Tiga Kelemahan Ahok Jika Mencalonkan Tidak Lewat Partai

"Jika melanjutkan jalur independen dan terpilih, Ahok kembali mewarisi pemerintahan yang terbelah (divided government). Yaitu pemerintahan eksekutif

TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berikan kuliah umum kepada para pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) Taruna Nusantara (Tarnus), Banyuredjo, Mertoyudan, Jawa Tengah di Balai Kota DKI Jakarta, Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (5/4/2016). TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN 

Apalagi untuk kebijakan yang memobilisasi dana swasta berjumlah miliaran rupiah, dan memerlukan kompensasi tertentu bagi pihak swasta itu.

"Hal ini pula yang membuat kasus Ahok dan Podomoro berlarut. Bahkan ketua KPK dan kepmendagri menyatakan 'kerjasama pemda dan Podomoro' mengenai 13 proyek yang melibatkan dana di atas Rp 300 miliar itu tidak tuntas dari sisi payung hukumnya.

Seandainya antara pihak gubernur dan DPRD terbina hubungan yang lebih ramah, tidak bermusuhan, hal di atas bisa terhindari.

"Ahok bisa saja dibuktikan tak bersalah dalam kasus 13 proyek yang dikerjakan Podomoro itu. Atau ia hanya dianggap melakukan maladministrasi. Namun saling silang kasus ini melahirkan kegaduhan yang tak perlu. Kegaduhan karena kesulitan bersepakat melahirkan perda bersama DPRD akan terulang kembali," ujarnya.

Ketiga, lanjut Denny, Ahok akan terganggu dengan aneka pengawasan DPRD yang overdosis. DPRD berperan dalam pengawasan pemda.

Jika DPRD semangatnya menginginkan gubernur tidak sukses, DPRD bisa membuat banyak manuver menyulitkan sang gubernur.

DPRD misalnya sudah membuat Pansus RS Sumber Waras. Atau rencana di bulan Mei 2016 ini DPRD akan membuat Pansus Podomoro. Ahok dan aneka pejabat DKI akan dibuat bulak- balik ke DPRD.

Tentu saja semua kewenangan DPRD itu positif jika dilaksanakan demi terbentuknya sistem pemerintahan yang sesuai dengan prinsip check and ballance.

Namun dalam jenis pemerintahan yang terbelah, divided government, dosis peran DPRD itu dapat dimainkan sampai ke level yang mengganggu kinerja gubernur.

Denny JA mengidealkan Ahok menggalang dan memcalonkan diri melalui koalisi partai yang dominan di DPRD.

Total kursi DPRD hasil pemilu 2014-2015 : 106 kursi.

Nasdem dan Hanura yang sudah mempublikasi dukungannya sudah menyumbang 5 kursi + 10 kursi = 15 kursi.

Ditambah Golkar di bawah Setya Novanto jika mendukung Ahok, total menjadi 15 kursi + 9 kursi = 24 kursi.

"Untuk sah menjadi calon hanya dibutuhkan 20 persen kursi, equivalen dengan 22 kursi saja. Koalisi Golkar, Nasdem dan Hanura sudah melampaui syarat minimal itu," katanya.

Untuk menguasai mayoritas DPRD, kata Denny, Ahok membutuhkan minimal 50 persen + 1, equivalen dengan 53 kursi.
Jika PDIP (28 kursi) ditambah satu partai berbasis Islam, mayoritas DPRD sudah bisa diraih.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved