Saingan Dengan Hotel di Peru, Ini Indahnya Hotel Tertinggi di Indonesia Bikin Takjub!
Betapa indahnya kerlap-kerlip lampu rumah-rumah penduduk sekitar. Suara-suara alami dari hewan terdengar seakan
TRIBUNSUMSEL.COM. PURWAKARTA - Pernah mendengar hotel menggantung di sebuah gunung di Indonesia?
Kalau belum kamu mungkin pernah melihat atau membaca hotel gantung yang terkenal di Peru.
Hotel gantung atau penginapan berbentuk kapsul ini digantung di dinding tebing pada ketinggian 122 meter.
Pengunjung yang menginap di sana juga akan mendapatkan pemandangan 360 derajat sehingga jurang di bawahnya akan terlihat dengan jelas.
Tak kalah dengan yang ada di Peru, Indonesia juga punya hotel gantung seperti di Peru ini.
Dikutip dari laman Kompas.com, nuansa menyatu dengan alam begitu terasa saat rintik hujan terdengar jelas di dinding sky logde atau hotel gantung Padjajaran Anyar di Tebing Parang, Kampung Cisaga, Desa Sukamulya, Kecamatan Tegalwaru, Purwakarta, Jawa Barat.
Dari ketinggian 500 meter melalui dinding hotel nan bening yang terbuat dari polycarbonate, terlihat pemandangan dari dalam kamar hotel.
Betapa indahnya kerlap-kerlip lampu rumah-rumah penduduk sekitar. Suara-suara alami dari hewan terdengar seakan mereka ingin menemani.
Reporter Kompas.com, Anggita Muslimah Maulidya Prahara Senja menceritakan secara detail saat dia dan timnya berada di hotel tersebut.
"Saya duduk di kasur angin yang telah siap di dalam kamar hotel. Waktu saya isi dengan bercanda ria bersama rekan-rekan perjalanan sambil menunggu malam. Tak sabar rasanya merasakan makan malam di hotel gantung yang ada di Tebing Gunung Parang," ujarnya.
Karena sempat turun hujan, makan malam yang disiapkan pengelola hotel gantung baru tiba sekitar pukul 20.00 WIB.
Makan tersebut pun langsung diantarkan pemandu pemanjatan dari kaki tebing.
Si petugas butuh waktu untuk memanjat sekitar 30 menit.
Hotel gantung ini baru tersedia satu kamar.
Luas kamar hotel 2,5 x 6 meter persegi dan tinggi sekitar 2,4 meter.
Dhani Daelami selaku salah satu penggagas Skylogde Padjajaran Anyar sekaligus operator via ferrata, Badega Gunung Parang mengatakan saat ini dalam masa soft launching.
Hotel ini mulai beroperasi terhitung dari 28 Oktober. Sejak saat itu sudah ada dua pengunjung yang menginap di hotel gantung.
"Promo Padjajaran Anyar kita kan lewat Instagram, Google. Mereka banyak tanya di Instagram. Sejauh ini baru dua tamu yang menginap," kata Dhany di kaki Tebing Gunung Parang.
Diketahui rekan-rekan Kompas.com merupakan tamu hotel gantung ketiga yang dapat menginap di hotel gantung tersebut.
Menurut Dhani, hingga saat ini untuk bisa menginap di hotel gantung ini sendiri bisa melakukan pemesanan melalui call centre yang ada.
Ia menjelaskan pula, pengunjung yang ingin bermalam di hotel tersebut harus menaiki tangga atau via ferrata terlebih dahulu.
"Nanti akan ada tempat istirahat di elevasi 200 (meter) dan 300 (meter). Begitu sampai (dekat dengan sky lodge), akan ada penyebrangan tyrolean panjangnya sekitar 60 meter sampai ke skylodge," kata Dhani.
Sebelumnya, tim Kompas.com harus menggunakan alat pengaman seperti halnya helm, harness, dan tali temali lainnya sebagai penunjang keamanan saat panjat tebing.
Dan jangan lupa agar selalu memasangkan pengaman ke tangga via ferrata dan sling berbahan baja yang telah disiapkan.
"Ini kita pakaikan dulu ya helm, harness, dan lanyard. Saya ingatkan aja ya untuk selalu mengikatkan kedua tali harness saat memanjat nanti demi keamanan. Yang satu ke via ferrata dan satu lagi ke sling baja, briefing-nya itu aja," kata pemandu pemanjatan Tebing Gunung Parang, Ebi.
Sekitar 20 menit, tim Kompas.com pun melewati titik tebing 100 meter.
Medan yang ditempuh hingga ketinggian 100 meter tak banyak terdapat kelokan, hanya lurus dan curam.
Bergerak ke tempat lain, medan yang ditempuh pun cukup sulit dilalui.
Sebab, selain harus konsentrasi menjaga keselamatan diri, tebing pun mulai sulit untuk di panjat karena terlalu curam dan banyak kelokan.
Untuk bisa mencapai hotel gantung harus dengan cara menggantungkan diri pada tali atau biasa dikenal dengan sistem tyrolean di ketinggian sekitar 500 meter dari kaki tebing.
Akhirnya, tim Kompas.com mencapai lokasi dengan waktu tempuh selama tiga jam untuk memanjat hingga hotel gantung.
Kamar di hotel gantung tersebut bisa diisi oleh enam orang.
Namun, idealnya kamar hotel diisi oleh empat orang.
Sebab, di dalam kamar hanya tersedia empat single bed lengkap dengan bantal dan selimut.
Walaupun berada di atas tebing, jangan khawatir kehabisan baterai ponsel dan tidak bisa eksis di media sosial.
Hotel ini tersedia terminal listrik.
Untuk fasilitas WiFi sendiri memang belum ada di hotel ini.
Sebab, menurut Dhani, masih khawatir akan adanya kilat. Sehingga, saya pun hanya mengandalkan sinyal dari ponsel saja.
Memang terkadang sinyal ponsel kuat, dan kadang juga melemah.
Selain itu juga terdapat lampu, televisi, pendingin ruangan, meja makan, gelas, sendok, handy talkie untuk berkomunikasi ke basecamp, air mineral galon, wastafel, microwave (pemanas makanan), pemanas air listrik, toilet portable.
Nah seringkali menjadi pertanyaan bagaimana caranya buang air besar dan air kecil?
Tenang saja, di hotel ini terdapat toilet portable yang bisa digunakan saat buang air besar atau kecil. Nantinya apa yang ada di dalam toilet portable tersebut ditampung, kemudian dibuang oleh petugas ketika tamu yang menginap sudah pulang.
Namun, di hotel ini sepertinya tidak bisa mandi. Karena tidak disediakan air yang cukup untuk mandi, dan tidak ada ruang khusus untuk mandi.
Jadi semua kegiatan yang berhubungan dengan air, tim Kompas.com memanfaatkan semaksimal mungkin air galon yang sudah disediakan.
Perlu dicatat, saat ingin berada di atas keluar kamar, tentu harus kembali menggunakan alat pengaman.
Waktu tempuh untuk turun dari hotel ini terhitung lebih cepat ketimbang saat naik.
Hanya membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam selesai turun melalui via ferrata.
Dari perjalanan bersama rekan-rekan Kompas.com, saya merasa bangga karena kini Indonesia memiliki hotel gantung yang cukup tinggi.
Bahkan, hotel ini diklaim menyaingi dan lebih tinggi dari hotel gantung di Peru.
