Temui Eks Napi Teroris dan Kombatan, MENSOS: Jangan Menstigma Mereka
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyerukan kepada semua pihak agar tidak menstigma dan mengucilkan para mantan narapidana teroris (napiter) da
Ali mengungkapkan berdirinya yayasan ini berawal dari kondisi para eks napiter dan kombatan yang terkucilkan dan kesulitan saat ingin bekerja kembali setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.
"Dari kumpul-kumpul dan berproses bersama, kami bertekad mendirikan yayasan yang memfokuskan tujuan membantu pemerintah melawan terorisme," tuturnya serius.
Kini, Ali dan para anggota YLP rutin membantu pemerintah melakukan kampanye perdamaian, kunjungan ke lapas, memberikan program pemberdayaan dan pendampingan eks napiter dan kombatan, serta memberikan dukungan mental kepada mereka.
Salah seorang eks napiter, Sumarno mengungkapkan setelah 2,5 tahun di penjara ia merasa bingung mencari nafkah.
"Kami seringkali terbentur status saat mencari pekerjaan. Akhirnya kami mencoba menciptakan lapangan kerja baru. Seperti membuka bengkel servis motor," ujar keponakan Amrozi ini.
Ia menuturkan, setelah tertangkap dan dipenjara, seluruh teman-teman di jaringannya menjauh dan memutuskan hubungan. Di saat itu ia mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.
"Di penjara maupun sekeluarnya, banyak yang membesarkan hati saya. Saya merasa momentum itu menjadi titik balik dari apa yang saya jalani sebelumnya. Saya mendapat pertolongan dari pihak yang tidak disangka-sangka," ujar pria yang didakwa menyimpan dan memasok senjata untuk para teroris pada tahun 2002 ini.
Lain Sumarno lain pula cerita Zulia, putra Amrozi. Meski ia bukan eks napiter atau kombatan, namun sebagai putra terdakwa teroris ia juga terkena dampaknya.
"Lulus sekolah saya akhirnya jualan fried chicken kecil-kecilan karena putus asa tidak ada yang menerima lamaran kerja saya. Jangankan membuka suratnya, tau siapa keluarga saya aja langsung ditolak," tuturnya dengan mata berkaca-kaca dan nada suara yang semakin lirih.
Bertahun-tahun Zul meninggalkan Indonesia untuk mencari ketenangan hidup dan jati diri. Ia pun pergi ke Brunei Darussalam, Malaysia, hingga Thailand. Namun akhirnya ia kembali ke Indonesia.
Atas bimbingan dari sang paman yang juga Ketua YLP, ia mulai berusaha dari nol lagi mendirikan perusahaan di bidang kontraktor. Perlahan, luka batinnya mulai sembuh dan kecintaannya pada bangsa ini tumbuh kembali.
Puncaknya pada Upacara Bendera HUT RI ke-72 yang diselenggarakan YLP, Zul didaulat menjadi pasukan pengibar bendera. Polres Lamongan yang memberikan pelatihan kepada Zul dan teman-temannya.
"Saat saya mengibarkan bendera dan semua orang hormat kepada sang merah putih, saya terharu. Kaki rasanya kaku, perasaan hati campur aduk. Sudah 10 tahun lamanya saya tidak pernah upacara, tidak pernah hormat bendera, maupun menyanyi lagu Indonesia Raya. Sungguh ini pengalaman luar biasa," tuturnya.
Di akhir pertemuan, Khofifah menitip pesan kepada seluruh anggota YLP sepenuh hati mencintai Indonesia. Mensos juga mengajak mereka membangun bangsa dengan mengerahkan seluruh kemampuan terbaik. Berkarya dan berbakti untuk Ibu Pertiwi.
BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT KEMENTERIAN SOSIAL RI