Kelola Konflik Internal, ISIS Dirikan 'Kantor Imigran' di Raqqa

Kelompok penjahat Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) dilaporkan telah mendirikan kantor untuk mengelola hubungan

BBC Indonesia
ISIS mengaku melakukan serangan bom mobil di Kota Sadr. 

TRIBUNSUMSEL.COM-Kelompok penjahat Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) dilaporkan telah mendirikan kantor untuk mengelola hubungan dengan pejuang asing yang disebut ‘kantor imigran’.

Kantor didirikan di Raqqa, Suriah, yang menjadi pusat kekhalifahan mereka. Tujuan kantor itu untuk menjaga hubungan baik ISIS dengan militan asing dan mencegah terjadinya pembelotan.

Menurut The Independen, Kamis (12/5/2016), telah ada pertemuran senjata antara pejuang ISIS di Irak dan pejuang dari Belanda awal tahun ini.

Atas dasar itu, ISIS mendirikan “kantor imigran '" untuk mengelola hubungan, agar antarpejuang asing bisa harmonis.

“Langkah itu terjadi setelah perselisihan dengan militan Belanda memuncak, terjadi baku tembak, dan pembunuhan, dan eksekusi terhadap delapan orang,” tulis media itu.

Sebuah jaringan aktivis yang mengekspose kekerasan kelompok ISIS di Suriah mengatakan,

para pemimpin kelompok itu sedang berusaha untuk merajut kembali “sebuah garis pemisahan besar” antara antara jihadis Eropa dan Arab.

Aktivis yang tergabung dalam organisasi Raqqa is Being Slaughtered Silently (RBSS) melaporkan,

kantor baru bertugas mencari penyebab atau akar masalah di kalangan jihadis asing (imigran).

Petugas ISIS di kantor itu juga mencoba agar permasalahan dapat diatasi dengan cepat sehingga tidak terulang lagi perpecahan, bentrok, atau bahkan perbedaan pendapat antarmilitan.

Sebenarnya telah terjadi bentrokan antar anggota ISIS ketika mereka menahan delapan anggotannya yang berasal dari Belanda. Mereka ditahan atas dugaan berencana melakukan pembelotan.

Akibatnya, seorang jihadis Belanda tewas dipukuli. Para sahabat korban kemudian melakukan aksi balas dendam dengan menyerbu kantor keamanan ISIS hingga terjadi baku tembak.

Menurut RBSS, ketika kelompok Irak mengirim satu utusannya untuk melakukan negosiasi, ia pun dibunuh oleh militan Belanda.

Kasus perseteruan antarkelompok pejuang ISIS kemudian dilaporkan ke petinggi ISIS Irak, yang semula sebenarnya merupakan sayap Al Qaeda.

Petinggi ISIS Irak memerintahan anak buahnya untuk menangkap militan Belanda, sehingga 70 orang ditangkap. Delapan orang di antaranya dieksekusi karena diduga melakukan “penghasutan”.

Menurut RBSS, pembelotan dan pertikaian antaranggota ISIS meningkat.

Antarkelompok ISIS saling curiga karena ada kekhawatiran terjadinya penyusupan oleh intelijen asing dan serangan udara tak berawak.

Frustrasi juga meningkat karena ISIS semakin kehilangan wilayah setelah serangan koalisi Amerika Serikat.
Beberapa militan asing dilaporkan mengaku mendapat diskriminasi dalam hal pembayaran upah, kondisi hidup, pengharaan dan perlakuan.

Kelompok militan tertentu juga merasa didiskriminasi karena selalu dikirim ke garis depan yang mematikan seperti di Deir ez-Zor, berbeda dengan militan ISIS lainnya dari Irak.

Belum lama ini misalnya, mantan militan ISIS Harry Sarfo telah membuat pengakuan kepada publik di sebuah penjara di Jerman. Ia memperingatkan kaum muda agar jangan mudah terbuai ajaran Islam versi ISIS yang sangat menyesatkan.

Sarfo menyebut ISIS dengan nama Arab, yakni Daesh. Sekarang ia mengaku telah memahami realitas sebenarnya di balik propaganda agama dari organisasi teroris yang berbasis di Raqqa, Suriah itu.

Dalam sebuah wawancara yang dirilis The Independent, awal Mei, Sarfo melalui kuasa hukumnya, menekankan ‘ISIS tersesat’. Ia melarikan diri dari Raqqa dan kembali ke Jerman, tetapi ditangkap.

“Ini bukan jalan menuju firdaus (surga); ini adalah jalan menuju neraka,” katanya tentang ISIS yang dikenalnya sejak ia bergabung menjadi militan kelompok itu pada April 2015.

Organisasi Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) mengatakan, ISIS telah mengeksekusi sedikitnya 400 anggota mereka sendiri dalam kurang dari dua tahun, termasuk mereka yang mencoba kabur dan kembali ke negara asalnya.

Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved