Dana Desa Rawan Kejahatan Hukum
harus ada pertanggung jawabannya meskipun hanya serupiah.
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Weni Wahyuny
Laporan wartawan Tribunsumsel.com, Arief Basuki Rohekan
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG,--Ketua komisi II DPRD Sumsel Joncik Muhammad, menilai dana bantuan Desa yang besarnya Rp 1 miliar dari APBN untuk setiap Desa, rawan kejahatan hukum, karena salah peruntukannya yang dikelolah kepala desa.
Menurut Joncik, aparatur Desa yang menerima dari uang negara tersebut, haruslah menjalankan sesuai aturan yang berlaku dan tidak boleh melakukan penyimpangan, termasuk penggunaannya untuk pelatihan bagi petugas pendamping.
"Adanya pelatihan yang dilakukan kepada pihak kades hal itu tidak masalah, asalkan jangan sampai mereka melanggar hukum aturan mainnya. Karena potensi dana desa itu sangat tinggi penyimpangan dan kejahatan hukumnya sangat tinggi,"kata Joncik mengingatkan aparatur Desa di Sumsel, Selasa (17/11/2015).
Diterangkan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, memang aparatur desa perlu pelatihan agar bisa memahami penggunaan dana desa tersebut , dan harus ada pertanggung jawabannya meskipun hanya serupiah.
"Kita ingatkan saja, karena kepala desa merasa dana desa itu bisa dikelolah dengan sekendak mereka saja, padahal ada aturannya, pemahaman aturan dan sosialisasi soal itu harus dilakukan dengan baik,"tandasnya.
Dilanjutkan mantan calon Bupati Empat Lawang ini, proses penerimaan petugas pendamping dana desa, yang bertugas mendampingi aparatur desa, tetaplah dilakukan oleh Pemprov maupun Pemkab terkait, melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) yang dananya dari APBD, bukan dengan dana desa yang turun tersebut.
"Jika ada aparatur desa yang harus mengeluarkan dana desa Rp 33 juta untuk pembelian laptop dan pelatihan seperti di PALI, itu tidaklah benar apalagi harus mark up harga, itu sudah korupsi. Jelas untuk pelatihan itu semuanya dibebankan ke APBD bukan dari dana desa dan jelas itu melanggar aturan yang ada jika menggunakan dana desa,"pungkasnya.
