TNI Ingin Tempatkan Personel di Kapal Sipil untuk Kawal Pelayaran
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo ingin menempatkan prajurit di dalam kapal sipil untuk mengawal pelayaran
TRIBUNSUMSEL.CON-Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo ingin menempatkan prajurit di dalam kapal sipil untuk mengawal pelayaran saat melintasi perairan rawan perompak di Malaysia hingga Filipina.
Hal ini dilakukan menyusul berulangnya penculikan dan penyanderaan terhadap WNI saat berlayar di perbatasan.
"Itu yang kami inginkan, bisa empat atau lima prajurit dalam satu kapal," ujar Gatot, seusai rapat koordinasi Pusat Krisis Pembebasan Sandera WNI, di Jakarta, Senin (11/7/2016).
Sejak Maret 2016, sudah empat kali terjadi penculikan dan penyanderaan ABK WNI di perairan perbatasan Indonesia-Filipina.
Penculik yang merupakan kelompok separatis Filipina selalu menuntut uang tebusan pada tiga penyanderaan pertama.
Sementara, pada penyanderaan terakhir terhadap 3 WNI belum ada tuntutan apapun.
Kasus terbaru penculikan terhadap tiga WNI yang bekerja untuk kapal penangkap ikan asal Malaysia, terjadi di sekitar perairan Lahad Datu, Negara Bagian Sabah, Malaysia, dan baru dilaporkan oleh pemilik kapal pada Minggu (10/7/2016).
Untuk mencegah peristiwa serupa terulang, Gatot mendesak pemberlakuan kerja sama pertahanan Indonesia, Filipina, dan Malaysia, melalui patroli bersama.
Kerja sama lainnya, penempatan prajurit di dalam kapal, dan izin operasi militer bagi pasukan TNI untuk membebaskan sandera di wilayah Filipina.
Akan tetapi, konstitusi Filipina melarang pelibatan militer negara lain untuk beroperasi di negaranya.
Menurut Gatot, berdasarkan pembicaraan antar-menteri pertahanan kedua negara, Filipina memberi sinyal positif atas peluang kerja sama itu.
Namun, hingga kini belum ada keputusan yang dituangkan secara tertulis.
"Lampu hijau sudah, tetapi nanti hitam di atas putih biar menteri pertahanan yang menentukan," ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, menteri pertahanan Indonesia, Filipina, dan Malaysia akan segera menggelar pertemuan di Kuala Lumpur untuk membahas upaya pembebasan tiga WNI yang diculik kelompok separatis Abu Sayyaf, di perairan perbatasan Malaysia dan Filipina.
Pertemuan ini diharapkan menghasilkan tindakan konkret yang dapat diimplementasikan untuk penguatan kerja sama pertahanan ketiga negara.
Indonesia dan Filipina telah memiliki Perjanjian Patroli Perbatasan 1975 yang berisi tiga elemen kerja sama pertahanan yang bisa dilakukan yakni kerja sama terkoordinasi, patroli bersama, dan patroli terkoordinasi.