Video Frame

Air Putih Syekh Muhammad Azhari Sembuhkan Orang Sakit, Cikal Bakal Berdirinya Masjid Syekh Azhari

Menyebut nama Pulau Seribu, ingatan kita pastilah melayang ke kepulauan yang menjadi kawasan objek wisata di Jakarta.

Penulis: Agung Dwipayana | Editor: M. Syah Beni

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -  Menyebut nama Pulau Seribu, ingatan kita pastilah melayang ke kepulauan yang menjadi kawasan objek wisata di Jakarta. Padahal, di Palembang memiliki kawasan dengan nama serupa.

Namun sayangnya, Pulau Seribu yang ada di Palembang berada di Kelurahan Ogan Baru, Kecamatan Kertapati ini, tidak banyak diketahui orang.

Baca: Serangan Bom Ditiga Gereja Surabaya, Kapolda Sumsel Langsung Keluarkan Perintah ini

Menyambangi Pulau Seribu tidak begitu sulit. Masuk dari dermaga pasar induk Jakabaring, masyarakat dengan mudah dapat sampai ke sana menggunakan perahu motor atau ketek.

Tiba di tujuan, bayangan pulau seribu seperti objek wisata yang ada di Jakarta sirna. Bahkan, pulau-pulau seperti yang ada di pulau seribu di Jakarta dan sempat dibayangkan, juga tidak terlihat.

Meski telah dibangun jalan setapak berupa cor beton yang menghubungkan daerah tersebut ke kawasan Sungki Kertapati, hingga kini masyarakat di Pulau Seribu masih begitu dekat dengan perahu dan ketek. Untuk mencapai pusat kota Palembang, mereka masih menggunakan transportasi air.

Baca: Inikah Tanda Nikita Mirzani Tak Direstui? Ibunda Dipo Latief Ulang Tahun, Nikita Mirzani Kemana?

Saat menyambangi Masjid Syekh Azhari di Pulau Seribu, saya tidak sendirian. Saya ditemani oleh H. Munir dan H. Mulia Antoni, dua orang yang sangat berjasa bagi pelestarian masjid yang menjadi saksi bisu perjuangan penyebaran agama Islam di Sumsel.

Menurut H. Munir selaku ketua pengurus, Masjid Syekh Azhari didirikan pada tahun 1870-an oleh Syekh Muhammad Azhari yang sejak usia muda berdakwah ke berbagai daerah di penjuru Sumsel.

Lahan tempat masjid berdiri pun merupakan wakaf atau pemberian dari seseorang yang merasa menemukan hidayah berkat dakwah Syekh Azhari.

Baca: Fakta Baru Ledakan Bom di Gereja Surabaya,Mulai Dari Lokasi Kejadian Hingga Suasana Pasca Ledakan

Seperti halnya masjid berusia puluhan dasawarsa lainnya, Masjid Syekh Azhari memiliki ciri khas pada interior maupun eksterior bangunan.

Jika masuk ke dalam masjid, tampak puluhan tiang-tiang menyangga atap masjid. Pemandangan seperti ini tentunya jarang ditemukan pada masjid yang dibangun zaman sekarang.

Baca: Sempat Berantem Rebutan Young Lex,Kathy Indera dan Whitney Terciduk Jalan Bareng,Cuma Gimmick?

Pengurus masjid bertekad menjaga keaslian arsitektur masjid terutama di bagian dalam berupa tiang penyangga, hingga ia menolak tawaran donatur untuk merenovasi dan merombak total bangunan masjid.

Larangan merombak bangunan masjid secara total ini, merupakan amanah dari cucu Syekh Azhari yang juga ulama besar di Palembang, yakni almarhum KH Zen Syukri. Alhasil, para pengurus harus mengandalkan dana swadaya masyarakat untuk merehab masjid.

Dilihat dari arsitektur aslinya, masjid Syekh Azhari bisa dikatakan sebagai salah satu masjid tertua di Palembang. Berada di pinggiran sungai, masjid berada di atas air, hingga bangunan harus ditunjang dengan kayu.

Baca: Update Korban Ledakan Bom di Surabaya, 9 tewas, 40 Luka-luka

Namun kini, hal tersebut tak lagi terlihat. Sejak tahun 1993, bagian depan masjid sudah ditimbuni tanah. Tahun 2005, dengan bantuan Walikota Palembang, Eddy Santana Putra, bagian dalam halaman masjid ditimbun.

Bagian dinding kayu masjid yang sudah mulai ambruk pun diganti beton. Hanya bagian atas dipertahankan pengurus masjid.

Di bagian atap masjid, sepintas terlihat mengadopsi kultur Tiongkok. Persis seperti masjid Sultan Agung, Lawang Kidul dan Kiai Merogan.

Ada cerita menarik seputar tiang penyangga atap masjid. Dari empat tiang utama, satu di antaranya diyakini merupakan kayu kapuk. Karena di bagian atasnya terdapat duri.

Baca: 3 Gereja Dibom, Ini Video dari Lokasi dan Situasi Terkini, Mengerikan

Hanya saja dari serat dan warna kayu, diyakini tiang tersebut merupakan kayu unglen. Hingga kayu tersebut dijuluki kayu kapuk yang berubah menjadi kayu unglen.

Lalu bagaimana dengan kegiatan keagamaan Masjid Syekh Azhari? Menurut Sekretaris Dewan Pengurus  Masjid, H. Mulia Antoni, seperti masjid pada umumnya, Masjid Syekh Azhari juga melaksanakan kegiatan keagamaan, bukan hanya salat lima waktu saja.

Meski harus diakses lewat sungai, jangan kira Masjid Syekh Azhari vakum dan tanpa kegiatan. Masyarakat terutama dari Seberang Ulu, bahkan antusias untuk memakmurkan masjid bersejarah ini.

Baca: Terancam Cerai Suami Ke-3, Angga Wijaya Cuma Hidup di Bawah Telunjuk Dewi Perssik?

H. Aan, panggilan akrab H. Mulia Antoni mengatakan, tidak hanya memakmurkan masjid, masyarakat setempat rela bergotong-royong dalam pembangunan dan pemeliharaan masjid. Bantuan masyarakat baik berupa moril maupun materil.

Bahkan, kata H. Aan, ada seorang warga yang rela menjual ruko untuk menyumbang biaya renovasi masjid.  

Kini, pengurus Masjid Syekh Azhari terus berupaya meneruskan perjuangan dakwah sang pendiri masjid. Baik itu mengajak masyarakat memakmurkan masjid, maupun berupaya menjaga fisik bangunan masjid tetap kokoh tanpa mengubah struktur asli bangunan masjid.

Tidak banyak yang diharapkan H. Munir dan H. Aan sebagai orang yang masih peduli pada dakwah Islam di Pulau Seribu, selain keinginan agar masyarakat segera bergegas masjid begitu azan berkumandang.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved