَا سُوعَاء أو عَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatit Tasû‘â awil âsyûrâ lillâhi ta‘âlâ
Artinya, “Aku berniat puasa sunah Tasu’a atau Asyura hari ini karena Allah SWT.” Wallahu a’lam.