Probosutedjo Meninggal Dunia

Kisah 'Kesuksesan' Kerajaan Bisnis Probosutedjo, Dari Sekolah Hingga Sempat Terjerat Kasus Hukum

Adik presiden kedua RI Soeharto, Probosutedjo, meninggal pada Senin (26/3/2018) pagi.

TRIBUNSUMSEL.COM -- Adik presiden kedua RI Soeharto, Probosutedjo, meninggal pada Senin (26/3/2018) pagi.

Diutip dari Kompas.com, berita ini dikonfirmasi Sekjen Partai Berkarya Badarudin Andi Picunang melalui pesan singkat kepada wartawan.

"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Atas nama pribadi dan keluarga besar Partai Berkarya turut berdukacita atas wafatnya H Probosutedjo, adik dari alm HM Soeharto dan bapak mertua Andre Lantang K," ujar Badarudin, Senin (26/3/2018).

Jenazah Probosutedjo disemayamkan di rumah duka, Jalan Diponegoro Nomor 20, Jakarta Pusat dan akan diterbangkan ke Yogyakarta siang ini, Senin (26/3/2018). 

Terlepas dari kasus hukum yang pernah dialaminya, Probosutedjo adalah sosok pengusaha yang tangguh. 

Jiwa pengusahanya muncul ketika dia membuat bahan ajar.

Kala itu, Probosutedjo bekerja sebagai guru yang mengajar di Perguruan Taman Siswa, Pematang Siantar, pada tahun 1957. 

Saat membuat bahan ajar, terpikirnya bersama guru-guru untuk menjual diktat itu kepada murid-murid.

Keuntungannya dibagi dua antara guru-guru dengan Probosutedjo. 

Dari sini, Probosutedjo memperoleh dorongan untuk berusaha.

Oleh adik mertua, Probosutedjo dikenalkan oleh pengusaha asal Medan, Ng Co Mo, pemilik PT Orisi.

Probosutedjo pun dipercaya mendirikan Perwakilan PT Orisi di Jakarta dan hijrah ke Jakarta meninggalkan keluarganya di Siantar, Sumatera Utara.

Probosutedjo pun tinggal di rumah kakaknya, Soeharto, di Jalan Agus Salim 98 Jakarta.

Berkat hubungan lama yang berlangsung baik dengan PT Orisi, keduanya sepakat mendirikan usaha bersama, PT Setia Budi Murni, berkedudukan di Jakarta.

Probosutedjo kemudian mendirikan lagi usaha sendiri, PT Embun Emas, berkedudukan di Medan, yang pada tahun 1966.

Ia membuat hubungan dagang dengan Malaysia dan memiliki modal besar untuk berbisnis.

Modal itu didapatkan setelah berhasil membantu menyelesaikan utang piutang antara para pengusaha Malaysia dan Indonesia sebesar 350 juta dolar Singapura.

Pada tahun 1968, Probosutedjo mendirikan PT Mercu Buana, perusahaan impor cengkeh.

Tahun 1970 harga cengkeh di dalam negeri melambung.

Produksi dalam negeri tak mencukupi kebutuhan pabrik-pabrik rokok sehingga ia menyarankan agar pabrik rokok besar sebaiknya tidak membeli cengkeh di pasaran.

Bahkan, untuk menjaga agar harga cengkeh tidak terus melambung, pabrik rokok besar harus bersedia meminjamkan stok cengkehnya ke pabrik-pabrik rokok kecil.

Pemerintah pun menunjuk PT Mercu Buana menjadi handling agent cengkeh untuk wilayah Jawa Timur dan PT Mega, milik Liem Sioe Liong, untuk wilayah Jawa Tengah.

Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-tugas PT Mercu Buana, demikian pula PT Mega, diatur secara ketat sesuai Instruksi Menteri Perdagangan.

Selama impor cengkeh dalam penanganan Probosutedjo, setiap panen raya tiba para petani bisa membeli mobil baru, menyekolahkan anak, membangun rumah, menikahkan anak, hingga naik haji.

Setelah berhasil membesarkan PT Mercu Buana, Probosutedjo kemudian mengembangkan usaha lain, seperti mendirikan PT Garmark Motor sebagai industri Chevrolet di Indonesia dan PT General Motor Buana Indonesia sebagai agen tunggal pemegang merek (ATPM) mobil Opel di Indonesia.

Selain itu Probosutedjo  juga memiliki saham di PT Mesin Isuzu Indonesia (MII).

Probosutedjo mendirikan PT Cipendawa, bergerak di bidang peternakan ayam dan PT Kedaung, pabrik gelas terbesar di dunia.

Probosutedjo juga memiliki beberapa perusahaan lain seperti PT Wisata Loka Tribuana yang bergerak di sektor properti, PT Buana Ganda Perkasa (perusahaan patungan dengan Wisertech Ltd, Hongkong yang untuk menangani mega proyek kilang minyak di Probolinggo).

Selain itu, Probosutedjo juga pernah jadi pemegang saham PT Duta Pertiwi, perusahaan real estat anggota Kelompok Sinar Mas, milik Eka Cipta Wijaya sebelum melepas semua sahamnya.

Probosutedjo yang juga Pendiri Himpunan Pengusaha Mandiri Pribumi Indonesia memiliki bisnis yang bergerak di sektor kehutanan dengan nama PT Menara Hutan Buana. 

Ketika menjabat sebagai Direktur Utama PT Menara Hutan Buana, Probosutedjo pernah  terjerat kasus dana reboisasi hutan tanaman idustri senilai Rp100,931 miliar pada 2003 silam.

Probosutedjo pun mendekam di penjara selama 5 tahun dan bebas bersyarat pada tanggal 12 Maret 2008.

Kerajaan bisnis yang dibangunnya  tidak membuatnya lupa terhadap pengalamannya sebagai tenaga pendidik.

Pada 10 November 1981, Probosutedjo mendirikan  Akademi Wiraswasta Dewantara dan pada tahunu 1985 membangun Universitas Mercu Buana. (*)

Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved