Provinsi Aceh Kini Sudah Punya Kalender

Almanak Aceh terdiri dari 12 bulan berdasarkan penanggalan Keuneunong.

Editor: Weni Wahyuny
SERAMBI INDONESIA/MUHAMMAD HADI
Penampakan kalender atau Almanak Aceh yang diluncurkan di Aula Mahkamah Syar iyah, Banda Aceh, Senin (7/12/2015). 

TRIBUNSUMSEL.COM, BANDA ACEH - Provinsi Aceh kini sudah punya kalender atau Almanak sendiri.

Kalender ini lebih berpedoman pada perhitungan hijriyah yang penyebutan hari, tanggal dan bulannya dalam bahasa Aceh.

Peluncuran Almanak Aceh atau kalender Islam Aceh diluncurkan oleh Lembaga Wali Nanggroe Aceh bersama Institut Peradaban Aceh (IPA) di Aula Mahkamah Syar'iyah, Banda Aceh, Senin (7/12/2015).

Almanak Aceh terdiri dari 12 bulan berdasarkan penanggalan Keuneunong.

Mulai dari Asan Usen, Sapha, Molot, Adoe Molot, Molot Keuneulheueh, Khanduri Boh Kayee, Khanduri Apam, Khanduri Bu, Puasa, Uroe Raya, Meuapet dan Haji.

Dalam kalender Aceh, tanggalnya tertulis dengan tanggal lebih besar.

Sedangkan tulisan huruf arab kecil di sudut kanan atas.

Sedangkan dibawah tanggal tertulis tanggal dan bulan masehi dalam huruf kecil.

Sedangkan hari tertulis dalam bahasa Aceh paling atas.

Mulai paling kiri Aleuhat (Minggu), Seulanyan (Senin), Seulasa (Selasa), Rabu (Rabu), Hameh (Kamis), Jum'at (Jumat), Satu (Sabtu).

Tampilannya tak akan menyulitkan untuk membedakan tanggal dan bulannya.

Sebab paling atas juga ada kalender kecil dalam tanggal, bulan, bulan dalam masehi.

Sehingga bisa melihat langsung kalender masehi dan Almanak Aceh.

Dalam launching dan diskusi Almanak Aceh, Ketua IPA, Haekal Afifa mengatakan, Almanak Aceh nyaris sama dengan kalender hijriah karena mengacu pada perputaran bulan.

"Orang Aceh dulu lebih mengingat peristiwa yang terjadi di kalender hijriah. Sehingga penamaan bulan di kalender Aceh itu mengikuti peristiwa di kalender hijriah," jelas Haekal kepada Serambi Indonesia (Tribunnews.com network).

Kebudayaan, menurut Haekal, merupakan hal yang tak bisa dipaksakan.

Karena orang Jawa punya kalender sendiri, dan itu tak bisa dipaksakan ke semua daerah.

" Termasuk Aceh punya sejarah kalender sendiri. Masyarakat Aceh sangat memahami kalender ini. Karena mereka sudah menghafalnya, terutama orang tua kita," beber Haekal.

Dikatakan Haekal, makanya peluncuran kalender Aceh ini merupakan sejarah penting.

Sehingga generasi muda Aceh sekarang bisa lebih mudah mengingat kalender sendiri.

"Tapi untuk terbit resmi dan digunakan tentu perlu regulasinya. Namun, kalender ini tetap didistribusikan ke kabupaten/kota di Aceh," ujar Haekal.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved