Cerita Mulyadi, Kapitan ke-15 yang Berjuang Menjadikan Kampung Kapitan Mendunia

Kota Palembang menyimpan banyak kekayaan warisan budaya yang tak ternilai dan sangat bagus dijadikan destinasi wisata.

Penulis: Agung Dwipayana | Editor: Melisa Wulandari
TribunSumsel.com/Agung Dwipayana
Cerita Mulyadi, Kapitan ke-15 yang Berjuang Menjadikan Kampung Kapitan Mendunia 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kota Palembang menyimpan banyak kekayaan warisan budaya yang tak ternilai dan sangat bagus dijadikan destinasi wisata.

Seperti Pecinan atau kampung Tiongkok tertua di kota Palembang, yakni Kampung Kapitan.

Kampung Kapitan merupakan area perumahan seluas 165,9 x 85,6 meter, berada di tengah pemukiman padat di tepi Sungai Musi dan tepat berseberangan dengan Benteng Kuto Bedak (BKB).

Baca: Ingat Kasus Denada dengan Netizen ? Begini Kabar Terbarunya, Sampai Datangi Polda Metro Jaya

Cerita Mulyadi, Kapitan ke-15 yang Berjuang Menjadikan Kampung Kapitan Mendunia
Cerita Mulyadi, Kapitan ke-15 yang Berjuang Menjadikan Kampung Kapitan Mendunia (TribunSumsel.com/Agung Dwipayana)

"Kampung Kapitan adalah pemukiman khas etnis Tionghoa Palembang. Pada masa lalu merupakan tempat tinggal Kapitan Tionghoa dan keluarganya," kata Kapitan ke-14, Mulyadi kepada TribunSumsel.com, Rabu (7/3/2018).

Dijelaskan pria 56 tahun ini, bangunan inti dari kediaman Kapitan meliputi tiga buah rumah yang terdiri dari dua rumah tinggal, yang mengapit rumah utama, tempat diadakannya pesta dan pertemuan.

Saat ini, bangunan yang berusia kurang lebih 400 tahun itu kondisinya kurang terurus, baik di bagian luar maupun dalam interior bangunan.

Baca: Gagal dan Sakit Hati, Ini 3 Tips yang Harus Dihindari Saat PDKT Sama Gebetan Kamu Catat Ya!

Cerita Mulyadi, Kapitan ke-15 yang Berjuang Menjadikan Kampung Kapitan Mendunia
Cerita Mulyadi, Kapitan ke-15 yang Berjuang Menjadikan Kampung Kapitan Mendunia (TribunSumsel.com/Agung Dwipayana)

"Perabotan kuno yang bisa ditemui seperti meja abu, altar sembahyang dan beberapa foto Kapitan. Kalau buku-buku dan arsip sejarah Kapitan saya simpan dan tidak bisa bebas dipublikasikan," terangnya.

Mulyadi bercerita, awal munculnya Kampung Kapitan adalah pada saat runtuhnya Kerajaan Sriwijaya pada abad XI (sebelas) dan munculnya Dinasti Ming (Tiongkok) pada abad XIV (empat belas).

Pada masa itu, Kerajaan Tiongkok membentuk lembaga dagang yang salah satunya berpusat di Palembang.

Baca: Mahfud MD Polisikan Netizen yang Hina Gelar Akademiknya, Langsung Kena 4 Pasal KUHP

Sehingga, banyak pedagang Tiongkok yang kemudian menetap dan menikah dengan gadis Palembang.

Salah satu Kepala Dagang Kantor Tiongkok yang terkenal adalah Liang Taow Ming.

Di masa penjajahan, Belanda mengangkat perwira Tiongkok berpangkat Mayor untuk mengatur wilayah 7 Ulu yang dikenal sebagai Mayor Tumenggung dan Mayor Putih.

Baca: Gagal Masuk 6 Besar Indonesian Idol 2018, Postingan Foto Jodie Bareng Aliando Jadi Sorotan

Setelahnya, jabatan itu diwariskan turun-temurun kepada pewarisnya hingga dijabat oleh Tjoa Kie Cuan (1830) dan kemudian diteruskan oleh putranya yaitu Tjoa Ham Hin yang diangkat menjadi Kapitan Tiongkok pada tahun 1855.

"Awalnya Kampung Kapitan ini permukiman yang terdiri atas beberapa bangunan.

Namun sekarang yang tersisa yaitu dua bangunan rumah berbentuk rumah panggung yang dipadukan dengan gaya kolonial," kata Mulyadi.

Baca: Cawagub Sumsel Irwansyah Blusukan ke Pasar Inpres Prabumulih

Dua bangunan utama itu pun ada yang telah dilakukan sedikit renovasi dan dilakukan pengecatan. Sementara bangunan yang lainnya belum dilakukan perbaikan.

Mulyadi sebagai Kapitan ke-14 menegaskan, akan menjaga Kampung Kapitan hingga ia sudah tidak sanggup lagi.

Adapun pewarisan tanggung jawab sebagai kapitan akan diserahkan pada keturunan maupun sanak keluarga yang mampu.

Baca: Bahagia Pakai Aksesoris Sama dengan Ashanty, Aurel Diingatkan soal Krisdayanti

"Ya, mungkin saudara laki-laki saya atau putra saya yang mampu. Tentunya calon kapitan akan dididik hingga nantinya mereka siap mewariskan budaya leluhur ini," tutur Mulyadi yang sejak kecil telah dipersiapkan orang tuanya untuk menjadi kapitan selanjutnya.

Untuk saat ini, lanjut Mulyadi, mengurus Kampung Kapitan terbentur beberapa kendala, seperti biaya perawatan bangunan, menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga warisan budaya, hingga ancaman klaim dari luar.

"Merawat Kampung Kapitan ini biayanya tidak sedikit. Saya sudah pernah bicarakan ini dengan pemerintah, khususnya Pemkot Palembang," kata dia.

Baca: Persit KCK Laksanakan Donor Darah, Ini Jumlah Pesertanya

"Kemarin kita sudah mengecat ulang salah satu bangunan di sini, tinggal satu lagi belum dipugar. Tinggal menunggu saja," imbuhnya.

Bicara dinamika dalam mengurus Kampung Kapitan, Mulyadi mengungkapkan dirinya pernah mendapat tawaran agar menjual rumah Kampung Kapitan tersebut.

Namun tawaran dengan iming-iming uang yang sangat banyak itu ditolak oleh Mulyadi.

Baca: Baru Jadi Suami Angel Lelga, Vicky Prasetyo Udah Dekat Sama 2 Cewek Cantik dan Seksi Sekaligus

"Saya tegaskan bahwa rumah ini tidak akan pernah dijual, mau sekian miliar, mau ditawar satu triliun pun saya tidak mau. Karena ini warisan leluhur yang harus kita lestarikan. Tidak bisa dibeli atau dihargai dengan apapun," tegasnya.

Saat Asian Games pada Agustus mendatang, di mana Palembang menjadi salah satu tuan rumahnya, Mulyadi ingin Kampung Kapitan menjadi daya tarik wisatawan.

Ia ingin Kampung Kapitan mendunia, sehingga banyak pula wisatawan yang datang ke Palembang.

Baca: Niat Puasa Senin-Kamis, Jika Rutin Dilakukan ini Manfaat yang Didapat Bagi Tubuh

"Saya ingin orang tahu bahwa ada warisan budaya yang sangat berharga di Palembang.

Kalau satu wisatawan tahu ada tempat bagus, nanti dia ajak teman-temannya.

Lama-lama kan banyak yang berkunjung ke sini," katanya mengakhiri.

Baca: Tingkatkan Publikasi & Oral Presentation Untuk Civitas Akademika, FKIP Unsri Launching Web SULE- IC

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved