Klik Tribun

Toko Obat Setuju Ditingkatkan Jadi Apotek

Walaupun pengobatan tradisional, Dedi Setiasin mengaku mereka selalu di dalam pengawasan BPOM.

Editor: Hartati
sportsnet.ca
obat herbal 

Laporan wartawan TribunSumsel.Com, Iswahyudi

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -- Toko obat atau apotek rakyat akan ditertibkan pemerintah karena disinyalir mengedarkan obat ilegal dan kurangnya pengawasan.

Pemerintah berharap apotek rakyat diupgrade jadi apotek resmi yang memiliki apoteker dan diawasi langsung BPOM.

Beberapa toko obat di Jalan Kebumen Darat dekat Pasar Burung yang disambangi TribunSumsel.Com, Sabtu (30/9/2017) enggan berkomentar banyak terkait peraturan pemerintah ini.

"Saya enggak bisa komentar Pak. Saya cuman kerja di sini. Bosnya lagi keluar," kata pegawai Toko Obat Manjur yang tidak mau diwawancara.

Komentar yang sama juga saat menyambangi Toko Obat Sehat Sentosa dan Toko Obat Sentosa.

Pegawai yang ada di tempat tersebut mengatakan pemilik tolo sedang tidak ada di tempat.

Saat ditanyakan apakah kedua toko obat tersebut ada apoteker.

Hanya Toko Obat Sehat Sentosa yang ada dan hanya asisten apoteker.

Begitu juga dengan Toko Obat Manjur yang hanya memiliki asisten apoteker.

Begitu juga saat TribunSumsel.Com mendatangi Toko Obat Serasi.

Dedi Setiasin yang biasa dipanggil Asin dan pemilik toko tersebut mengatakan bahwa di tempatnya memang tidak ada apoteker.

"Kami kan jual obat herbal dari China dan beberapa obat yang biasa dijual di warung. Tidak ada apoteker, hanya ada ,tabib," jelasnya. 

Dedi Setiasin sendiri merupakan seorang tabib dan belajar khusus tentang pengobatan tradisional China langsung dari negaranya RRC.

"Enam tahun saya belajar ilmu pengobatan China dan saya ajarkan kepada pegawai saya secara khusus selama satu setengah tahun," ujarnya.

Sebagai alternatif pengobatan, Toko Obat China memiliki pangsa pasar tersendiri.

"Tapi sekarang ini hanya ada beberapa toko saja dan  bisa dihitung jari. Kalau dulu banyak sekali," katanya.

Walaupun pengobatan tradisional, Dedi Setiasin mengaku mereka selalu di dalam pengawasan BPOM.

"Tiap minggu BPOM datang dan cek obat di toko. Kalau ada yang tidak seauai atau kalau ada obat yang tidak ada izin edarnya, mereka langaumg beritahu ke kami. Dengan ini kami senang, karena kami bisa tahu informasi setiap saat. Dulu jarang pegawai BPOM datang. Mungkin karena sekarang yang datang anak-anak muda, jadi lebih semangat," jelasnya.

Terkait kenaikan toko obat menjadi apotek, Asin sangat mensukung adanya program pemerintah tersebut.

Namun dengan beberapa catatan. "Kami sangat senang kalau memang ada seperti itu.

Tapi saya belum tahu bagaimana sistemnya.

Kalau di China sana, toko obat herbal dan obat kimia digabung dalam satu tempat namun dibagi dalam beberapa ruangan.

Misalnya di depan jual obat pabrik dan di belakang jual obat herbal.

Nah seperti itu. Kalau sekarang belum tahu mekanismenya seperti apa?," tanyanya.

Selain iti menurut Asin, bagaimana cara pengawasan yang dilakukan BPOM nanti.

Ia berargumen bahwa akan ada permasalahan seandainya ada penggabungan.

"Kami setuju dan mau saja kalau jualan obat pabrik. Tapi tentunya orang apotek yang sekarang ini pasti mau juga dong jualan obat herbal. Nah mekanismenya bagaimana. Karena beda cara pemberian resep obat herbal dengan resep obat pabrik. Harus belajar lagi apalagi resep dari tabib kan pakai aksara China, belajar lagi dong," ungkapnya.

Menurut Asin pemberian resep obat herbal China tidak susah tapi tidak juga gampang.

Menurutnya, seorang tabib harus punya kemampuan lebih dan mengetahui riwayat pasien dan isi kandungan dari obat herbal itu sendiri.

"Kalau salah resep bisa gawat. Karena seorang tabib harus tahu betul secara detail, tidak sembarangan," ujarnya. (Iis)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved