Tragis! Wanita ini Diperkosa 5 Kali Seminggu, Kemudian Direkam dan Diupload di YouTube

Setiap tahun, lebih dari 100 kasus penyerangan seksual terhadap pekerja migran yang dilaporkan di Taiwan.

"Jam kerja saya sangat lama. Saya mulai bekerja pukul 06.00 untuk menyiapkan makanan bagi pengunjung dan bersih-bersih sampai pukul 22.00 atau 23.00. Pada akhir pekan, bisa lebih lama. Saya tidak bisa bicara kepada siapapun saat bekerja, majikan ingin saya terus bekerja. Selama 16 bulan saya bekerja di sana, saya hanya punya satu hari libur pada Hari Raya Imlek. Saya harus bekerja bahkan ketika saya sakit," papar Ery.

Pemerintah Taiwan tidak memastikan para pekerja migran mendapat waktu libur secara rutin atau meninjau kesejahteraan mereka.

Urusan semacam itu diserahkan kepada makelar penyalur kerja, yang hanya peduli pada kepentingan majikan.

Sejumlah kelompok pelindung hak asasi manusia mengatakan peristiwa yang menimpa Ery bukan satu-satunya kasus yang terjadi di Taiwan

"Mereka terlalu takut mengadu kepada polisi, utamanya karena gaji mereka dikurangi atau disimpan oleh majikan. Mereka harus membayar biaya makelar yang tinggi, harus membayar utang, dan mesti menopang keluarga. Mereka tidak bisa pulang. Mereka tidak bebas," kata Suster Wei Wei, salah seorang pegiat HAM dari organisasi Rerum Novarum Center. 

Manakala para pekerja migran melaporkan tindak kejahatan yang menimpa mereka, biasanya terlambat. 

"Biasanya (pelaporan) terjadi bukan dalam periode emas, dalam kurun 72 jam setelah peristiwa terjadi sehingga dokter masih bisa mengambil sampel sperma dari tubuh mereka. Mereka mungkin diserang pada hari Selasa, namun mereka tidak melaporkannya sampai libur hari Minggu," kata Suster Wei Wei. 

"Banyak pekerja migran disuruh majikan mereka untuk mandi terlebih dulu setelah diserang secara seksual dan mencuci semuanya untuk memusnahkan bukti. Dengan demikian, yang kerap terjadi dalam kasus migran, buktinya kurang sehingga jaksa tidak pernah mengajukan tuntutan…Hanya segelintir majikan yang didakwa dan mereka biasanya hanya diberi sanksi atau mereka membayar korban dengan jumlah kompensasi yang kecil."

Dari 25 kasus yang ditangani organisasi tempat Suster Wei Wei bernaung, hanya tiga perempuan migran yang berhasil mendakwa pemerkosa mereka.

Kemudian, dari tiga kasus itu, hanya satu yang dihukum penjara. 

Adapun perempuan yang sepakat diberi kompensasi cepat-cepat disuruh pulang ke negara mereka.

Hukum yang berlaku di Taiwan saat ini tidak mengharuskan makelar penyalur kerja untuk melaporkan kejahatan. 

Dalam jawaban tertulis untuk pertanyaan-pertanyaan yang diajukan BBC, Biro Ketenagakerjaan dan Pelatihan Kejuruan (BEVT) dari Kementerian Tenaga Kerja Taiwan menyatakan pemerintah memiliki sistem untuk melindungi para migran.

"Negara kami telah menciptakan sebuah sistem yang patut dan lengkap untuk melindungi hak-hak migran," sebut biro itu dalam pernyataan tertulis.

Perlindungan hak-hak migran yang dimaksud mencakup pemberian informasi hak-hak migran sebelum mereka meninggalkan negara masing-masing dan ketika mereka tiba di bandara di Taiwan.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved